Rabu, 23 April 2025

Pemerintah Diminta Beri Kejelasan soal Seruan Boikot Produk Pro Israel

* Harus Punya Gambaran Jelas dan Tidak Menghakimi Seenaknya
Redaksi - Jumat, 22 Desember 2023 09:22 WIB
320 view
Pemerintah Diminta Beri Kejelasan soal Seruan Boikot Produk Pro Israel
(Thomas Coex/AFP)
Sebuah tanda di dinding di kota Bethlehem, West Bank, menyerukan pemboikotan produk Israel dari permukiman Yahudi, pada 5 Juni 2015. Ilustrasi
Jakarta (SIB)
Sebagian masyarakat menyampaikan seruan aksi boikot terhadap produk-produk pro-Israel. Hal ini imbas konflik antara Palestina dan Israel yang telah berubah menjadi tragedi kemanusiaan.
Ajakan boikot produk yang diduga terafiliasi atau pro Israel saat ini dinilai membawa efek domino ke berbagai bidang usaha, dan justru memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia.
Pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute Dr. Piter Abdullah Redjalam menyebut aksi penolakan produk pro Israel merupakan langkah politik dan bukan langkah ekonomi, sehingga memerlukan arahan yang jelas dari pemerintah.
"Dalam hal ini, kita butuh kehadiran negara. Negara harus mengatakan mana yang diboikot, mengapa mereka diboikot. Kita harus punya gambaran jelas dan tidak menghakimi seenaknya. Apalagi ada perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Amerika yang sebenarnya produk lokal dan diciptakan oleh orang lokal," jelas Piter dalam keterangan tertulis, Rabu (20/12).
Hal tersebut dia ungkapkan dalam Podcast Kasisolusi bertajuk 'Dilema Boikot & PHK, Siapkah UMKM Serap Puluhan Ribu Tenaga Kerja? Ini Kata Pakar Ekonomi - Dr. Piter'. Ia menegaskan masyarakat harus paham dengan jelas kebenaran dan sumber fakta dari daftar produk yang diboikot. Di sisi lain, dia mengingatkan gerai-gerai multinasional di Indonesia yang dimiliki oleh orang Indonesia asli untuk menjalankan seluruh kegiatan operasionalnya di dalam negeri, termasuk menggunakan pemasok bahan baku (supplier) lokal.
"Dalam pengertian ekonomi, boikot itu lebih banyak mudharatnya untuk Indonesia dibanding Israel. Dampak kepada Indonesia itu langsung dirasakan terutama bagi mereka yang bekerja di perusahaan yang diboikot dan para supplier," tambah Piter.
Menurutnya aksi boikot yang tidak terarah bisa saja memicu risiko PHK (pemutusan hubungan kerja). Karena itu dia meminta pemerintah untuk hadir dan mengambil langkah mitigasi serta melindungi para pekerja Indonesia.
Piter pun meminta pemerintah untuk menghadirkan solusi dengan memberikan kejelasan informasi mengenai perusahaan apa saja yang terbukti dan tidak terbukti terafiliasi dengan Israel.
Terlepas dari efek domino penolakan produk yang dituduh terafiliasi dengan Israel, beberapa pihak beranggapan UMKM dapat menyerap mereka yang terdampak PHK, sehingga potensi PHK yang mungkin akan terjadi dapat diatasi dengan penyerapan tenaga kerja ke sektor UMKM.
Namun, Co-Founder Kasisolusi Reinat Fuad tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Dia melihat UMKM dalam hal ini juga menjadi pihak yang terdampak karena merupakan bagian dari supply chain yang terbentuk dalam ekosistem bisnis perusahaan multinasional.
"Sebagian besar (perusahaan multinasional) kan buat menghidupi ekosistem yang ada di indonesia. Kita ini pro loh sama pengusaha-pengusaha kecil yang menyuplai mereka, nasinya, dagingnya, ayamnya misalnya atau packaging-nya, konsultan pajaknya. Dari ekosistem semua dari advertising-nya agency-nya itu pakai ekosistem lokal juga akan terdampak dan mereka juga UMKM," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan upaya shifting pekerja yang terkena PHK juga tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM) tahun 2018 menunjukkan sekitar 97% pekerja diserap oleh UMKM, lalu sebanyak 99% di antaranya berasal dari sektor mikro seperti toko kelontong atau tukang bakso yang bayarannya di bawah UMR.
"Apabila perusahaan atau gerai-gerai multinasional ini collapse, para pekerja yang terdampak tidak bisa shifting karena mereka sangat mikro dengan (hanya memiliki) 1-2 karyawan. Jika para pekerja yang biasa mendapat gaji UMR bahkan di atas UMR pendapatannya menurun, maka daya beli juga ikut turun, semua jadi terkena imbasnya, baik gerai lokal maupun multinasional," lanjut Reinat. (**)



Baca Juga:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru