Yogyakarta (SIB)
Pro-kontra mengonsumsi e-cigarette dan vape, sedang menjadi perbincangan. Ada yang menilainya lebih aman dari konsumsi rokok konvensional, ada pula yang menyebutkan berbagai bahaya yang mengiringi. Bahkan PP Muhammadiyah telah mengharamkannya.
Ikhvan F Yudhistira (22 tahun), anggota Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) dan komunitas vape Emy serta Tesla Yogya, mengetahui adanya pro-kontra tersebut. Dia juga bisa memahami hal-hal dari sudut pandang masing-masing yang mempersoalkannya.
"Unsur membahayakan yang dimaksud masih subjektif. Menggunakan vape memang lebih berbahaya dari pada tidak menggunakan sama sekali. Kalau dibandingkan lebih berbahaya dengan rokok konvensional, saya rasa, vape belum bisa dianggap lebih berbahaya," ujarnya saat berbincang seperti dikutip dari detikcom, beberapa waktu lalu.
Dia mengakui sejauh ini memang masih banyak perdebatan terkait tingkat membahayakan antara rokok konvensional dan vape. AVI pun membuka diskusi dan sosialisasi. "AVI melakukan diskusi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menanggulangi penggunaan dan risiko rokok konvensional," tuturnya.
Ikhvan menegaskan, keluarnya fatwa haram vape sekalipun, tidak akan banyak mempengaruhi orang untuk berhenti atau tetap menghisap vape. "Meski sudah ada fatwa dan regulasi dari komunitas, semuanya kembali pada penggunanya masing-masing," ujarnya.
Sam Reza Muhammad (24 tahun), pengguna vape, juga berpendapat serupa. Menurutnya, meski fatwa haramnya vape sudah muncul, kontrol terbesar masih berada pada pengguna.
"Kalau orang ingin berhenti vaping, dia akan memutuskan untuk menjauh dari vape. Kalaupun fatwa haram ini sudah ditentukan, ketika orang ingin vaping, ia tetap saja melakukannya," ujarnya.
Reza justru mengingatkan pemerintah agar memperketat cara memperoleh vape. "Alih-alih ada fatwa ini, lebih baik perketat regulasi agar vape tidak bisa diperoleh anak di bawah delapan belas tahun," tambahnya.
Pendapat lain datang dari pengguna vape yang lainnya, Ahmad Reftal Rahmawan (21 tahun). "Secara pribadi, aku belum menemukan fakta yang mencegahku untuk tidak vaping. Walaupun begitu, aku tidak menolak adanya pernyataan haramnya vape," jelasnya.
Lain halnya dengan Respati Mohammad (25 tahun) eks pengguna vape. Dia tidak mempermasalahkan munculnya fatwa haram oleh organisasi tertentu. Namun dia yakin, seseorang mengambil keputusan terus atau berhenti menghisapnya.
Bagi Respati, fatwa ini tidak begitu berdampak baginya. Sebab, dia memang sudah tidak menggunakan vape sejak 2017. "Karena aku sudah setop, aku tidak perlu mulai lagi," tutupnya. (detikcom/c)
Sumber
: Hariansib edisi cetak