Jakarta (harianSIB.com)
Kementerian
Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) telah menindak ratusan
narapidana yang diduga
mengendalikan narkoba dari dalam
lapas. Narapidana itu dipindah ke
lapas super-maximum security atau
lapas dengan pengamanan yang super ketat.
"Pada saat ini kami sudah memindahkan pelaku dan bandar narkoba yang diduga melakukan mengendalikan peredaran kejahatan narkotika dari dalam
lapas, ada 302 yang kami pindahkan ke
lapas super maximum security yang ada di
Nusakambangan," ujar Menteri Imipas
Agus Andrianto dalam jumpa pers bersama
Menko Polhukam Budi Gunawan di Mabes Polri, Jakarta, seperti dilansir Harian SIB, Kamis (5/12).
Baca Juga:
Agus menegaskan akan terus mengusut kasus peredaran narkoba dalam
lapas. Dia memastikan kasus ini diusut hingga tuntas.
Selain itu, Agus mengatakan kolaborasi dan kerja sama antar-kementerian/lembaga juga akan terus berlanjut. Dia berharap Indonesia bisa bebas dari narkoba seperti yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga:
"Ini akan terus berlanjut, dan sudah disampaikan Bapak Menko Polkam dan Kapolri, bahwa kolaborasi dan sinergi antarlembaga akan terus kita gunakan, dan upaya untuk sukseskan desk pemberantasan narkoba ini bisa memberikan kontribusi bagi cita-cita Bapak Presiden mewujudkan Indonesia bebas dari narkoba," ucapnya.
Sebelumnya, viral di media sosial memperlihatkan salah satu ruang tahanan warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Tanjung Raja, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan (Sumsel), sedang pesta minuman keras, narkoba, dan menghidupkan musik remix. Rekaman tersebut viral di media sosial.
Terlihat belasan
narapidana (napi) laki-laki berjoget sambil mendengarkan musik remix. Kemudian, ada juga WBP sambil bermain handphone (HP), dan ada yang diduga sedang menggunakan narkoba jenis sabu.
Kepala Pengamanan Lapas Tanjung Raja Ogan Ilir Ade Irianto membenarkan kejadian yang viral di medsos itu. Namun Ade mengatakan kejadian tersebut sudah lama dan video itu kembali viral sekarang.
"Kejadiannya sekitar akhir Agustus 2024 lalu dan sempat naik di medsos juga waktu itu, namun sudah kita tindak lanjuti," ujarnya, Rabu (12/11).
Kemudian, baru-baru ini juga kasus yang sama mencuat. Dua kurir sabu di Jember diringkus. Kedua kurir ini melakukan aksinya diduga dikendalikan seorang
narapidana (napi) Lapas Kelas IIA Jember.
"Tersangka yang pertama kami tangkap adalah RR. Kemudian kami melacak melalui ponsel hingga akhirnya juga berhasil menangkap tersangka MD. Baik RR mau pun MD merupakan warga Kecamatan Kaliwates," kata Kasat Narkoba Polres Jember Iptu Sugeng Iryanto, Jumat (2/12).
Nonaktifkan 14 Petugas
Agus Andrianto juga mengatakan telah memecat belasan petugas lembaga pemasyarakatan (
lapas) karena para petugas itu lalai dalam menjalankan tugas. Mereka yang dipecat berasal dari beragam level jabatan.
"Kepada anggota yang lalai atau mungkin bahkan sengaja atau mungkin terlibat, sudah ada 14 petugas pemasyarakatan yang kami nonaktifkan," kata Menteri
Imigrasi dan Pemasyarakatan,
Agus Andrianto, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (5/12).
Agus merespons pertanyaan wartawan mengenai adanya peredaran narkoba dan penyalahgunaan narkoba di dalam
lapas. Agus mengaku selalu memantau dan mengklarifikasi informasi dari media massa, kabar dari masyarakat, hingga laporan dari jajarannya.
Sebanyak 14 petugas
lapas tersebut kini telah dinonaktifkan. "Terdiri daripada ada yang ka
lapas (kepala
lapas), ada yang karutan (kepala rumah tahanan), ada KPLP (Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan), bahkan ada pegawai daripada sipir yang terlibat di dalamnya," kata Agus.
Kasus yang mencuat mengenai
lapas narkoba baru-baru ini datang dari Jakarta. Ada tujuh tahanan dan
narapidana kabur dari Lapas Salemba. Mereka adalah Murtala dan kawan-kawannya yang kabur lewat gorong-gorong pada 12 November pagi hari. Karutan Narkoba Salemba dan KPLP Salemba telah dinonaktifkan oleh Agus.
Dari wartawan, Agus juga mendapatkan informasi mengenai adanya penyalahgunaan narkoba di sel Jember, Jawa Timur.
"Kepada yang terlibat baik pesta sabu, kejadian yang di Jember tadi diinformasikan, mereka ditempatkan pada tempat penghukuman khusus. Kemudian kepada mereka tidak diberikan haknya berupa remisi sesuai yang diamanatkan undang-undang," kata Agus. (**)