Jakarta (SIB)
Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan vonis etik terhadap Kepala Rutan (Karutan) KPK, Achmad Fauzi terkait kasus pungutan liar atau pungli di Rutan KPK. Dewas KPK menjatuhkan vonis sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung," kata Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/3).
Achmad Fauzi terbukti melanggar Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021 di Pasal 4 huruf b. Dewas menyatakan Fauzi melakukan penyalahgunaan wewenang dalam melakukan tugas jabatan.
"Dan tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan dan atau pejabat yang berwenang," katanya.
Dewas KPK juga merekomendasikan Fauzi untuk dijatuhkan hukuman secara disiplin kepegawaian.
"Merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada terperiksa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Pungli di Rutan KPK ini terjadi terstruktur sejak 2019. Besaran uang pungli yang didapat mencapai Rp 6,3 miliar.
Sebanyak 15 orang pegawai KPK kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Para tersangka ini dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Tiga 'bos' pungli yang disidang etik, Rabu (27/3) adalah Karutan KPK Achmad Fauzi, Plt Karutan KPK Ristanta, dan Koordinator Kamtib Rutan KPK Sopian Hadi. Dewas KPK awalnya menjelaskan aliran uang yang diterima oleh Ristanta. Para pelaku menerima aliran uang pungli dari Rp 30 hingga Rp 70 juta.
"Untuk Ristanta yang diakui hanya Rp 30 juta, padahal yang lainnya mengatakan lebih sebenarnya dari Rp 30 juta," kata anggota Dewas KPK, Albertina Ho.
Albertina mengatakan, proses pemeriksaan etik di Dewas KPK memiliki keterbatasan dalam pengusutan aliran uang. Namun, dari serangkaian pemeriksaan itu, Dewas meyakini ada uang pungli rutan yang diterima Ristanta sebesar Rp 30 juta.
"Karena kami etik keterbatasan tidak bisa cek sana, cek sini, tidak bisa melakukan upaya paksa dan lain-lain, kita mengatakan di situ dia menerima paling tidak minimal Rp 30 juta untuk Ristanta," jelas Albertina.
Dewas juga mengungkap aliran uang yang diterima pelaku Sopian Hadi. Koordinator Kamtib Rutan KPK ini mengakui menerima pungli sebesar Rp 70 juta.
"Untuk Sopian Hadi itu penerimaan yang diakui hanya Rp 70 juta, tapi kalau dari saksi-saksi lebih dari 70 juta," katanya.
Temuan berbeda didapat Dewas KPK saat mendalami aliran uang yang diduga diterima Karutan KPK Achmad Fauzi. Albertina mengatakan dari hasil pemeriksaan pihaknya tidak menemukan transaksi uang terkait pungli rutan di rekening Fauzi.
Namun hasil pemeriksaan etik menyatakan Achmad Fauzi terbukti lalai dan mendiamkan pungli yang sudah berlangsung lama di Rutan KPK.
"Tapi yang menjadi catatan penting di sini Karutan ini tahu ada pungutan liar itu sehingga majelis mempertimbangkan sebagai Karutan, Achmad Fauzi, ini melakukan pembiaran. Di situ yang bersangkutan disalahkan secara etik," papar Albertina.
Tak Temukan
Meski begitu, Dewas KPK tidak menemukan ada aliran dana kepada Achmad Fauzi.
"Untuk Achmad Fauzi yang Karutan sekarang itu gimana? Itu memang untuk di Dewas kita belum menemukan aliran uang yang langsung melalui rekening," kata Albertina.
Albertina mengatakan Dewas menemukan bukti pelanggaran etik lain yang dilakukan Fauzi. Pelaku dinilai telah lama mengetahui soal adanya pungli di Rutan KPK dan tidak melakukan tindakan.
Albertina menyebutkan ada pertemuan antara Achmad Fauzi dan 'Lurah' atau pegawai Rutan KPK yang bertugas mengumpulkan uang dari tahanan.
"Di dalam pertimbangan di situ dipertimbangkan bahwa Achmad Fauzi ini sejak awal bertugas di KPK sudah pernah melakukan pertemuan dengan yang diistilahkan lurah dan sudah ada komunikasi di situ di rutan ini ada pungutan-pungutan yang dibagikan," tutur Albertina.
Menurut Albertina, dalam pertemuan yang terjadi di rumah makan daerah Tebet pada 2022, Fauzi sempat ditanya oleh para pelaku pungli Rutan KPK terkait kelanjutan praktik tersebut. Fauzi, menurut Albertina, mengizinkan perbuatan itu dilakukan, namun harus secara hati-hati.
"Lalu pada waktu itu ditanyakan kepada yang bersangkutan apakah ini diteruskan? Lalu yang bersangkutan menjawab saya juga memahami keadaan teman-teman tidak mau istilahnya mematikan rezeki yang penting hati-hati. Dalam pertemuan itu juga ditanyakan bapak perlu berapa, kemudian beliau waktu itu menyampaikan untuk sekarang tidak membutuhkan," ungkap Albertina.
Perbuatan itu dinilai Dewas KPK sebagai pelanggaran etik. Sebagai Karutan, Fauzi dianggap membiarkan praktik pungli terjadi di Rutan KPK.
"Dalam pemeriksaan Dewas tidak menemukan transfer-transfer melalui rekening. Dan dari lurah-lurah pun belum menyerahkan langsung kepada Karutan. Tapi yang menjadi catatan penting di sini Karutan ini tau ada pungutan liar itu sehingga majelis mempertimbangkan sebagai Karutan, Achmad Fauzi, ini melakukan pembiaran. Di situ yang bersangkutan disalahkan secara etik," papar Albertina.
Achmad Fauzi hari ini dijatuhkan vonis etik sanksi berat. Dia diminta melakukan permintaan maaf secara terbuka. (**)