Medan (harianSIB.com)
Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Medan, Immanuel Tarigan memvonis Albert Kang dengan pidana kurungan selama 15 hari.
Jurnalis Koran SIB Rido Sitompul melaporkan, Hakim menilai pengusaha asal Medan ini bersalah melakukan tindak pidana memakai tanah Royal Sumatera tanpa izin.
"Menyatakan terdakwa Albert Kang terbukti bersalah melakukan tindak pidana memakai tanah tanpa izin yang berhak. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana kurungan selama 15 hari," vonis hakim dalam sidang, Senin (15/11/2021).
Mendengar vonis tersebut, tanpa pikir panjang terdakwa langsung menyatakan banding. "Banding yang Mulia," kata Albert.
Menanggapi putusan tersebut, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Razman Arif Nasution, mengatakan akan mengadukan hakim Immanuel ke Mahkamah Agung, karena menilai putusan yang diberikan tidak mencerminkan keadilan dan mengabaikan fakta-fakta persidangan.
"Kalau di Polda Aceh ada penyidik yang dicopot, kalau di Kejaksaan Aceh ada penyidik yang dicopot. Maka ini hakimnya akan berurusan dengan hukum, kami akan melaporkan yang bersangkutan karena mengabaikan fakta-fakta persidangan," kata Razman.
Razman mengaku baru kali ini mendengar ada Hakim secara terang benderang mengatakan menguasai tanpa izin, maka dilakukan tindak pidana.
"Pertanyaannya, izinnya ada," cetus Razman usai sidang
Apalagi, kata Razman, di persidangan sebelumnya telah dihadirkan ahli Prof Edy Warman yang pada pokoknya mengatakan jika menyangkut masalah perizinan maka masuk ke ranah perdata, bukan tindak pidana.
Selain itu, kata Razman, apabila pihak Royal Sumatera membutuhkan jalan atau konstruksi lain di tempat yang sudah dikelola Albert, maka sesuai kesepakatan yang ada pihak Royal dapat merobohkannya secara langsung.
"Nah kenapa poin ini tidak digunakan? Ini tipiring sampai harus dihukum selama 15 hari. Untuk dia saja menerima hukuman percobaan kita tidak terima, ini sampai 15 hari urgensinya apa? Ya sudah silakan robohkan, buat apa disomasi. Jadi mereka sebenarnya yang melanggar kesepakatan mereka," ucapnya.
Sementara itu, Penasehat Hukum Albert Kang lainnya, Junirwan juga membeberkan diduga terdapat kesalahan fatal yang dilakukan PN Medan dalam mengadili perkara itu.
"Pengadilan Negeri Medan kecolongan, klien saya tidak pernah diperiksa melanggar Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No 51 Tahun 1960 seperti yang diucapkan putusannya oleh Hakim tadi," beber Junirwan.
Dijelaskannya, Albert Kang diperiksa sebagai tersangka melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi Milik Perusahaan.
"Di sini saya lihat pengadilan kecolongan di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), Albert diperiksa sebagai tersangka melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1960 tentang Nasionalisasi Perusahaan. Harusnya berkas ini dikembalikan jangan diperiksa, sebab ternyata undang-undangnya beda dengan pasal yang dituduhkan," katanya.
Junirwan menegaskan pihaknya akan melakukan banding atas vonis 15 hari penjara tersebut. Junirwan mengatakan pihaknya punya bukti autentik BAP Albert Kang untuk dibawa ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
"Kita lakukan upaya banding bahwa telah terjadi kejadian yang luar biasa seperti ini. Mungkin bagi polisi tidak masalah, tapi bagi pengadilan harusnya berkas ini jangan diperiksa. Karena klien saya tidak pernah diperiksa sebagai tersangka penyerobotan tanah, tapi diperiksa sebagai tersangka pasal 52 peraturan pemerintah, saya ada bukti autentik BAP," pungkasnya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Dr H Ediwarman turut berkomentar atas putusan tersebut.
"Saya melihat dari konteks normanya karena inikan didakwa pasal 6 dan itu tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin. Sedangkan pak Albert ada izin. Kalau ada izin penempatan pasal itu tidak tepat. Dan lagi dalam izin sebutkan jika Royal Sumatera memerlukan tanah tersebut dapat melakukan pembongkaran dan ini tidak dilakukan," kata Edi.
Ia menilai bisa saja Hakim ada keraguan dalam memutus perkara ini. Hal tersebut katanya dapat dilihat dari hukuman 15 hari kurungan.
"Nampak ada keraguan Hakim dalam membuat suatu keputusan, maka pak Albert mengajukan banding. Jika kita melihat ada suatu keanehan dalam putusan itu kita juga bisa mengajukan Hakim tersebut ke Komisi Yudisial, itu hukuman paling ringan," katanya.(*)