Jakarta (harianSIB.com)Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak (
Dittipid PPA) serta Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (
PPO)
Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (T
PPO) jaringan internasional yang mengirim pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal ke
Bahrain.
Kasubdit III Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Amingga Meilana Primastito, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/2/2025) dikutip dari Antara, menyampaikan bahwa dalam kasus ini pihaknya telah menangkap dan menahan tiga tersangka berinisial SG, RH, dan NH.
Menurut Amingga, ketiga tersangka memiliki peran berbeda yakni, SG berperan sebagai penghubung dengan pemberi kerja di Bahrain serta menerima uang dari korban. RH, selaku direktur lembaga pelatihan kerja (LPK), bertugas mengurus penerbitan paspor korban, menampung uang mereka, dan mengatur keberangkatan dan NH, yang merupakan staf LPK, bertanggung jawab atas pengurusan dokumen persyaratan kerja serta keberangkatan korban.
Baca Juga:
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari salah satu korban yang bekerja di Bahrain sebagai spa attendant. Pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh para pelaku sebelumnya, yaitu sebagai pelayan atau housekeeping hotel.
Dari pemeriksaan diketahui bahwa para pelaku merekrut korban melalui LPK dengan menawarkan pekerjaan di Bahrain.
Baca Juga:
Korban yang tertarik kemudian diminta membayar biaya keberangkatan sebesar Rp15 juta. Setelah itu, pelaku menyiapkan berbagai dokumen, seperti paspor, visa, dan tiket pesawat untuk memberangkatkan korban.
Amingga mengungkapkan, bahwa jaringan ini telah beroperasi sejak tahun 2022 dan meraup keuntungan hingga ratusan juta rupiah.
"Kami terus mengembangkan kasus ini dan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aliran dana para tersangka. Kami juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Divhubinter Polri guna mengungkap jaringan yang berada di luar negeri," ujarnya.
Dari tangan para pelaku, polisi menyita berbagai barang bukti, antara lain enam paspor, enam visa, enam kontrak kerja, tiga unit ponsel, satu laptop, dua buku tabungan, empat ATM, dan enam bundel rekening koran.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 81 dan Pasal 86 huruf (c) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Amingga pun mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang tidak jelas legalitasnya.
"Jangan mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan dari perekrut atau sponsor yang tidak memiliki izin resmi. Pastikan perusahaan penempatan memiliki legalitas yang jelas dan kontrak kerja yang sah agar hak-hak pekerja migran tetap terlindungi," ucapnya menegaskan.(*)
Editor
: Robert Banjarnahor