Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review UU Pemilu soal kewajiban KPU/Bawaslu membuka rekam jejak calon presiden dan calon wakil presiden ke publik. Namun MK menyatakan rekam jejak presiden dan wakil presiden merupakan hal penting untuk diketahui.
Gugatan itu diajukan oleh sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pro Kader Lintas Mahasiswa Indonesia (Proklamasi) menggugat UU Pemilu ke MK.
Harapannya, MK me-review pasal di UU Pemilu agar KPU membuka rekam jejak hingga kondisi 'mental health' capres-cawapres ke publik agar masyarakat tak salah pilih di Pilpres.
Tergabung dalam Proklamasi tersebut adalah Josua Silaen, Rolis Barson Sembiring, Sheehan Ghazwa, Bima Saputra, Michael Purnomo, Marvella Nursyah Putri, Ahmad Ghiffari Rizqul Haqq, Muhammad Nugroho Suryo Utomo, Fathor Rahman, Agusta Richo Figarsyah, Bagus Septyan Fajar, dan Noval Fahrizal Gunawan.
Pasal yang digugat adalah Pasal 12 huruf (L), Pasal 93 huruf (m), serta pasal penjelasannya yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 12 huruf L berbunyi:
KPU bertugas melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pasal 93 huruf m berbunyi:
Bawaslu bertugas melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
MK menilai pasal yang diuji tidak memiliki masalah konstitusionalitas. Namun MK menegaskan bila syarat capres/cawapres perlu diinformasikan ke publik.
"Meskipun tidak ada persoalan konstitusionalitas terhadap norma Pasal 12 huruf I dan Pasal 93 huruf m UU 7/2017, namun Mahkamah memahami makna pentingnya pemilihan umum diikuti oleh calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang memiliki rekam jejak yang baik," kata hakim konstitusi Prof Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan putusan yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (21/12).
Menurut MK, persoalan yang dikemukakan oleh pemohon berkenaan dengan rekam jejak presiden dan wakil presiden, baik mengenai kondisi fisik dan psikologis, isu pelanggaran HAM berat, korupsi, dan isu pelanggaran pidana berat lainnya, bukanlah ihwal atau persoalan yang tidak penting.
"Jabatan presiden dan wakil presiden merupakan jabatan strategis yang akan memimpin dalam mengarahkan bangsa dan negara untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, penting bagi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk diketahui rekam jejaknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 huruf d, e, j, dan p UU 7/2017, sepanjang bukan merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," beber Guntur Hamzah.
Atas pertimbangan itu, MK menolak permohonan tersebut.
"Menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Dr Suhartoyo. (**)