Jakarta (SIB)- Setelah melalui beberapa kali persidangan di Pengadilan Tata Usaha Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Majelis Hakim akhirnya menolak gugatan yang diajukan kubu Rachmawati Soekarnoputri, terkait larangan penayangan film Soekarno. Dengan penolakan tersebut, majelis hakim juga mencabut putusan sementara tertanggal 11 Desember 2013 dan menyatakan, film dimaksud tetap bisa diputar, karena tidak terbukti mengandung dua adegan yang dipermasalahkan putri Bung Karno.
Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Suwidya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/1), melalui penetapan Nomor 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 7 Januari 2014.
Dalam putusannya, juga dibahas pelaksanaan serta argumentasi para pihak atas Penetapan Sementara tertanggal 11 Desember 2013, yang sebelumnya memerintahkan penghentian penayangan film Soekarno, khusus pada adegan tangan polisi militer berkali-kali menampar Soekarno hingga terjatuh dan adegan popor senjata ke wajah Soekarno. "Keputusan ini putusan final yang berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun, sebagaimana ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI (Perma) Nomor 5 Tahun 2012," ujar Majelis Hakim Suwidya.
Penetapan final tersebut, lanjutnya, merupakan inti pembatalan Penetapan Sementara tanggal 11 Desember 2013 dan tidak lagi memerintahkan penghentian penayangan film Soekarno. Artinya, film tersebut bisa beredar luas di masyarakat.
Adapun yang menjadi pertimbangan majelis hakim yang menolak penghentian pemutaran film Soekarno yang diajukan kubu Rachmawati itu, salah satunya film yang diproduksi PT Tripar Multivison Plus besutan Sutradara Hanung Bramantyo ini, terbukti tidak mengandung kedua adegan yang dilarang oleh Penetapan Sementara pada tanggal 11 Desember 2013 lalu.
Dengan ditolaknya gugatan Rachmawati Soekarnoputri oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tata Niaga, pihak Hanung Bramantyo dan juga PT Trivar Multivision Plus mengaku senang dan mengapresiasikan keputusan tersebut. Menurutnya, hukum telah memberi perlindungan bagi karya seni yang dibuat dengan itikad baik. "Sejak awal klien kami berniat mengangkat kebesaran sang proklamator, sehingga adegan-adegan tersebut tidak ada dalam film Soekarno yang notabene telah dinyatakan lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film (LSF)," kata Rivai, kuasa hukum Hanung Bramantyo, Rabu, (8/1), seperti disiarkan SCTV.
Putusan final tersebut merupakan jawaban atas simpang siur yang terjadi di masyarakat akibat keterangan yang tidak sesuai fakta atas film Soekarno. "Semoga dengan adanya Penetapan Final ini, maka kesimpangsiuran di masyarakat berakhir dan seluruh masyarakat dapat menikmati karya seni anak bangsa yang dibuat dengan melibatkan tiga ribu artis atau figuran dari berbagai suku bangsa," harapnya.
(T/r9/q)