Medan (harianSIB.com)
Jampidum (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum) Kejagung, Dr Fadil Zumhana menyampaikan, jumlah perkara narkotika di seluruh Indonesia setiap tahunnya mencapai 131.421 orang terpidana dari 272.332 orang terpidana.
Penyumbang terbesar kasus di lembaga pemasyarakatan (LP) diisi para pelaku penyalahgunaan narkotika. Konsep pemidaan yang diterapkan selama ini berjalan sesuai UU Nomor 35 Tahun 2009 yang penyelesaiannya cenderung banyak dilimpahkan ke proses pengadilan.
Hal itu diinformasikan Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam siaran persnya yang diterima wartawan termasuk jurnalis Koran SIB Martohap Simarsoit, via aplikasi WA, Rabu (27/4-2022).
Disebutkannya, Jampidum menyampaikan hal itu dalam mengawali pengarahannya melalui zoom meeting, Selasa (26/4/2022), tentang Balai Rehabilitasi Perkara Narkotika kepada Kajati, Wakajati, Asisten Intelijen, Asisten Tindak Pidana Umum, para Kepala Seksi(Kasi), Jaksa Fungsional pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum, para Kajari, para Kasi Tindak Pidana Umum dan Jaksa Fungsional pada Seksi Tindak Pidana Umum serta Kasi Barang Bukti.
Jampidum, kata Kapuspenkum, menyampaikan pengarahan tersebut sesuai arahan Jaksa Agung RI yang tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
“Masih banyak hambatan untuk melakukan proses rehabilitasi para pecandu dan pengguna narkotika, karena masih banyak oknum penegak hukum yang bermain dalam penanganan kasus penyalahgunakan kasus narkotika tersebut. Kurangnya integritas dan profesionalisme para penegak hukum, menegaskan istilah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas merupakan sindiran nyata bagi keadilan di negeri ini.†ujar Jampidum.
Menurut Jampidum, sistem peradilan saat ini masih pada pola pikir lama yaitu semangat untuk memenjarakan para pelaku yang sebenarnya belum patut untuk menerima hukuman tersebut. Pelaku penyalahgunaan narkotika adalah salah satu contoh kesalahan penanganan perkaranya, di mana seharusnya pelaku tersebut dapat diproses rehabilitasi.
“Kejaksaan mengeluarkan Restorative Justice terhadap tindak pidanapenyalahgunaan narkotika merupakan bentuk reorientasi dalam kebijakan penanganan kasus tersebut. Kejaksaan akan mendorong optimalisasi proses rehabilitasi dibanding proses pemenjaraan terhadap pelaku,†ujar Fadil Zumhana.
Atas dasar hal tersebut, pembentukan balai rehabilitasi merupakan tindakan nyata sebagai sarana menampung para pecandu narkotika di seluruh Indonesia, serta dapat menjadi solusi dari persoalan LembagaPemasyarakatan di seluruh Indonesia yang cenderung over capacity.
Jampidum menyampaikan penyuluhan terkait regulasi dalam prosesrehabilitasi akan disampaikan kepada seluruh Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri di Indonesia sebagai pedoman tata cara melakukan rehabilitasi dalam bentuk video animasi dan buku peraturan yang berlaku. (*)