Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapi usulan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo terkait hak angket di DPR menyelidiki dugaan kecurangan di Pilpres 2024. KPU menilai penyelesaian permasalahan pemilu telah diatur dalam UU.
"UU Pemilu telah jelas mendesain bagaimana menyelesaikan semua permasalahan berkaitan dengan pemungutan dan penghitungan suara," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Kamis (22/2).
"Kalau sekiranya terjadi pelanggaran administrasi, jelas bahwa Bawaslu yang menangani. Kalau ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini," sambungnya.
Idham mengatakan dalam UU Pemilu telah dijelaskan mekanisme penyelesaian masalah pemilu. Maka, dia pun mengajak untuk mengikuti aturan yang ada.
"Kita sebagai negara demokrasi yang besar, mari kita tegakkan demokrasi konstitusional, di mana hukum menjadi panglimanya. Apalagi dalam prinsip penyelenggaraan pemilu adalah berkepastian hukum," tuturnya.
"Saya ingin mengajak kepada semua pihak agar mari kembali pada UU Pemilu," imbuh dia.
Ganjar sebelumnya menilai terjadi situasi anomali di Pemilu 2024. Ganjar mendorong adanya hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu.
Dalam keterangan rilis yang diterima, Rabu (21/2), Ganjar juga mendorong DPR untuk memanggil penyelenggara Pemilu. Ganjar menyebut sehari setelah pemungutan suara, pihaknya langsung melakukan evaluasi.
"Apakah benar terjadi situasi anomali-anomali? Jawabannya iya. Apakah benar sistemnya ini ada kejanggalan? Jawabannya iya. Apakah benar ada cerita-cerita di masyarakat yang tidak sesuai dengan ketentuan? Jawabannya iya," kata Ganjar dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Rabu (21/2).
Ganjar menuturkan, untuk menyikapi hal tersebut, maka perlu dilakukan pengawasan. Di antaranya, kata dia, dengan cara meminta klarifikasi kepada penyelenggara Pemilu atau melalui jalur partai politik.
"Maka kalau ingin melihat, membuktikan dan mengetahui hak angket paling bagus karena menyelidiki. Di bawahnya, interpelasi," ungkapnya.
Dibawa ke MK
Sementara itu, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menilai penyelesaian sengketa hasil pemilu, khususnya pilpres, bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yusril berpendapat penyelesaian sengketa pemilu bukan dengan menggunakan hak angket DPR.
Yusril menjelaskan hak angket diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 terkait fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, tetapi bersifat umum dalam hal pengawasan terhadap hal apa saja yang menjadi obyek pengawasan DPR. Ketentuan lebih lanjut tentang hak angket dituangkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (UU MD3.
"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak," kata Yusril kepada wartawan.
UUD 1945, Yusril menjelaskan, telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui MK. Pasal 24C UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilu, dalam hal ini pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.
Menurut Yusril, perumus amandemen UUD 1945 nampaknya telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu, yakni melalui badan peradilan yakni MK.
"Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut," ucap Wakil Ketua Dewan Pengarah TKN Prabowo-Gibran itu.
"Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD 45 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan," tambah Yusril.
Penggunaan angket, menurut eks Mensesneg ini, dapat membuat perselisihan hasil pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun dinilai Yusril hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR.
"Putusan MK dalam mengadili sengketa pilpres akan menciptakan kepastian hukum. Sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang potensial berujung kepada chaos yang harus kita hindari," imbuhnya. (**)