Minggu, 22 Desember 2024
Terkait Ucapan Presiden Boleh Kampanye

Jokowi: Jangan Ditarik ke Mana-mana

* Cak Imin Khawatir Warga Bentrok, Presiden Harus Mengayomi Seluruh Masyarakat
Redaksi - Sabtu, 27 Januari 2024 08:55 WIB
255 view
Jokowi: Jangan Ditarik ke Mana-mana
(dok. Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo saat menjelaskan soal aturan presiden dan wakil presiden boleh kampanye di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/1/2024).
Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan bukti pasal yang mengatur presiden dan wakil presiden boleh kampanye. Jokowi meminta agar pernyataan yang dia ucapkan sebelumnya itu tidak ditarik ke mana-mana.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam keterangan persnya yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1). Jokowi sambil membawa kertas besar berisi pasal yang mengatur kalau presiden dan wakil presiden boleh kampanye.
"Ini saya tunjukin (menunjuk kertas berisi pasal UU Pemilu). Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, pasal tersebut sudah jelas dan meminta pernyataannya tidak ditarik ke mana-mana.
"Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu, jangan ditarik ke mana-mana," ucapnya.
Jokowi juga memberikan bukti pasal 281 berisi syarat jika presiden dan wakil presiden kampanye. Pasal itu menjelaskan tentang kampanye yang tidak menggunakan fasilitas negara dan cuti di luar tanggungan.
"Kemudian juga pasal 281 juga jelas, bahwa kampanye dan pemilu yang mengikutsertakan presiden dan wakil presiden harus memenuhi ketentuan, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara," ujarnya.
Jokowi mengatakan, pasal tersebut sudah jelas mengatur hak presiden dan wakil presiden boleh kampanye. Jokowi lagi-lagi meminta agar pernyataannya tidak diinterpretasikan ke mana-mana.
"Sudah jelas semua kok, sekali lagi jangan ditarik ke mana-mana, jangan diinterpretasikan ke mana-mana, saya hanya menyampaikan ketentuan perundang-undangan karena ditanya," ucapnya.



Tak Serta Merta
Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menjelaskan konteks pernyataan Presiden Jokowi terkait presiden boleh kampanye dan memihak. Moeldoko mengatakan, Jokowi bicara bukan dalam konteks menyiapkan diri untuk kampanye, melainkan menjawab situasi yang berkembang.
"Konteks yang disampaikan presiden itu bukan serta-merta presiden akan menyiapkan diri untuk kampanye. Tapi ini sebuah kondisi yang menjawab situasi yang berkembang. Ini dipahami seperti itu konteksnya," kata Moeldoko melalui rekaman suara yang dibagikan kepada wartawan, Jumat (26/1).
Moeldoko mengatakan, Jokowi sekaligus memberikan pemahaman kepada publik. Moeldoko menekankan semua apa yang disampaikan Jokowi sudah ada aturannya.
"Sekaligus memberikan pemahaman bagi kita semua bahwa jangan nggak boleh ini, nggak boleh ini, nggak boleh ini, kan UU yang kita pegang, standar perangkat kita dari undang-undang, jangan dari perasaan, jangan dari asumsi, jangan dari macam-macam," ujarnya.
"Sebagai figur yang memiliki jabatan politik tentu hal-hal politiknya juga melekat nah itu diatur dalam UU pemilu, sangat jelas disebutkan di sana, presiden dan wapres, para menteri dan seluruh pejabat publik itu bisa memiliki hak untuk melakukan kampanye. Nah itu. Secara undang-undang seperti itu," lanjutnya.


Baca Juga:


Risiko Besar
Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo juga menanggapi pernyataan Presiden Jokowi terkait presiden dan menteri boleh memihak dan berkampanye. Ganjar mengatakan dirinya tak masalah jika presiden ikut kampanye.
"Ya silakan saja karena beliau sudah menyampaikan itu," kata Ganjar di Stadion Golo Dukal, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (26/1).
Ganjar mengatakan, memang tidak ada aturan yang melarang presiden berkampanye. Namun, kata dia, sikap tersebut mengambil risiko besar dalam demokrasi.
"Dari secara regulasi tidak terlanggar, hanya memang ketika kemudian situasinya mungkin agak berbeda, maka semua akan membandingkan pada saat kita di-briefing gubernur, kepala daerah semua harus netral," jelas dia.
"Tapi kondisi ini akan mengambil risiko besar pada demokratisasi dan demokrasi yang akan berjalan," imbuhnya.


Baca Juga:


Khawatir
Demikian halnya, Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang menemui relawan Bali satu suara untuk Anies-Muhaimin (Basra AMIN). Di hadapan relawan Cak Imin menyinggung banyak warga yang protes mengenai pernyataan Presiden Jokowi tentang boleh ikut kampanye dan memihak.
"Jadi Presiden itu kemarin menyampaikan boleh kampanye tapi semuanya protes, nggak ada yang nggak proses," ujar Cak Imin dalam pertemuan yang dilakukan di Sunset 100 Hotel, Badung, Bali, Jumat (26/1).
Cak Imin lantas mengatakan, ada respon dari pihak Istana Kepresidenan yang menyebut pernyataan Presiden banyak disalahartikan. Cak Imin menegaskan, semestinya Presiden harus mengayomi seluruh masyarakat.
"Kemudian istana menyampaikan pernyataan Presiden disalahpahami. Presiden itu lembaga tertinggi betul apa betul? bukan hanya politiknya tinggi, kekuasaannya tinggi, jabatannya tinggi," kata Cak Imin.
"Tetapi Presiden harus mengayomi dan berpihak kepada seluruh rakyat tanpa membedakan satu dengan yang lainnya," jelas Cak Imin.
Cak Imin mengaku khawatir jika keberpihakan Presiden akan menimbulkan bentrok di antara masing-masing pendukung capres-cawapres.
"Bayangkan, kalau ada, nauzubillah, kalau ada pendukung A, pendukung B bentrok, presiden memihak? piye? repot nggak?," ucap Cak Imin.



Tidak Ada Cutinya
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga berkomentar soal presiden harus cuti ketika ikut dalam kampanye salah satu pasangan calon di pilpres. Airlangga menyebut, presiden sebagai kepala negara tidak ada cutinya.
"Presiden itu kepala negara. Kepala negara itu tidak ada cutinya," ujar Airlangga setelah membuka Pasar Murah Golkar di Kota Palembang, Sumatera Selatan, dilansir detikSumbangsel, Jumat (26/1).
Menurutnya, hak konstitusi dimiliki seluruh warga negara, termasuk presiden, sehingga dukungan presiden kepada partai politik (parpol) bukan suatu hal yang baru. Apalagi presiden diusung parpol untuk ikut pilpres.
"Sukarno dulu PNI (Partai Nasional Indonesia), Soeharto Golkar, Habibie juga Golkar, Megawati PDIP, Gus Dur PKB, SBY Demokrat. Jadi itu sesuatu yang lumrah dan itu suatu hak politik, termasuk bagi seorang presiden," jelas Menko Bidang Perekonomian ini. (**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru