Jakarta (SIB)Kepolisian sedang mengusut kasus operasi sedot lemak di Depok yang diduga berujung pada kematian seorang selebgram asal Medan bernama
Ella Nanda Sari Hasibuan. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (
PB IDI) ikut menyampaikan tanggapan terkait kasus itu.
Melalui jumpa pers secara daring bertemakan 'Mengenal Prosedur
Sedot Lemak' seperti dilansir Harian SIB, pada Rabu (31/7),
PB IDI menghadirkan
Dr Moh Adib Khumaidi, SpOT selaku
Ketua Umum PB IDI dan
Dr Qori Haly, SpBP-RE sebagai Ketua Perhimpunan
Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi Estetik Indonesia cabang Jabodetabek Banten sekaligus anggota Bidang Kajian Sejarah & Kepahlawanan Dokter
PB IDI. Di awal diskusi, Adib meminta publik untuk lebih menyadari pentingnya riset sebelum mengambil keputusan terutama terkait dengan kesehatan.
Sebagai catatan,
PB IDI belum memegang hasil forensik terkait kasus di Depok tersebut. Diskusi kali ini hanya memberikan gambaran umum mengenai sedot lemak. Adib sendiri mengawali diskusi dengan menyoroti keprofesian dokter.
Baca Juga:
"Bagaimana cara untuk mengetahui dokter itu asli atau palsu? Jadi kalau kita mau bicara tentang dokternya, maka kita bicara--apalagi sekarang model searching Google bisa kita ketahui sebenarnya--tentang kualifikasi, kompetensi. Kan di kita (
PB IDI) sudah ada data-data yang menyebutkan apakah dia kompetensinya seperti apa," ucap Adib.
Namun dalam kasus di Depok, Adib menghindarkan diri menjawab tentang kompetensi dokter yang menangani operasi sedot lemak itu karena memang proses hukum sedang berlangsung di kepolisian. Dalam diskusi ini, Adib mengedukasi publik untuk lebih perhatian dalam melakukan riset.
Baca Juga:
"Kami nggak bisa mengatakan ini punya kompetensi apa tidak, masyarakat bisa menanyakan pada yang punya otoritas, yaitu konsil kedokteran, apakah si dokter tersebut mempunyai kewenangan di dalam melakukan pelayanan. Mohon maaf apalagi sekarang, no viral, apa ya. Kayak 'oh itu viral, berarti bagus'. Hati-hati. Kalau viral berarti bagus itu belum tentu. Jangan juga yang mencari kata teman atau dari mulut ke mulut. Tolong cari referensi di konsil (Konsil Kedokteran Indonesia/KKI)," jelas Adib.
"Ini kan tindakan yang bukan emergency, jadi nggak perlu terburu-buru," lanjut Adib.
RisikoSedot LemakDi sisi lain Qory memaparkan terkait proses sedot lemak. Menurutnya, proses itu bukan tentang menurunkan berat badan.
"Sedot lemak (liposuction) itu fungsinya untuk membentuk tubuh atau body countouring. Jadi liposuction bukan cara instan menurunkan berat badan. Walaupun menghilangkan lemak bisa menurunkan timbangan berat badan," kata Qori dalam paparannya.
Dia juga mengingatkan bahwa sedot lemak juga mengandung risiko yang terbagi dua: risiko segera dan risiko lambat.
Risiko segera liposuction yakni penumpukan cairan (seroma), infeksi, kebal rasa dan toksisitas lidocaine. Sedangkan risiko lambatnya yaitu kulit bergelombang, kerusakan jaringan lunak, menembus rongga/organ, emboli lemak, gangguan jantung dan ginjal.
Terkait dengan kasus yang terjadi di Depok, dia mengungkap ini termasuk risiko organ. Sebab, pasien mengalami pecah pembuluh darah.
"Memang ada risiko, mengenai organ-organ penting, salah satunya pembuluh darah," ujarnya.
Meninggal Usai Sedot LemakSebelumnya, Polres Metro Depok tetap mengusut kasus tersebut meski pihak keluarga belum lapor polisi. Kasus tersebut diusut dengan laporan polisi (LP) Model A, yaitu laporan yang dibuat oleh anggota Polri yang menduga adanya tindak pidana.
Kakak korban, Okta Hasibuan, menjelaskan Ella pergi ke klinik kecantikan untuk sedot lemak. Ella sempat dilarikan ke rumah sakit (RS) untuk mendapatkan tindakan medis.
"Jadi Ella itu berangkat pada 22 Juli 2024 pada hari Senin pagi dengan flight pertama, dari Kualanamu menuju Bandara Soekarno-Hatta. Sampai di sana, dia dijemput driver langganan, dia sudah pesan dan diantarlah dia ke klinik di Depok. Nah, sampai di situ dia jam 11-12 siang," jelas Okta, dilansir detikSumut.
Polisi mengungkap, Ella pecah pembuluh darah hingga meninggal dunia saat operasi sedot lemak di klinik kecantikan di Depok, Jawa Barat. Polisi mendalami kelalaian dokter terkait hal tersebut.
"Ini masih didalami, kalau kelalaian kita masih dalami, kan prosedurnya ada," kata Arya.
Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok menyebutkan WSJ Clinic hanya memiliki izin Klinik Pratama dan keluar tiga hari sebelum kejadian tewasnya Ella.
"Jadi izin klinik atau sertifikat standar itu sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Depok yang melalui DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) tertanggal 19 Juli 2024. Jadi, kalau ditanyakan sudah ada izin kliniknya atau belum, berarti sudah keluar izin klinik," kata Kadinkes Depok Mary Liziawati kepada wartawan di kantornya, Depok, Selasa (30/7).
Mary mengatakan Klinik WSJ mengajukan izin untuk membuka klinik, namun dalam sertifikat standar itu tidak disebutkan klinik kecantikan. Dalam izinnya, Klinik WSJ diberi izin klinik pratama. (**)