Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali mengusulkan dua perkara tindak pidana umum (pidum) untuk dihentikan penuntutannya dengan menerapkan pendekatan keadilan restorative atau restorative justice (RJ).
Kedua usulan itu disetujui JAM- Pidum (Jaksa Agung Muda Pidana Umum) Kejagung RI Dr Fadil Zumhana, Selasa (31/5/2022).
Menurut Kajati Sumut Idianto SH MH melalui Kasipenkum Kejati Sumut Yos A Tarigan SH MH dalam siaran persnya via aplikasi pesan, Rabu (1/6/2022), usulan penghentian penuntutan kedua perkara itu berasal dari Kejari Deliserdang dan Kejari Gunungsitoli.
Sebelum disetujui penghentiannya, kata Yos, terlebih dahulu dilakukan ekspose (gelar perkara) secara online kepada JAM-Pidum oleh Kajati Sumut Idianto, didampingi Aspidum Arip Zahrulyani, SH MH, Kajari Gunungsitoli Damha, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto, Kasi Oharda Zainal, Kasi Penkum Yos A Tarigan dari Kejati Sumut, serta diikuti secara virtual oleh Kajari Deliserdang Dr Jabal Nur, Kasi Pidum Kejari Deliserdang dan Kejari Gunungsitoli.[br]
Kedua perkara yang diusulkan penghentiannya yaitu, tersangka Yudi Ramadani (34 tahun) dalam perkara pencurian yang disangka melanggar pasal 367 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Menurut Kasipenkum, Yudi Ramadani melakukan pencurian dalam keluarga dengan korban orang tuanya sendiri Wagimin (58 tahun).
Antara pelaku dan korban sudah berdamai dengan saling memaafkan dan korban telah mencabut laporannya di Polsek Beringin.
Kemudian, tersangka Yanto Firman Laoli alias Ama Andes dengan korban Femina Yerni Zebua alias Ina Andes, yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
"Tersangka Yanto Firman Laoli melakukan penganiayaan dengan cara mendorong korban dengan dua tangan sampai korban terjatuh.
Kemudian meninju bibir sebelah kiri korban sebanyak satu kali menggunakan tangan kanan. [br]
Korban telah memaafkan tersangka dan dilakukan perdamaian tanpa syarat disaksikan penyidik Polres Nias, Kepala Desa, tokoh masyarakat dan keluarga," kata Yos Tarigan.
Dijelaskannya, alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan RJ, berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
Kemudian, antara tersangka dan korban masih mempunyai hubungan keluarga dan ada kesepakatan berdamai.
Tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. (BR1)