Bandung (SIB)-
Perbudakan di Indonesia belum menjadi sejarah masa lalu. Sampai kini perbudakan masih terjadi dengan bentuk baru. Contoh konkret perbudakan modern dialami buruh migran, di antaranya mereka yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di kawasan Timur Tengah.
Persoalan itu mengemuka dalam diskusi memperingati Hari Internasional untuk Mengenang Korban Perbudakan di Indonesia, pekan lalu, di Museum Konferensi Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat. Diskusi itu digelar Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, bersama United Nations Information Centre (Unic) Jakarta.
“Sampai kini perbudakan masih terjadi di Indonesia. Misalnya, adanya pembantu rumah tangga yang masih anak serta TKI yang bekerja dengan dokumen palsu, lalu gaji mereka dipotong untuk asuransi dan dipotong selama enam bulan untuk biaya bermacam-macam. Inilah salah satu bentuk perbudakan modern. Pemerintah seharusnya menghapus praktik perbudakan ini,†ungkap analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo.
Pembicara lain adalah Direktur unic Jakarta Michele Zaccheo: Director and Representative Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (Unesco) di Jakarta Hubert Gijzen: Direktur Hak Asasi Manusia dan Kementerian Luar Negeri Muhammad Anshor dan Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Unpar Sylvia Yazid.
Wahyu juga mengemukakan, manifestasi perbudakan modern yang menonjol umumnya masih dilakukan negara di kawasan Timur Tengah. Contoh aktual adalah kasus yang menimpa Satinah, TKI yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
Satinah terpaksa berkelahi dengan majikannya sehingga sang majikan tewas. Bagi TKI, tentu tak ada yang mau bekerja di luar negeri kalau hanya untuk membunuh. Satinah mungkin bekerja dalam tekanan dari majikan.
Wahyu menyebutkan, konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengatur buruh bekerja paling lama delapan jam sehari. Namun, pembantu rumah tangga di Arab Saudi bekerja lebih dari delapan jam sehari, “PBB sedang mendorong negara di Timur Tengah menghentikan praktik menjerat warga asing dengan jalur keimigrasian,†ujarnya.
Negara memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi hak buruh migran. Pemerintah juga harus mengambil alih urusan buruh migran menjadi pelayanan publik sehingga biayanya menjadi murah.
Hubert menuturkan, bentuk baru perbudakan bertahan sampai hari ini dengan jumlah korban sekitar 21 juta orang di seluruh dunia. Perkiraan ILO, sekitar 56 persen korban perbudakan modern itu berada di kawasan Asia dan Pasifik.
“Marilah kita mengingat pelanggaran masa lalu dan mengintensifkan upaya untuk mengakhiri perbudakan pada masa kini,†ujar Michele Zaccheo.
Menurut Anshor, saat ini banyak bentuk perbudakan gaya baru. Seperti halnya pada masa lalu, praktik perbudakan saat ini tak bisa diterima lagi.
(Kps/d)