Jumat, 22 November 2024
Digagas Ditampilkan di London Fashion Week

Busana Ulos Batak Ditargetkan Tembus Pasar Internasional

* Catatan : Helman Tambunan SH - Wartawan SIB
- Selasa, 16 Februari 2016 13:00 WIB
2.678 view
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara (Taput) terus berbenah dalam mengangkat derajat kehidupan masyarakat, (ter) khusus tenunan ulos Batak yang dimodernisasi menjadi busana. Berbagai cara telah diupayakan, termasuk menampilkannya dalam even bergengsi Jakarta Fashion Week (JFW) 2016 di Senayan City, Jakarta Pusat, 26 Oktober 2015 lalu.

Dalam perhelatan akbar desainer terkemuka anak bangsa itu, busana ber-hijab kolaborasi ulos Batak tampil mengagumkan para undangan, yang turut disaksikan Ephorus HKBP, Pdt Willem TP Simarmata, para pecinta fashion Indonesia, termasuk para petinggi negeri. Pemkab yang bekerjasama dengan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Taput di bawah pimpinan Sartika Simamora SE yang tidak lain adalah istri Bupati Drs Nikson Nababan, menggandeng desainer kenamaan, Kursien Karzai.

Kursien Karzai merupakan perancang mode kebaya, busana pengantin, busana muslim atau  modest wear dan lainnya masuk dalam Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) DKI Jakarta. Dalam karirnya, Kursien  meraih  runner up Lomba Perancang Mode (LPM) Femina 2009. Karzai berhasil memadukan tenun ulos dengan gaya atau trend masa kini, yang enak dipakai, lembut dan nyaman dalam segala hal.

Jika tidak ada aral melintang, Pemkab juga akan menampilkan busana ulos Batak pada pagelaran Indonesia Fashion Week (IFW) yang rencananya diselenggarakan di Jakarta Convention Center, pada 10-13 Maret 2016 mendatang. Tidak hanya itu, wacana tampil di pusat fashion dunia, seperti  London dengan mengikuti London Fashion Week juga sedang digagas. Bahkan, Pemkab  sudah memulainya dengan mem-filmkan fashion perpaduan ulos Batak itu sebagai bagian dari promosi.

Kerja Keras

Setiap langkah yang dicapai dalam mengangkat maha karya perempuan Batak itu, tidak terlepas dari komitmen dan kerja keras yang menguras energi serta materi. Namun, harus diakui, tidak ada hasil yang baik tanpa keringat dan jerih payah. Demikian Sartika Simamora kepada wartawan di Tarutung, terkait mulai terangkatnya busana ulos Batak di mata penggiat fashion dalam beberapa bulan terakhir.

Sartika mengaku harus menguras energi, supaya setiap langkah yang dilakukannya beroleh hasil yang  maksimal. Menurutnya, tampil di Jakarta Fashion Week tidaklah sembarangan, namun pilihan, karena event itu ajang kreativitas yang akan membawa nama besar seorang desainer dengan fashion yang ditampilkan.
Wajar saja, karena acara itu juga diikuti para desainer papan atas Indonesia, dan juga dari sejumlah negara, serta diliput berbagai wartawan media lokal maupun luar negeri. Karenanya, Pemkab mengambil momen itu untuk mengeksplorasi sumber daya yang ada, supaya dikenal di Indonesia maupun dunia.

"Kami harus mengemas setiap performance yang kami tampilkan beroleh hasil yang baik, membuatkan selendang ulos Batak, dan berbagai souvenir yang menarik, semuanya berlatar memiliki ciri khas Tapanuli Utara," ungkap Sartika.

Lewat langkah yang diambil, niscaya busana ulos Batak mulai mendapat tempat di hati masyarakat. Tidak heran bila saat ini, produk home industri warisan leluhur yang sudah ratusan tahun itu digeluti masyarakat, kian banyak pesanan. Jika dulu para penenun ulos seakan "mati segan hidup tak mau" karena tenunannya dihargai murah, maka saat ini harganya mulai naik. Dan jumlah mereka juga berlomba-lomba untuk berkarya lebih banyak.

Penenun harus bekerja keras, bahkan untuk bisa menutupi kuota dalam kota. Bayangkan saja, sebanyak 6.600 (data 2011) lebih jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Pemkab Taput diwajibkan memakai baju dinas bercorak ulos Batak, tidak terkecuali Bupati dan Ketua PKK, meski memang hanya 2 hari dalam sepekan. Sudah barang tentu kebijakan itu berdampak besar bagi pekerja tenun, yang semakin memacu mereka untuk berkarya. Jika saja pakaian dinas itu dipakai untuk satu orang PNS, maka 6.600 ulos akan terjual setiap tahunnya.

Harapan dan Doa
Tercetusnya ide mengonversi ulos Batak menjadi busana Batak, berawal dari Sartika Simamora mendampingi suaminya, Nikson Nababan mengunjungi masyarakat ke desa-desa. Dari setiap pemukiman yang diinjak, ada saja penenun yang dijumpainya. Tetapi hatinya merasa miris, karena kehidupan para penenun tidak layak, bahkan anak-anaknya jarang yang bisa sekolah hingga perguruan tinggi.

"Saya mengajak mereka (penenun) untuk mengobrol, saya tanya semua, dari situ saya mulai bertekad untuk mengangkat kehidupan mereka, apalagi mereka semua perempuan-perempuan tangguh bagian dari Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang saya pimpin," kata Sartika.

Diungkapkan, ada 3000 penenun di Kabupaten Taput yang tersebar di seluruh desa, sangat membutuhkan perhatian. Dia mengaku akan menopang kehidupan mereka lewat konversi ulos ke busana. Jika selama ini kain kerajinan tangan itu hanya digunakan untuk keperluan adat Batak, maka ke depan akan bisa dipakai sehari-hari maupun dalam berbagai kegiatan acara resmi.

Dekranasda Kabupaten Taput digiatkan menjadi pusat kerajinan daerah dari berbagai produk. Khusus ulos Batak, Sartika membuka pelatihan menenun bagi perempuan yang dibentuk per desa. Pelatihan itu diharapkan menjadi cikal bakal lahirnya penenun profesional. Dekranasda juga sudah mewacanakan  dengan Pemkab untuk bekerjasama memberdayakan mereka lewat pemberian bantuan alat tenun, benang dan modal kerja ke depan.

Sartika mengungkapkan mimpinya yang akan menjadi kenyataan kelak bila semua sudah terealisasi.  Meski memang manusia hanya berencana dan Tuhanlah yang menentukan, namun dirinya yakin busana perpaduan ulos Batak akan tampil eksis ke depan, dan menjadi prospek pasar  yang menjanjikan bagi banyak orang. "Kalau rencana kita diawali dari doa, niscaya semua harapan kita akan menjadi kenyataan," tukasnya.

Jika selama ini, seperti kata pengacara Jakarta, Roder Nababan SH, pada acara adat Batak kerap terlihat perempuan maupun laki-laki Batak memakai pakaian produk luar seperti kebaya, songket, baju, dan sepatu, bahkan lagu yang dinyanyikan lagu luar "Mau Mere", maka ke depan diharapkan ada perubahan yang terlihat. Kebaya Batak, baju Batak, dan lagu-lagu Batak.

Pemkab Taput memang sudah memulainya, namun tenunan ulos Batak bukan hanya ada di Taput, melainkan daerah Tapanuli, mulai dari Toba Samosir, Samosir, Simalungun, Humbang Hasundutan. Jika saja semua pemerintahan ini bergandeng tangan memajukannya maka akan terjadi perubahan drastis bagi perekonomian masyarakat.

Artinya akan ada belasan ribu PNS yang memakai baju dinas dari ulos Batak. Belum lagi masyarakat awam yang tertarik karena membawa ciri khas ke-Batak-an. Maka peluang kerja akan meningkat, pedagang yang menjual pakaian dari ulos Batak akan bertumbuh, otomatis pengangguran akan berkurang dan perekonomian akan maju, serta masyarakat akan sejahtera. Bravo Taput, Bravo Batak. Semoga. (r)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru