London
(harianSIB.com)
Para pemimpin Eropa pada Minggu (2/3) bersatu memberikan
dukungan kepada Ukraina dalam pertemuan puncak atau
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di London,
Inggris.
Pertemuan 18 negara bersekutu itu digelar dua hari usai
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky adu mulut dengan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Oval Office, Gedung Putih, AS, Jumat (28/2).
Baca Juga:
Seharusnya, Zelensky dan Trump membicarakan kesepakatan mineral yang akan ditandatangani kedua belah pihak. Namun karena keduanya terlibat adu mulut, maka kesepakatan urung dilakukan.
Meski demikian, para pemimpin Eropa ketika mengikuti pertemuan puncak di London, mereka berjanji untuk memberikan lebih banyak dana keamanan dan menyusun koalisi guna mempertahankan gencatan senjata di Ukraina.
Baca Juga:
Dikutip dari kantor berita AFP pada Senin (3/3),
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dalam wawancara sebuah surat kabar, Perancis dan
Inggris ingin mengusulkan gencatan senjata parsial selama satu bulan.
PM
Inggris Keir Starmer mengatakan,
Inggris, Prancis dan negara-negara lain akan bekerja sama dengan Ukraina dalam rencana untuk menghentikan pertempuran, yang kemudian akan mereka sampaikan ke Washington.
Pertemuan di London tersebut terjadi pada saat sulit bagi Ukraina yang dilanda perang. Selain itu, Ukraina juga sedang menghadapi ketidakpastian dukungan dari AS.Pertikaian Trump dengan Zelensky juga menimbulkan pertanyaan baru mengenai komitmen AS terhadap NATO.
Starmer mengatakan, Eropa berada di persimpangan sejarah. "Ini bukan saatnya untuk bicara lagi, saatnya bertindak. Sudah saatnya untuk maju dan memimpin serta bersatu dalam rencana baru untuk perdamaian yang adil dan abadi," jelas Starmer.
Menurut dia, tanpa jaminan atau keterlibatan AS, maka Eropa akan melakukan pekerjaan yang cukup berat.
"Beberapa negara siap membantu mempertahankan gencatan senjata," tambah dia tanpa menyebut nama mereka.
Macron, dalam wawancara dengan surat kabar Prancis Le Figaro mengatakan, dia dan Starmer sedang mengupayakan gencatan senjata selama satu bulan di Ukraina, yakni di udara, di laut, dan di infrastruktur energi.
Ketika ditanya tentang rencana tersebut oleh BBC, dia menjawab: "Saya mengetahui semuanya".
Sementara itu ketika di London, Zelensky disambut hangat oleh banyak pempimpin dunia di KTT tersebut. Selain menghadiri pertemuan puncak keamanan, Zelensky juga bertemu dengan Raja Charles III di perkebunannya di Sandringham.
Sambutan di London sangat kontras ke resepsinya di Gedung Putih. Sebab, Trump menuduh Zelensky tidak cukup bersyukur atas bantuan AS dan tidak siap untuk berdamai dengan Rusia.
Cekcok Zelensky-Trump yang dipertontonkan di depan kamera media AS dan internasional menimbulkan kekhawatiran, Trump ingin memaksa Kyiv membuat kesepakatan damai sesuai keinginan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Meski demikian, usai pertemuan puncak di London itu, kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen memperingatkan, Eropa harus segera mempersenjatai diri untuk bersiap menghadapi yang terburuk.
Perdana Menteri Polandia Donald Tusk meminta Amerika Serikat dan Eropa untuk menunjukkan kepada Putin bahwa Barat tidak berniat menyerah.
Starmer dan Macron menyatakan, siap mengerahkan pasukan
Inggris dan Prancis ke Ukraina guna membantu menjaga gencatan senjata.
Susun Rencana
Para pemimpin Eropa sepakat menyusun rencana perdamaian untuk Ukraina dan membawanya ke Amerika Serikat (AS). Langkah ini diharapkan dapat memastikan jaminan keamanan bagi Kiev.
Perdana Menteri (PM)
Inggris Keir Starmer menyampaikan inisiasinya pada Minggu (2/3), dan menyebutnya sebagai langkah konkret untuk menahan agresi Rusia.Kesepakatan ini lahir dalam pertemuan puncak di London, hanya dua hari setelah
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berselisih dengan Presiden AS Donald Trump dan mempercepat kepulangannya dari Washington.
Melihat ketidakpastian dukungan AS, Eropa ingin memperkuat posisinya dengan meningkatkan anggaran pertahanan dan membangun strategi yang dapat diterima Washington. Pertemuan itu pun dihadiri PM Kanada, Justin Trudeau.
"Ini bukan saatnya untuk bicara lagi. Saatnya bertindak, memimpin, dan bersatu dalam rencana baru untuk perdamaian yang adil dan abadi," kata Starmer, seperti diberitakan Reuters.
Perlu Dipaksa
Terpisah dilaporkan, Kremlin atau istana kepresidenan Rusia menuduh
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak menginginkan perdamaian. Hal ini disampaikan Kremlin menyusul adu mulut antara pemimpin Ukraina tersebut dan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih.
"Dia tidak menginginkan perdamaian. Seseorang harus membuatnya menginginkan perdamaian. Jika Eropa yang melakukannya, semua pujian untuk mereka," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov kepada wartawan, dilansir kantor berita AFP, Senin (3/3).
Peskov menyebut, pertemuan publik yang penuh amarah antara Trump dan Zelensky pada hari Jumat lalu, sebagai "peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya".
Dia pun menyalahkan Zelensky, yang menurutnya "menunjukkan kurangnya kemampuan diplomatik."
Peskov mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengetahui apa yang terjadi, dan mengatakan hal itu membuktikan pandangan Rusia tentang konflik itu benar.
Dia menyarankan bahwa sekutu Eropa juga harus menenangkan Trump, dengan mengatakan "seseorang harus melakukan upaya yang cukup besar dalam dialog dengan Washington, untuk entah bagaimana membatalkan residu yang tidak menyenangkan, yang tidak diragukan lagi masih ada di Gedung Putih setelah berbicara dengan Zelensky".
Dalam situasi ini, "jelas upaya Washington saja dan kesiapan Moskow saja tidak akan cukup", kata Peskov. (**)