Kamis, 19 Desember 2024
Sering Diintimidasi dan Dianiaya

300 KK Warga Kampung Kompak Desa Sampali Jadi Korban Mafia Tanah

* Dukung Gebrakan Menteri ATR/BPN “Gebuk” Mafia Tanah
Redaksi - Sabtu, 23 Maret 2024 09:01 WIB
816 view
300 KK Warga Kampung Kompak Desa Sampali Jadi Korban Mafia Tanah
(Foto: SIB/Piktor Sinaga)
KONDISI RUMAH WARGA: Ketua paguyuban warga Kampung Kompak Jalan H Anif Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Freddy Panjaitan didampingi warga menunjukkan kondisi rumah warga yang dihuni sekira 300 KK , Jumat (22/3).
Medan (SIB)
Salah satu kelompok masyarakat yang menjadi korban mafia tanah di Kampung Kompak di Jalan H Anif Desa Sampali Kecamatan Percut Sei Tuan menyambut gembira atas terobosan yang dilakukan Menteri ATR/BPN dalam mengungkap praktek mafia tanah di tanah air .
Kampung Kompak yang berada di lahan eks HGU PTPN II yang dihuni sekira 300 KK serta telah membangun rumah sekira 15 tahun lalu itu sangat berharap pemerintah mengakomodir keinginan warga masyarakat untuk memperoleh hak untuk memiliki lahan secara sah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut warga, Andi (28) dia dan keluarganya telah tinggal 12 tahun dan telah memiliki KK dan KTP di sana dan Gunawan (62) tinggal 14 tahun masih tetap khawatir karena ada oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan yang terus melakukan intimidasi kepada warga.
Begitu halnya, Freddy Panjaitan (45) yang berdomisili di kampung Kompak yang juga ketua paguyuban warga, dan Sugiantono Banjarnahor (42) warga yang telah 6 tahun tinggal dan memiliki KK dan KTP Desa Sampali berharap pemerintah segera turun tangan dalam menyikapi kasus yang kerap "diserang" oknum yang tidak bertanggungjawab.
Menurut Freddy Panjaitan, masyarakat Kampung Kompak yang mendiami sekira 15 Ha lahan eks HGU PTPN II itu, mereka peroleh dari Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) dengan memberi dana perjuangan (bukan jual beli) ke pengurus BPRPI sekira belasan tahun lalu.
Namun beberapa waktu lalu, sekira 2023 ada oknum yang diduga mafia tanah mengaku sebagai pemilik lahan sekira 65 Ha termasuk lahan Kampung Kompak sekira 15 Ha tersebut.
Sebenarnya lahan 65 Ha itu, hampir seluruhnya dikuasai warga namun sebagian besar berhasil dikuasai oknum yang kerap menggunakan "preman" mengintimidasi masyarakat dengan "mengusir paksa" membayar bangunan hanya Rp 60 juta per bangunan.
Namun sekira 25 KK masih bertahan dilahan yang telah dikuasai oknum yang mengaku pemilik lahan, serta masih menunggu bakal ada relokasi tanpa jelas maksud relokasi dimaksud, katanya.
Dani Giawa (30) pengelola panti asuhan Yayasan Lestari yang mengasuh sekira 40 anak kurang mampu itu, senada dengan Freddy Panjaitan mengatakan, mereka tetap berjuang untuk mempertahankan rumah dan bangunan dari upaya tekanan maupun intimidasi yang dilakukan oknum mafia tanah melalui orang suruhan yang juga sempat menganiaya warga.
Seperti halnya dialami Preddy Panjaitan yang mengalami luka dan sempat mendapatkan perawatan dan pertolongan di rumah sakit, begitu juga Agus Lubis, Mikhael Harianja dan Mangisi Br Harianja juga menjadi korban penganiayaan oleh sekelompok pria yang diduga suruhan mafia tanah menyerang warga karena menolak keinginan sekelompok pria itu.
Bahkan kasus penganiayaan warga yang sempat viral di media sosial itu, dilaporkan ke Polresta Medan tertanggal kejadian, 23 Desember 2023 No : STTPL/B/4288/XI/2023/SPKT Polrestabes Medan namun disayangkan kasusnya hingga kini "tidak jelas", jelas Freddy Panjaitan.
“Kami masyarakat Kampung Kompak sangat mendukung gerakan yang dilakukan Menteri ATR/BPN dalam mengungkap praktek mafia tanah termasuk di Sumut.
Kami masyarakat berharap pemerintah dapat membantu masyarakat dalam memperoleh hak atas lahan yang sudah dikuasai dan dikelola hingga belasan tahun, serta bersedia memenuhi kewajiban nya sebagai warga negara”, ujar Freddy mengakhiri.(**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru