Medan (SIB)
Polisi terus menyelidiki perambahan Arboretum yang diduga berada dalam kawasan Boswosen di Desa Merek, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.
Hal tersebut dinyatakan Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi menanggapi berita desakan Bupati Karo agar polisi menyelidiki SK bukti kepemilikan kawasan tersebut yang terbit pada koran SIB, Rabu (27/3).
"Polisi sedang menyelidiki kasus ini. Polisi dalam proses penyelidikan berkoordinasi dengan Pemda serta pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) XV dan turun bersama ke lokasi kejadian," ujar Hadi, Rabu (27/3) sore.
Hadi menambahkan, polisi telah memeriksa dan meminta keterangan dari berbagai pihak terkait penanganan kasus itu.
"Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap pekerja yang melakukan penebangan kayu, kepala desa dan pemeriksaan terhadap pihak KPH XV selaku ahli," imbuhnya.
Lanjutnya lagi, polisi mengundang pengurus Desa Merek namun tidak hadir.
"Polisi mengundang 5 orang Pengurus Tim Desa Merek namun kelimanya tidak hadir," jelas Hadi.
Hadi berjanji penanganan kasus ini bisa segera tuntas termasuk permintaan Bupati Karo, Cory Sriwaty Sebayang untuk mengusut SK kepemilikan hutan yang dirambah.
"Polisi masih terus mendalami proses semuanya," pungkas Hadi.
Sebelumnya diberitakan harian SIB, Kamis (21/3) perambahan hutan mulai marak dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab di Karo. Di antaranya perambahan hutan di kawasan Hutan Arboretum di Desa Merek, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.
Diketahui hutan Arboretum ditumbuhi berbagai pohon yang ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan. Juga merupakan salah satu lingkungan yang menjadi tempat atau habitat beberapa fauna.
Informasi lain yang diperoleh di lapangan, perambahan di kawasan Hutan Arboretum tersebut terjadi mulai awal Maret 2024.
"Ada perambahan hutan di kawasan Hutan Arboretum di Desa Merek yang telah berlangsung awal Maret 2024. Dan telah ditebang sekitar 1 hektare. Dan sebagian kayunya sudah ada yang keluar dari titik lokasi," ungkap seorang warga bermarga Munthe kepada wartawan di Merek, Jumat (14/3).
Ia menjelaskan, penebangan itu sama sekali tidak memiliki izin hanya didasari Surat Keterangan Tanah (SKT) yang terbit pada Juli Tahun 2014 diterbitkan oleh Kepala Desa setempat pada saat itu. (**)