Jakarta (SIB)-
Tak diragukan jika stres bisa berdampak buruk bagi perkembangan anak nantinya. Namun, studi baru yang dilakukan American Psychosomatic Society menemukan stres berdampak lebih buruk ketimbang perkiraan sebelumnya.
Meliisa Bright selaku ketua studi di University of Florida’s Institute of Child Health Policy mengatakan bahwa anak-anak yang memiliki banyak pengalaman buruk berisiko tinggi mengalami gangguan mental, fisik, dan penurunan kemampuan belajar.
"Pengalaman buruk pada anak tak hanya kekerasan saja, tapi pertengkaran dan perceraian orang tua bahkan kesulitan ekonomi cenderung membuat anak mengalami minimal satu gangguan tersebut. Tapi yang paling penting, imun anak-anak yang mengalami hal itu sangatlah rendah," terang Melissa seperti dikutip dari Medical Daily, Senin (17/3).
Dalam studinya, Melissa dan tim mengkaji data dari 96.000 anak di Amerika Serikat lengkap dengan berbagai pengalaman buruk yang dialami. Dari hasil studi, peneliti menghubungkan pengalaman buruk yang disebut sebagai stres kronis bisa menjadi racun bagi pikiran dan tubuh.
"Akibatnya terjadi perubahan neuroendokrin tubuh sehingga sistem imun menurun dan anak jadi mudah sakit-sakitan karena pengalaman buruk pada anak bisa mempengaruhi kesehatannya secara holistik. Meskipun, pengalaman buruk itu tidak berhubungan secara langsung," papar Melissa.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), stres memang bagian normal dari kehidupan seseorang. Tapi, khususnya anak-anak, jika mereka tidak bisa mengorganisir stresnya maka akan menyebabkan gangguan perkembangan awal otak yang berpengaruh pada fungsi sistem saraf dan kekebalan tubuh. Stres di masa kanak-kanak bisa menyebabkan masalah kesehatan di kemudian hari termasuk depresi, sakit jantung, gangguan makan, dan penyakit kronis lain.
Pada dasarnya, ada tiga jenis stres yakni stres respons positif yang terjadi dalam waktu singkat dan normal misalnya takut saat bertemu orang asing. Kedua, stres respons toleransi misalnya terkena bencana alam atau kehilangan orang yang disayangi. Kemudian yang ketiga dan paling buruk adalah stres beracun yaitu ketika anak mengalami kesulitan berkepanjangan yang mempengaruhi sistem kerja tubuh dan pikirannya.
"Stres beracun seperti pelecehan bisa mengganggu sirkuit otak. Tingginya hormon kortisol bisa merusak sistem imun dan hippocampus. Maka dari itu penting bagi orang tua untuk mengidentifikasi jika ada perubahan pada anak sehingga bisa dilakukan intervensi agar gangguan ini tidak terjadi," pungkas Melissa.
(dth/ r)
Simak berita lainnya di Harian Umum Sinar Indonesia Baru (SIB).
Atau akses melalui http://epaper.hariansib.co/ yang di up-date setiap
hari pukul 13.00 WIB.