Mojokerto (SIB) -Meski baru pertama digelar, festival kirab budaya Majapahit di Trowulan, Mojokerto berlangsung meriah, Kamis (18/5). Pagelaran tari dan drama teatrikal dari 18 kecamatan ini mengisahkan proses berdirinya Majapahit, masa keemasan hingga runtuhnya Majapahit.
Kirab budaya Majapahit ini memilih lokasi yang tak lazim, yakni di tanah kas desa (TKD) Trowulan yang sedang bermasalah, tepatnya di depan Museum Majapahit. Lahan seluas 1,7 hektare itu telah diuruk setinggi satu meter dari permukaan jalan untuk pusat oleh-oleh khas Trowulan. Namun, rencana pembangunan dihentikan oleh BPCB Jatim lantaran tak mengantongi izin.
Kendati begitu, di bawah terik matahari dan debu yang bertebaran, kirab budaya ini berlangsung meriah. Sebanyak 18 kecamatan menyuguhkan kreativitas masing-masing berupa drama teatrikal diselingi tarian tradisional yang mengisahkan berbagai peristiwa bersejarah mulai berdirinya Majapahit, masa keemasan, hingga runtuhnya Majapahit.
Seperti Kecamatan Mojosari yang menampilkan drama teatrikal berkisah penobatan Raden Wijaya sebagai raja pertama Majapahit. Disusul Kecamatan Pacet yang mengangkat kisah puncak kejayaan Majapahit di bawah Raja Hayamwuruk atau Rajasanegara.
Kecamatan Trowulan, Puri, Gedeg, dan Jatirejo kompak mengisahkan pemberontakan Dharma Putra dipimpin Rakuti. Munculnya Mahapatih Gajah Mada dengan Sumpah Palapanya diangkat oleh Kecamatan Mojoanyar, hingga kisah runtuhnya Kerajaan Majapahit di tangan Brawijaya V yang digantikan putranya, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Demak.
Tak hanya Forkopimda Mojokerto, ribuan warga memadati jalan mulai depan Museum Majapahit hingga Makam Troloyo untuk menyaksikan kirab budaya tersebut.
"Kirab budaya ini menceritakan kejadian-kejadian zaman Majapahit mulai bangkit sampai runtuhnya," kata Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa kepada wartawan di lokasi.
Bupati yang akrab disapa MKP ini berharap, kirab budaya Majapahit akan membantu masyarakat luas memahami sejarah kerajaan yang pernah menguasai nusantara itu.
"Itu mari kita contoh supaya kita bisa jaya seperti Majapahit dulu. Karena dulu tanpa teknologi, ilmunya, skillnya diakui oleh seluruh dunia," ujarnya.
Sementara terkait lokasi start kirab, menurut MKP, sebatas untuk memanfaatkan lahan yang tak produktif. "Sejak dulu lahan ini berupa rawa yang tak ada manfaatnya. Kita uruk supaya kegiatan besar bisa digelar di sini," tandasnya.
(detikcom/h)