Jakarta (SIB)Kejaksaan Agung (
Kejagung) RI melakukan diskusi dengan
Dewan Pers dan sejumlah awak media. Diskusi ini membahas tentang
perlindungan hukum bagi
jurnalis dari tindak kekerasan dan intimidasi dalam pelaksanaan peliputan.
Dalam diskusi ini, seperti dilansir Harian SIB, Ketua
Dewan PersNinik Rahayu menjelaskan catatan laporan soal kekerasan terhadap
jurnalis. Sejak Januari hingga Juni 2024, Ninik mengatakan, sudah menerima 28 laporan kekerasan terhadap
jurnalis.
Dia mengungkap model dari kekerasan yang diterima pun beragam. Dia pun berharap diskusi bersama aparat penegak hukum, dalam hal ini
Kejagung RI dapat meningkatkan sinergisitas utamanya dalam perlindungan terhadap kerja
jurnalis. Dia pun mendukung agar proses penegakan hukum dapat terus dilakukan.
Baca Juga:
"Saya kira kita harus mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti kasus kekerasan yang dialami wartawan, siapa pun pelakunya. Karena, kalau ini dibiarkan, ini akan berpotensi akan ada kekerasan yang berulang," kata Ninik dalam acara diskusi di kantor
Kejagung RI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/7).
Dia menekankan, tidak ada pembenaran terhadap tindak kekerasan kepada
jurnalis. Dia pun menyebut, ada mekanisme hak jawab yang diberikan oleh media terhadap pemberitaan yang dinilai kurang tepat.
Baca Juga:
"Kedua, teman-teman wartawan dalam mencari berita dan lain-lain, tolong dihormati bahwa mereka sedang bekerja. Jangan dirusak alat kerjanya, jangan dihambat, jangan dihalang-halangi. Secara bersamaan, saya juga mengimbau kepada teman-teman wartawan bekerja secara profesional dan beretika," jelas Ninik.
"Ini kerja bersama. Karena apa?
Wartawan sedang menjalankan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan, publik ingin tahu semua yang dilakukan negeri ini, gitu ya. Apakah itu dilakukan pemerintah, lembaga penegak hukum atau apa yang dilakukan lembaga legislatif bahkan masyarakat," pungkasnya.
Sementara itu, Kapuspenkum
Kejagung RI Harli Siregar mengatakan, fenomena kekerasan terhadap
jurnalis memang menjadi perhatian. Sebabnya, kata dia, sengaja melakukan diskusi ini agar terjadi kolaborasi maupun bentuk sinergisitas
Kejagung RI dengan insan pers.
"Tentu ke depan, sesuai dengan harapan dari
Dewan Pers, akan ada tindak lanjut dari
Dewan Pers dengan kejaksaan dalam konteks bagaimana membangun kerja sama kolaborasi dan sinergi terkait dengan kerja-kerja teman-teman pers," ujar Harli.
Jangan Halangi
Wartawan SIB dari Jakarta melaporkan, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) mencatat, mulai Januari 2014-Desember 2023 terdapat 620 kasus. Kasus kekerasan yang dialami wartawan tercatat mulai dari Sumatera hingga Papua. Jenis kekerasannya antara lain pelarangan liputan, kekerasan fisik, ancaman, pemanggilan klarifikasi dari polisi, kekerasan berbasis gender. Kemudian teror dan intimidasi, penuntutan hukum, pelecehan, hingga serangan digital.
Pelakunya pun beragam, mulai dari advokat, akademisi, apara pemerintah, birokrat, DPR/DPRD, hakim, jaksa, kader Parpol, Ormas, pelajar, pekerja, perusahaan hingga Polisi, TNI, Satpol PP dan warga.
Menurut Ninik, kerja
jurnalis itu memberikan pengetahuan, pemahaman, hiburan, kritik sosial, dan membangun daya kritis intelektual publik. Apa yang diinginkan publik belum tentu yang dibutuhkan, di situ pentingnya pers.
Karena itu, sambungnya, diingatkan seluruh pihak agar jangan menghalangi karena wartawan dalam mendalami suatu kejadian atau apapun itu yang berguna bagi masyarakat dalam memperoleh informasi.
"Jangan mencoba menghalangi wartawan dalam mencari informasi," pungkasnya.
Pilar KeempatSementara itu, Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Prof Dr Reda Manthovani menilai pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara.
"Kebebasan pers tidak terelakkan lagi merupakan suatu unsur penting dalam pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan. Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara," kata Reda Manthovani saat menyampaikan sambutannya pada acara Media Gathering dengan tema "Perlindungan Hukum bagi Jurnalis dari Tindak Kekerasan dan Intimidasi dalam Pelaksanaan Liputan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (24/7).
Oleh karena itu, JAM-Intelijen beranggapan bahwa sudah seharusnya jika pers sebagai media informasi dan juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan profesi kewartaannya. Hal ini penting untuk menjaga objektivitas dan transparansi dalam dunia pers, sehingga pemberitaan dapat dituangkan secara sebenar-benarnya tanpa ada rasa intimidasi.
JAM-Intelijen juga mengungkapkan bahwa nilai-nilai kebebasan pers sudah diakomodir dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28 F, UUD 1945. Oleh karena itu, negara telah mengakui bahwa kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan berpikir merupakan bagian dari perwujudan negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.
"Rekan-rekan pers juga patut bersikap secara baik dan benar sesuai ketentuan dalam melaksanakan tugasnya, karena perlu disadari bahwa insan pers tetaplah warga negara yang juga tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Bagaimanapun juga asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law tetap berlaku terhadap semua warga negara Indonesia termasuk para wartawan, yang notabene adalah insan pers," imbuhnya.
Meskipun diberikan kebebasan, Manthovani turut mengingatkan bagi seluruh insan pers untuk tetap menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pers. Hindari pemberitaan yang memiliki muatan fitnah dan hoaks, karena tentu juga ada ancaman pidana atas hal itu. Oleh karenanya ia berharap agar insan media dapat melaksanakan tugas dan fungsi sebagai media dan pers secara bertanggung jawab.
PRIHATINKasus pembakaran rumah wartawan Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu di
Karo, Sumatera Utara yang menewaskan Sempurna dan 3 anggota keluarganya juga menjadi perhatian dari JAM-Intelijen.
Jamintel mengaku turut prihatin dan menyampaikan simpati atas kejadian yang dialami para rekan-rekan media belakangan ini. Seperti contohnya pembakaran rumah
jurnalis oleh oknum, pemukulan wartawan saat mencari informasi serta beberapa kejadian lainnya yang merupakan intimidasi dan ancaman bagi para rekan media.
"Tentu Kejaksaan hadir dan turut memberikan perlindungan dengan menegakkan hukum yang seimbang dan adil serta mengutamakan kepentingan korban. Insan media juga merupakan warga negara yang harus diberikan
perlindungan hukum serta dijamin mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang dijalani, sehingga sebagai representasi dari negara, Kejaksaan hadir untuk mewujudkan keadilan itu," ujarnya.
Tak Akan LindungiTerpisah, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menegaskan tidak akan melindungi oknum TNI yang terlibat dalam pembakaran rumah wartawan Tribrata TV di Kabupaten
Karo.
Maruli meminta oknum yang terlibat pembakaran rumah wartawan hingga menewaskan Rico Sempurna Pasaribu, istri, anak dan cucunya, diproses hukum yang berlaku.
"Karena kami juga ngapain ngelindungin pelaku-pelaku begituan. Justru kalau kami ada yang berbuat salah, kita kasih aja dihukum, ngapain pusing," ujar KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak di Mabes TNI AD, Jakarta Pusat, Senin (22/7).
Mantan Pangkostrad ini justru merasa rugi bila TNI melindungi anggotanya yang terlibat kejahatan. Menurut Maruli, perbuatan oknum TNI itu sangat jahat sekali.
"Apalagi jahat begitu, bakar begitu ya kan. Terus saya lindung-lindungin, ya rugilah," ucap Maruli.
LaporkanSebelumnya, keluarga wartawan bernama Rico Sempurna Pasaribu melaporkan seorang anggota TNI AD dari Batalyon Infantri Simbisa 125 Kabanjahe ke Pusat Polisi Militer TNI AD (Puspomad) di Gambir, Jakarta Pusat.
Oknum anggota TNI itu dilaporkan ke Puspomad karena diduga menjadi salah satu dalang dari tewasnya Rico bersama keluarga di dalam rumah yang terbakar.
Menurut kuasa hukum keluarga Rico, Irfan Saputra, HB beberapa kali diberitakan oleh Rico lantaran diduga terlibat dalam aktivitas perjudian di lingkungan TNI.
Berita itu pun meluas hingga membuat oknum TNI itu meminta pihak media tempat Rico bekerja untuk menurunkan berita tersebut.
"Ada juga percakapan tentang adanya telepon beberapa kali dari yang kita laporkan ini yang diduga anggota TNI itu kepada pimrednya (Rico) untuk melakukan takedown kepada pemberitaan yang sebelumnya dilakukan," kata Irfan Saputra di Puspomad, Gambir dilansir Antara, Jakarta Pusat (12/7).
Dalam peristiwa kebakaran yang terjadi Kamis dini hari (27/6) tersebut menewaskan empat orang yakni, Rico Sempurna Pasaribu, Efprida Boru Ginting (istri), Sudiinveseti Pasaribu (anak), dan Lowi Situngkir (cucu). (**)