Medan (SIB)
Penasehat Hukum (PH) UD Naga Sakti Perkasa (NSP) Ranto Sibarani SH mendesak Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) agar segera melaksanakan gelar perkara, untuk kasus penggelapan dan penipuan melibatkan PT ABL. Gelar perkara sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 23-Maret dan 30-Maret-202, namun akhirnya batal dilaksanakan tanpa diketahui apa alasannya.
"Saya atas nama klien saya pemilik UD NSP Edwin mempertanyakan kenapa laporan UD NSP terhadap PT ABL terus ditunda gelar perkaranya tanpa penjelasan yang jelas. Ada apa ini sebenarnya," ujar Ranto Sibarani di Medan, Rabu (31/3) menyikapi dua kali penundaan gelar perkara oleh Poldasu.
Menurut Ranto pihaknya telah mendapat undangan pertama tanggal 23-Maret 2021 untuk menghadiri gelar perkara, namun diundur ke tanggal 30/03/2021 dan kemudian dibatalkan lagi.
"Saya berharap gelar perkara laporan UD NSP terhadap PT ABL menyangkut keterangan palsu di bawah sumpah (Pasal 242) segera dilaksanakan. Soalnya putusan PN Medan dan Mahkamah Agung Republik Indonesia sudah inkrach yang menvonis bebas Edwin. Dan putusan vonis PN Medan juga menguatkan bahwa PT ABL yang berutang kepada UD sebanyak Rp300 Juta lebih," tegas Ranto.
Disinggung tentang gugatan perdata yang dilakukan PT ABL terhadap UD NSP, Ranto menegaskan, bahwa dalam persidangan pemeriksaan tanggal 25/03/2021 lalu, saksi dari PT ABL telah mengakui bahwa PT ABL yang berutang kepada UD NSP. Oleh sebab itu, gugatan perdata yang dilakukan PT ABL terhadap UD NSP dinilai mengada-ngada karena dilakukan dengan bon kuning.
Ranto menyebut, dari proses pengadilan tahun 2019 kliennya Edwin ditahan selama 6 bulan, walau akhirnya dibebaskan hakim. Namun kerugian yang dia terima tidak sebatas materi semata. Yang fatal akibat Edwin ditahan, istrinya mengalami depresi sehingga harus keguguran anak pertama mereka.
"Sekarang, semua apa yang telah dialami klien saya dan keluarganya, mana tanggung-jawab PT ABL yang telah menuduh Edwin melakukan penggelapan. Ternyata semua penggelapan itu sepenuhnya dilakukan General Manager PT ABL HL alias Ahui. Untuk perbuatannya itu, Ahui divonis 1 tahun 6 bulan pada persidangan yang baru lalu," ujar Ranto.
Sebelumnya di hadapan anggota DPRD Sumut Brillian Moktar dan Harun selaku tokoh masyarakat Medan Johor, PT ABL pernah menyatakan ingin berdamai dan akan membayar Rp 50 juta, namun Edwin menolaknya.
"UD NSP akan membuat laporan ke Polda Sumut terkait salah satu laporan Komisaris PT ABL di Polres Batubara yang diduga laporan palsu," kata Ranto.
Menurutnya, perseteruan UD NSP dengan PT ABL bermula saat UD NSP mengorder kertas pembungkus nasi melalui managernya Himawan Loka. Sebaliknya PT ABL mengorder barang dari UD NSP seperti tisu, pipet, tusuk sate, kotak sterofoam dan lain-lain.
Tahun 2014-Juli 2015 pembayaran PT ABL kepada UD NSP masih lancar, tapi sejak Agustus 2015-2018 PT ABL tidak lagi membayar barang yang diambil dari UD NSP dengan alasan bon merah dari UD NSP saat itu tidak ada.
"Tahun 2016 UD NSP menghubungi Direktur PT ABL berinisial AS tapi tidak ditanggapi. Kemudian Edwin menanyakan hal itu ke Manager PT ABL Himawan Loka dan Edwin diminta sabar karena bon merah masih dicari bagian administrasi berinisial Lan. Hubungan dagang tetap berjalan sampai Maret 2018. Tiba-tiba awal Maret 2018 pemilik UD NSP, Edwin dilaporkan oleh salah satu komisaris PT ABL Rusli alias Bengkok di Polres Batubara atas dugaan penggelapan yang dilakukan UD NSP terhadap PT ABL.
Edwin terkejut atas laporan di Polres Batubara tersebut. Sebagai warga negara yang baik, Edwin datang memenuhi panggilan Polres Batubara tanggal 12/03/2018. Anehnya, sesudah UD NSP dilaporkan tanggal17/03/2018 dimasukkan lagi kertas pembungkus nasi ke toko UD NSP. Ini membuat UD NSP dan juga penyidik Polres Batubara menjadi bingung.
"Makanya pada waktu itu UD NSP menanyakan langsung sama penyidik Polres Batubara apakah boleh diterima barang tersebut, padahal UD NSP sudah dilaporkan atas dugaan penggelapan. Kemudian pihak Polres Batubara menyarankan agar menerima barang tersebut, sehingga ada bukti bahwa pembukuan PT ABL yang tidak beres. Kemudian kasus ini di-SP3 pihak Polres Batubara," tuturnya.
Kemudian Edwin, tetap mengejar tagihan ke PT ABL melalui Himawan Loka. Anehnya Edwin malah dilaporkan lagi atas kasus yang sama yaitu penggelapan di Polrestabes Medan bulan April 2018. Edwin pun akhirnya melaporkan PT ABL di Polda Sumut bulan Mei 2018 atas dugaan penggelapan yang dilakukan Manager PT ABL terhadap dirinya.
"Kasus tersebut bergulir sampai persidangan dimana Edwin diputus bebas oleh majelis hakim dan diperkuat Mahkamah Agung RI juga menjatuhkan vonis bebas terhadap Edwin. Sedangkan Manager PT ABL Himawan Loka akhirnya divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Penundaan Disebabkan Banyak Hal
Sementara itu ketika dikonfirmasi SIB tentang alasan penundaan itu, Kasubbid Penmas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan hanya menjelaskan gelar perkara ditunda karena banyak sebabnya.
Menurutnya, kemungkinan saksi-saksi yang diundang berhalangan hadir, bisa juga Kanit yang menangani kasus itu yang berhalangan hadir disebabkan sesuatu hal.
"Iya, banyak sebabnya gelar perkara di Polda Sumut ditunda, mungkin saksi yang diundang berhalangan hadir atau Kanit nya juga yang berhalangan, maka gelar perkaranya ditunda" kata mantan Kapolres Nias Selatan itu kepada SIB, Senin (5/4). (Rel/R8/A18/f)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak