Sabtu, 15 Maret 2025

Gagal Lagi ke Senayan, PSI Dinilai Belum Punya Branding yang Jelas

Redaksi - Sabtu, 23 Maret 2024 09:39 WIB
326 view
Gagal Lagi ke Senayan, PSI Dinilai Belum Punya Branding yang Jelas
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Dua kali ikut pemilu, PSI gagal lagi lolos ke Senayan. Partai yang dipimpin Kaesang Pangarep itu dinilai belum punya branding yang jelas. 
Jakarta (SIB)
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) gagal lagi mendapatkan kursi di DPR RI di Pemilu 2024. Di kali keduanya ikut pemilu, partai pimpinan Kaesang Pangarep itu hanya bisa mengumpulkan 4,2 juta suara atau 2,81 persen suara nasional.
Sementara itu, menurut UU Pemilu Nomor 7/2017, partai harus memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) empat persen untuk bisa lolos ke Senayan.
Kegagalan PSI kali ini cukup ironis karena partai berlambang mawar putih itu tercatat sebagai parpol dengan pengeluaran dana kampanye terbesar ketiga di Pemilu 2024. PSI menghabiskan uang Rp80 miliar untuk kampanye.
Pengeluaran kampanye PSI itu bahkan mengalahkan partai-partai besar lainnya seperti NasDem, PKB, PKS, dan Demokrat. PSI hanya dikalahkan PDIP di posisi pertama dan Gerindra di posisi kedua.
Apalagi, PSI juga kerap membawa-bawa nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika berkampanye. Foto Jokowi terpampang di baliho PSI yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Selain itu, PSI pun memakai istilah 'Jokowisme'
Peneliti Charta Politika Ardha Ranadireksa mengatakan, ada faktor lain yang harus dipenuhi partai untuk bisa lolos ke parlemen. Ia menegaskan dana besar bukan solusi tunggal.
Ia menjelaskan, partai harus punya infrastruktur politik dan jejaring yang kuat hingga di tingkat daerah serta ideologi yang jelas. Menurut Ardha, PSI belum mampu memenuhi tiga kriteria tersebut.
"PSI ini saya lihat dia belum punya branding yang jelas. Saya pikir infrastruktur partai belum terbentuk secara mengakar di masyarakat juga," kata Ardha, Jumat (22/3).
Ardha berpendapat belum terlihat ada caleg PSI yang benar-benar punya kiprah politik di daerah. Nama-nama besar yang saat ini ada pun hanya bergema di kota besar.
"Adanya di kota-kota besar yang sudah punya nama seperti Grace (Grace Natalie), Isyana (Isyana Bagoes Oka), Ade (Ade Armando. Tapi yang lain kita enggak pernah dengar, apalagi masyarakat awam," tuturnya.
Ia pun mencontohkan parpol-parpol yang lolos ke parlemen, seperti PDIP, Golkar, dan Gerindra, punya jejaring yang kuat di daerah serta punya branding yang jelas. PDIP misalnya, dikenal sebagai partai 'wong cilik' dengan ideologi marhaenisme.
"PDIP kan masyarakat tahu ideologis marhaen-nya, merakyat. Kita bisa gambarkan parpol itu secara singkat seperti itu. Golkar, top of mind masyarakat saja kan bisa dibaca, partainya Soeharto. Gerindra partainya Prabowo, seperti itu," kata dia.
Selain itu, kata dia, sosok Jokowi juga belum bisa mendongkrak suara PSI secara signifikan. Menurut Ardha, Jokowi masih lekat dengan PDIP.
"Harus hitung juga bicara namanya Jokowi relatif sepertinya gerbong terbesarnya PDIP waktu itu sebelum Oktober 2023. Dengan status Jokowi masih kader dan segala macam. Dengan angkat nama PSI melalui Jokowi ini menurut saya agak sulit," ucapnya.
Ardha pun menyimpulkan cara PSI di Pemilu 2024 dengan membakar uang besar hingga membawa nama Jokowi sekadar jalan pintas untuk mendongkrak suara. Sementara itu, infrastruktur PSI di daerah belum cukup kuat untuk membawa PSI hingga ke DPR.
"Ini jalan pintas yang ditempuh ini belum bisa, ya sayang sekali dana besar seperti itu melakukan jalan pintas di politik sulit untuk di dapat," kata Ardha.
"Masih banyak faktor yang harus di lihat. PSI juga parpol yang masih muda juga dibanding kakak-kakaknya yang lain," ucapnya. (**)


SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru