Kamis, 19 Desember 2024
Tim SIB Berkunjung ke Rutan di Tanjung Gusta

Kapan Indonesia Seperti Belanda yang Penjaranya Banyak Kosong?

* Karutan Nimrot Sihotang: Layanan Rutan Medan Semakin Pasti Berakhlak dan Berdampak
Redaksi - Senin, 18 Maret 2024 08:38 WIB
884 view
Kapan Indonesia Seperti Belanda yang Penjaranya Banyak Kosong?
(Foto: SIB/Horas Pasaribu)
KERAJINAN TANGAN: Karutan Nimrot Sihotang (kiri) memberi penjelasan kepada Wartawan SIB Martohap Simarsoit, tentang salah satu keterampilan warga binaan yang dibimbing membuat kerajinan tangan seperti perabot di dalam Rutan Klas I Medan di Tanjun
Medan (SIB)
Kepala Rumah Tahanan Negara (Karutan) Klas 1 Medan Kemenkumham Sumut Nimrot Sihotang, A Md.IP, SH,MH mengatakan, kapasitas Rutan yang dipimpinnya 1.500 orang namun kini diisi 3088 orang warga binaan, sehingga over kapasitas dan bebannya lebih berat. Namun Nimrot Sihotang sebagai pimpinan, tetap optimis mewujudkan yang dicanangkan Kemenkumham yaitu “Layanan Rutan Medan Semakin Pasti Berakhlak serta Berdampak”.
“Sebagai pimpinan Rutan, saya mempunyai target kinerja menciptakan mereka (warga binaan) di Rutan aman dan tertib. Artinya, bebas narkoba, tidak ada pemukulan, penyimpangan seks, meninggal tiba-tiba dan tidak ada yang dilecehkan martabatnya dan lainnya. Dari berbagai target kinerja, saya mencari mana lebih prioritas yang bisa mengurai supaya mereka tidak residivis, sehingga Rutan benar-benar tempat membina, tempat pemulihan, agar setelah bebas mereka punya keterampilan” kata Nimrot.
Bagaimana melakukannya di tengah-tengah terbatasnya anggaran? Solusinya, kami mendirikan Koperasi Karya Harapan Mandiri. Di dalamnya ada pegawai Rutan, warga binaan dan ada yang sudah bebas. Dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan ditekankan, pemasyarakatan berhasil jika tiga pilarnya (masyarakat, warga binaan dan petugas) bisa berjalan baik. Ini bisa dilakukan karena keberlangsungan hidup mereka dijamin negara, hanya kebebasan bergerak mereka dibatasi”, ujarnya.
Nimrot Sihotang, putra asli Samosir menuturkan itu saat berbincang dengan Tim wartawan SIB (Sinar Indonesia Baru) Martohap Simarsoit dan Horas Pasaribu, ketika berkunjung ke Rutan di Tanjung Gusta, Kamis (14/3) pagi.
“Mereka ada 300 an warga binaan Rutan Tanjung Gusta bekerja, membuat paving block, ada membuat perabot seperti kursi dan meja, menjahit, membuat sandal, beternak, berkebun dan lainnya di bawah koperasi Karya Harapan Mandiri. Bisa juga menghasilkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 60 juta setahun, dan mereka juga mendapat upah. Dalam hal ini, kata dia, warga binaan sudah ikut serta membangun negara, meski persentase yang dihasilkannya kecil,” katanya.
Menurutnya, untuk mempekerjakan orang yang awalnya sesat juga harus bertahap. Petugas Rutan harus reaktif kepada hal negatif guna menjaga ada warga binaan yang lari. Tapi sejauh ini mereka mampu dibina, sehingga dibutuhkan dukungan semua stakeholder termasuk wartawan/media agar agar Rutan di Tanjung Gusta tidak takut menerobos ketertinggalan dalam mendidik warga binaan.
“Kalau mereka tidak diberdayakan berkarya, pemasyarakatan kita tidak berjalan dan akhirnya apa yang diframing masyarakat kalau Rutan sebagai “sekolah kejahatan” bisa saja jadi betul. Kita harus bisa memilah, mana penjahat, mana pelanggar hukum. Mereka yang pelanggar hukum masih bisa diarahkan. Mereka masuk Rutan (penjara) karena banyak faktor, bisa kemiskinan, kebodohan atau karena sosial politik,” beber Nimrot.
Disebutkan, penjahat dan pelanggar hukum harus sesuai dengan tujuan pemasyarakatan, mereka harus dimasyarakatkan. Warga binaan yang sudah terampil jika bebas nanti akan mendapat modal dari koperasi untuk membuka usahanya di luar, agar tidak melakukan pelanggaran hukum lagi. Eks warga binaan yang ingin kembali ke Rutan tapi untuk berkarya juga diperkenankan.
Pantauan Tim SIB, Nimrot Sihotang telah “menyulap” suasana Rutan di Tanjung Gusta tidak menyeramkan, loket-loket penerimaan tamu/pengunjung dan petugas dibuat seperti di bank. Kesan di dalam seperti berada di kompleks perumahan. Namun masih sedikit persentase warga binaan yang dididik bekerja, padahal minimal harus 10 persen.
Tapi itu kata dia, karena sarana dan prasarana di Rutan sangat terbatas. Selama 1 tahun 4 bulan memimpin Rutan, Nimrot mengelola semua lahan yang ada di sekitar Rutan. Jika diberi waktu 5 tahun bisa kita berdayakan semua, tapi semua pihak mesti bergandengan tangan.
Warga binaan masuk penjara kebanyakan bukan atas dasar kejahatan, tapi banyak karena faktor ekonomi. Kementerian Hukum dan HAM memiliki jargon tahun ini semakin berdampak. Dampaknya adalah, 3088 orang warga binaan bisa ditest urine bebas narkoba, mereka sudah disadarkan.
“Kami adalah tempat penitipan sementara. Kalau nanti mereka pulang tapi tidak ada lapangan pekerjaan disediakan, mereka bisa akan melakukan kejahatan kembali, karena tuntutan hidup. Saya mau mencari lahan pertanian agar mereka bisa bertani sehingga di dalam penjara tidak hanya menghabiskan waktu, tapi mereka produktif, dan juga setelah kembali ke masyarakat.
Kami telah melengkapi mereka sarana dan prasarana, banyak eks warga binaan sudah bisa mencari nafkah dengan keterampilannya. Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLH) milik Pemda diharapkan mampu menjawab tantangan pemberdayaan eks warga binaan untuk ditampung sampai lapangan pekerjaan. Penyediaan lahan pertanian oleh Pemda sangat dimungkinkan membina mereka lebih banyak lagi”, kata Nimrot.
Menurut dia dengan cara seperti itu, bisa meminimalisir kejahatan terulang kembali. Sehingga ke depan Indonesia bisa seperti Belanda dan Norwegia, penjara di negara tersebut banyak kosong karena menurun dan minim kejahatan.
“Pertanyaaanya, kenapa di Belanda sudah duluan berhasil dan di kita Indonesia berjalan lambat, meski dalam UU kita sudah mempunyai konsep seperti itu?” ucap Nimrot bertanya, mengakhiri perbincangan dengan Tim SIB sambil berjalan menunjukkan tempat warga binaan sedang dididik berkarya mulai membuat perabot kursi dan meja, menjahit, membuat sandal, beternak, berkebun dan lainnya. (**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru