Jakarta (SIB)
Paus Fransiskus mendesak pihak-pihak yang terlibat dalam perang di Ukraina untuk memiliki keberanian bernegosiasi. Paus juga mendorong melakukan negosiasi sebelum keadaan menjadi lebih buruk.
Dilansir AFP, Minggu (10/3), Paus berusia 87 tahun itu ditanya oleh lembaga penyiaran publik RTS tentang perdebatan di Ukraina mengenai apakah akan menyerah pada invasi Rusia.
"Saya percaya bahwa yang terkuat adalah mereka yang melihat situasi, memikirkan rakyatnya, dan memiliki keberanian untuk mengibarkan bendera putih dan bernegosiasi," kata Paus Fransiskus dalam wawancara, yang menurut Vatikan dilakukan pada awal Februari.
"Kata bernegosiasi adalah kata yang berani. Ketika Anda melihat bahwa Anda dikalahkan, bahwa segala sesuatunya tidak berjalan baik, maka milikilah keberanian untuk bernegosiasi," katanya.
Dia mengatakan orang-orang mungkin merasa malu tetapi bertanya berapa banyak nyawa yang hilang.
"Saat ini, misalnya dengan perang di Ukraina, banyak yang ingin menjadi mediator. Turki misalnya," ujarnya.
"Jangan malu untuk bernegosiasi sebelum keadaan menjadi lebih buruk," sambungnya.
Berbicara mengenai konflik secara umum, termasuk perang Hamas-Israel, Paus Fransiskus menambahkan, "Negosiasi tidak pernah berarti menyerah. Negosiasi adalah keberanian untuk tidak membawa suatu negara ke arah bunuh diri."
Direktur Komunikasi Vatikan, Matteo Bruni, kemudian mengeluarkan pernyataan yang berupaya mengklarifikasi kata-kata Paus tersebut.
Paus Fransiskus menggunakan istilah bendera putih "untuk menunjukkan penghentian permusuhan, gencatan senjata yang dicapai dengan keberanian negosiasi", kata Bruni dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Vatican News.
Dia mengulangi seruan Paus untuk "solusi diplomatik dalam mencari perdamaian yang adil dan abadi" di wilayah yang disebut Paus Fransiskus sebagai Ukraina yang "martir".
Paus Fransiskus juga ditanyai dalam wawancara tentang perang Israel-Hamas, di mana ia menyalahkan kedua belah pihak.
"Perang terjadi oleh dua pihak, bukan hanya satu pihak. Yang tidak bertanggung jawab adalah dua pihak yang berperang," katanya kepada stasiun televisi tersebut.
Seruan Damai
Paus Fransiskus beberapa kali menyerukan perdamaian di tengah konflik yang terjadi di belahan dunia. Pada pesan Natal tahun lalu, Paus bicara soal perang di Gaza.
Paus menyebutkan anak-anak yang meninggal akibat perang, termasuk di Gaza adalah "Yesus kecil hari ini". Dan serangan Israel di sana menuai hasil "panen yang mengerikan" berupa korban warga sipil tidak berdosa.
Paus juga menyebutkan dalam pesan Natal Urbi et Orbi (untuk kota-kota dan dunia), serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober sebagai "sangat mengerikan", dan kembali menuntut dibebaskannya sekitar 100 sandera yang masih ditahan di Gaza.
Paus juga menyerukan diakhirinya berbagai konflik, baik politik, sosial maupun militer di seluruh dunia, termasuk di Ukraina, Suriah, Yaman, Libanon, Armenia dan Azerbaijan. Paus juga membela hak para migran di seluruh dunia.
"Berapa banyak orang tidak berdosa dibantai di dunia. Di dalam rahim ibu mereka, dalam perjalanan keputusasaan dalam mencari harapan," ujar Paus.
"Dalam kehidupan semua bocah yang masa kanak-kanaknya dirampas dan dihancurkan oleh perang. Merekalah Yesus-Yesus kecil hari ini," tambahnya.
Kemudian pada tahun 2022, Paus menyatakan keinginannya menjadi pembawa damai. Dilansir kantor berita Rusia, TASS, Selasa (5/7), harapan Paus Fransiskus itu disampaikan dalam wawancara eksklusif dengan Reuters.
Kala itu, Paus menyatakan dirinya ingin ke Moskow dan Kyiv. Dalam wawancara itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Vatikan Pietro Parolin sudah melakukan komunikasi dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov.
"Saya ingin pergi (ke Ukraina), dan saya ingin pergi ke Moskow terlebih dulu. Kami telah saling bertukar pesan tentang ini karena saya pikir jika Presiden Rusia (Vladimir Putin-red) memberi saya peluang kecil untuk membawa perdamaian," ucapnya.
"Dan sekarang itu dimungkinkan, setelah saya kembali dari Kanada, ada kemungkinan bahwa saya bisa pergi ke Ukraina," tutur Paus Fransiskus kepada Reuters.
"Hal pertama adalah pergi ke Rusia untuk berupaya membantu dalam beberapa cara, tapi saya ingin pergi ke kedua ibu kota (Moskow dan Kyiv)," cetusnya. (detikcom/d)