Jumat, 10 Januari 2025

Ngupil Sembarangan ? Waspadai Risiko Kerusakan Otak dan Alzheimer

Robert Banjarnahor - Rabu, 08 Januari 2025 12:25 WIB
69 view
Ngupil Sembarangan ? Waspadai Risiko Kerusakan Otak dan Alzheimer
Foto: Freepik/Seva Levitsky
Ilustrasi kebiasaan mengupil
Jakarta (harianSIB.com)
Mengupil sering dianggap sebagai kebiasaan yang tidak berbahaya. Namun, penelitian dari Griffith University di Queensland, Australia, menunjukkan bahwa kebiasaan ini dapat membawa risiko serius bagi kesehatan otak.

Melansir Medical News Today, dikutip dari CNBC Indonesia, mengupil bisa menjadi salah satu faktor risiko dalam perkembangan Alzheimer. Studi pada tikus yang diterbitkan di Nature Scientific Reports mengungkapkan bahwa kerusakan pada rongga hidung dapat memungkinkan bakteri masuk ke otak melalui saraf penciuman.

Sesampainya di otak, bakteri tersebut dapat memicu pengendapan protein beta amiloid, yang berpotensi menyebabkan perkembangan penyakit Alzheimer (AD). Protein beta amiloid membentuk plak yang dikaitkan dengan gejala AD, seperti kehilangan ingatan, gangguan bahasa, dan perilaku yang tidak terduga.

Baca Juga:

Hidung ke otak: jalur langsung

Saraf penciuman mengarah langsung dari rongga hidung ke otak. Oleh karena itu, bakteri yang memasuki saraf penciuman dapat melewati sawar darah-otak yang biasanya mencegahnya mencapai otak.

Baca Juga:

Penelitian yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa Chlamydia pneumoniae, bakteri yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia, menggunakan jalur ini untuk mendapatkan akses ke sistem saraf pusat.

Sel-sel di otak merespons invasi C. pneumoniae dengan menyimpan protein beta amiloid. Protein beta amiloid menumpuk menjadi plak yang merupakan ciri khas penyakit Alzheimer.

Prof. James St John, kepala Clem Jones Centre for Neurobiology and Stem Cell Research, Griffith University, Brisbane adalah penulis pembimbing penelitian tersebut.

"Penelitian lain menunjukkan bahwa Chlamydia pneumoniae terdapat dalam plak Alzheimer pada manusia (menggunakan analisis post-mortem). Namun, tidak diketahui bagaimana bakteri tersebut sampai di sana, dan apakah mereka menyebabkan patologi AD atau hanya terkait dengannya," kata Prof. St John kepada Medical News Today.

"Penelitian kami pada tikus menunjukkan bahwa bakteri yang sama dapat dengan cepat naik ke saraf penciuman dan memicu patologi yang mirip dengan AD," ungkapnya.

Menghubungkan bakteri, virus, dan gangguan otak

Studi ini melengkapi bukti dari beberapa studi sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan antara patogen dan demensia.

Pada tahun 2008, sebuah studi menunjukkan bahwa infeksi C. pneumoniae dapat memicu penyakit Alzheimer yang muncul pada usia lanjut. Studi lain pada tahun 2010 menghubungkan infeksi C. pneumoniae dengan patogenesis Alzheimer, menemukan bahwa C. pneumoniae, endapan amiloid, dan jalinan neurofibrilar berada di dalam otak.

Prof. St John percaya bahwa bukan hanya C. pneumoniae yang dapat memicu Alzheimer.

"Kami melihat ada banyak mikroorganisme yang berpotensi menyebabkan timbulnya AD. Misalnya, virus herpes simpleks terlibat dalam beberapa studi. Dan mungkin saja hal itu memerlukan [suatu] kombinasi mikroba dan genetika. Kita semua memiliki bakteri/virus di otak kita, tetapi kita tidak semua terkena AD, jadi mungkin kombinasi mikroba dan genetika yang menyebabkan patologi dan gejala," ujarnya.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru