Medan (harianSIB.com)
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Kajagung, Dr Fadil Zumhana menyetujui 8 (delapan) permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau restorative Justice(RJ), setelah dilakukan ekspose (gelar perkara) dalam pertemuan secara virtual,Jumat (22/4/2022),yangdihadiri,Jampidum, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator, Kajati, Kajari dan Kacabjari (Kepala Cabang Kejaksaan Negeri) yang mengajukan permohonan restorative.
Menurut siaran pers Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana via aplikasi WA kepada wartawan termasuk Jurnalis Koran SIB Martohap Simarsoit, Sabtu (23/4-2022),ke 8 (delapan) berkas perkara pidana umum(Pidum) yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif tersebut adalah,tersangka Krisyanto alias Anto yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan dan tersangka Relian alias Reli keduanya dari Cabjari Donggala di Sabang yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman serta tersangka Musran dari Kejari Morowali yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Lalu tersangka I Jasri A Manggi alias Dadank dan tersangka II Jupril Landjong dari Cabajari Buol di Paleleh yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, serta Tersangka I Riski Prayoga Bin Robal Asnadi dan Tersangka II REZA ANUGRA SAPUTRA BIN SAMUS IRIANTO dari Kejari Muara Enim yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
Selanjutnya tersangka Pirtiyani Binti Ajam(Alm) dari Kejari Penukal Abab Lematang Ilir yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Tersangka Lahmayawati M Yusuf binti M Yusu dari Kejari Ogan Ilir yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Kemudian, tersangka I HENDRI SAPUTRA Bin HASYIM, Tersangka II INDI YUDINTIRO BinSUPRIYANTO, Tersangka III ELDI PRASETYO BIN MISWADI, dan Tersangka IV MIZBAKHUL ANAM Bin SUPRIYANTO yang disangka melanggar Kesatu pasal 76C jo Pasal 80 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Kedua pasal 170 ayat (2) ke 1 atau Ketiga pasal 170 ayat (1) KUHP.
Menurut Kapuspenkum, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; telah dilaksanakan proses perdamaian dan tersangka telah meminta maaf dan korban sudah menerima permohonan maaf; tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Kemudian proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar dan pertimbangan sosiologi, yaitu masyarakat merespon positif.
Disebutkan,dalam perkara tersangka Musran, tersangka dalam keadaan panik karenamendengar kabar dari ayahnya bahwa sang ibu sedang dalam keadaan sakit.Atas dasar itu, tersangka membawa motor milik korban tanpa izin untuk melihat ibunya yang sakit di daerah Bungku Tengah serta tersangka telah mengembalikan sepeda motor milik korban pada esok harinya.
Bukan Menghentikan Tapi Memulihkan
JAMPidum Fadil Zumhana mengingatkan, penyetujuan pemberian restorative justicesejatinya bukan untuk menghentikan perkara namun semangatnya adalah memulihkan keadaan saksi korban. “Karena penghentian itu ranahnya tidak cukup bukti, sedangkan perkara yang diajukan dalam restorative justice sudah memiliki cukup bukti dan P-21. Maka, setelah disetujui pemberian restorative justice, Jaksa Agung melalui JAMPidum menggunakan hak oportunitas untuk tidak melimpahkan perkara ke pengadilan,†ujar JAMPidum.
JAMPidum mengatakan, yang ingin dibangun adalah keseimbangan dalam kehidupan masyarakat untuk tidak berhadapan dengan hukum yaitu denganmembuat permasalahan hukum menjadi lebih baik, treatment-nya lebih sehat, tidak memidana namun memulihkan. Ini filosofis restorative justice yang harus didalami ujarnya.
Selanjutnya, JAMPidum memerintahkan kepada Kajari dan Kacabjari untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan KeadilanRestoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(*)