Liburan ke Dieng, tentu tidak lengkap tanpa mencoba mie ongklok. Di Wonosobo, ada mie ongklok dengan resep yang diturunkan selama empat generasi. Sudah teruji!
Adalah Mie Ongklok Pak Slamet, biasa disapa dan dikenal demikian. Pria yang memiliki nama asli Erwin Sudiyanto ini sehari-harinya menjajakan mie ongklok di depan loket bus Sinar Jaya, Terminal Mandala atau Mendolo oleh lidah lokal.
Ditemui di rumahnya, Kamis (20/4), Slamet mengatakan bahwa ia mewarisi resep mie ongklok yang sudah diturunkan dari mbah buyutnya. Slamet pun merupakan generasi keempat pembuat mie ongklok asli Wonosobo.
"Belajar dari bapak, saya sudah generasi keempat, dari mbah buyut, mbah, bapak dan sekarang saya," kenang Slamet.
Layaknya mie ongklok pada umumnya, masakan mie buatan Slamet juga didominasi oleh kuah kental berbahan tepung kanji dengan campuran gula merah.
Menjadikan kuah kentalnya berwarna coklat menggoda.
Sejumlah sayuran segar seperti selada air, kol hingga daun kucai pun tak lupa ia sertakan. Tak lupa juga potongan tahu dan taburan bawang goreng di atas mie kuning cap telur yang sudah ternama.
Dalam proses pengolahannya, Slamet terlebih dulu memanaskan sayuran dengan kuahnya di atas sebuah wadah anglo berbahan tembaga. Sambil memanaskan kuah dan sayuran, tak lupa ia membakar sate sapi di anglo dalam gerobaknya.
Kodratnya, sate sapi memang menjadi lauk wajib yang disajikan saat menyantap mie ongklok. Aturan wajib yang agaknya sudah disetujui oleh para penyaji mie ongklok dari generasi ke generasi di Wonosobo.
"Kalau untuk sate saya ambil di bagian punuk sapi, tidak berserat dan tidak alot dagingnya," ujar Slamet.
Bagi traveler yang suka pedas, Slamet pun biasa menanyakan jumlah cabe yang diinginkan oleh pembeli. Untuk saya, tujuh cabe yang diulek langsung di mangkok pun menjadi pilihan.
Tidak perlu waktu lama bagi Slamet untuk membuat seporsi mie ongklok. Kurang lebih 10 menit, seporsi mie ongklok panas sudah tersaji di hadapan. Tampak jelas kuahnya yang kental dan tampilannya yang menggoda.
"Kalau kata bapak saya, jangan pernah ngurangin bumbu, mending naikin harga," kenang Slamet menirukan ucapan bapaknya yang kini alih profesi menjadi tukang mancing.
Sehari-harinya, Slamet membuka gerobak dagangannya di Terminal Mandala dari pukul 13.00-17.30 WIB. Kenapa bukanya sangat siang?
"Kalau di sini biasa orang makan mie ongklok di siang hari sama sore, biasanya begitu," jelas Slamet.
Ditambahkan Slamet, kalau ia biasa menjual sekitar 50 porsi mie ongklok setiap harinya. Di satu sisi, ia juga dibantu oleh adiknya yang berjualan mie ongklok keliling kampung. Kadang jika dagangan Slamet sudah habis, ia meminta gerobak adiknya untuk menggantikannya di terminal.
Bagi traveler yang tengah berkunjung ke Dieng dan ingin menikmati Mie Ongklok Slamet, seporsi mienya dijual dengan harga Rp 13 ribu termasuk sate daging.
(Detiktravel/d)