Sabtu, 15 Maret 2025
* Diduga Terima Gratifikasi Rp 15 M

KPK Tahan Lagi Hakim Agung Gazalba Saleh

* Beli Rumah Rp 7,6 M Cash Pakai Duit Gratifikasi
Redaksi - Jumat, 01 Desember 2023 09:00 WIB
402 view
KPK Tahan Lagi Hakim Agung Gazalba Saleh
(Foto: Antara/Reno Esnir)
TAHAN HAKIM AGUNG: Tersangka Hakim Agung (nonaktif) Gazalba Saleh (pakai rompi) dikawal menuju ruang konferensi pers terkait penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/11).
Jakarta (SIB)
KPK menahan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh setelah ditetapkan sebagai tersangka di kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Berdasarkan kecukupan alat bukti kemudian dinaikkan penyidikan untuk dugaan penerimaan gratifikasi, disertai tindakan dan upaya menempatkan mentransfer, mengalihkan, menukarkan dengan mata uang asing sebagai TPPU. Maka KPK menetapkan dan mengumumkan tersangka GS (Gazalba Saleh),” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/11).
Asep mengatakan Gazalba akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk proses penyidikan. Gazalba akan ditahan hingga 19 Desember 2023 di rutan KPK.
“Terkait kebutuhan proses penyidikan tim penyidik menahan tersangka GS untuk 20 hari pertama mulai hari ini tanggal 30 November 2023 sampai dengan 19 Desember 2023 di rutan KPK,” ucapnya.
Gazalba dijerat Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 3UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Hakim Agung Gazalba Saleh sebelumnya telah keluar dari Rutan KPK setelah divonis bebas dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). KPK kemudian membuka melakukan penyidikan kasus lain terhadap Gazalba.

GRATIFIKASI RP 15 M
Gazalba diduga menerima gratifikasi Rp 15 miliar sejak 2018 hingga 2022.
“Sebagai bukti permulaan awal di mana dalam kurun waktu 2018 sampai dengan 2022 ditemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar kurang lebih Rp 15 miliar,” ujar Asep Guntur Rahayu.
Dia mengatakan Gazalba merupakan hakim agung Kamar Pidana MA sejak 2017 dan ditunjuk untuk menangani sejumlah perkara. Gazalba diduga melakukan pengkondisian terhadap isi putusan dari perkara yang ditanganinya.
“Untuk perkara yang pernah disidangkan dan diputus GS (Gazalba Saleh), terdapat pengkondisian terkait amar isi putusan yang mengakomodir keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA,” tuturnya.
Dia mengatakan Gazalba diduga menerima sejumlah uang sebagai bentuk gratifikasi dari pengkondisian amar putusan. Salah satunya adalah putusan dengan terdakwa eks Menteri KKP Edhy Prabowo.
“Dari pengkondisian isi amar putusan tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari Terpidana Jafar Abdul Gaffar,” ucapnya.


BELI RUMAH RP 7,6 M
KPK menduga Gazalba Saleh menggunakan uang tersebut untuk membeli sejumlah aset, seperti rumah dan tanah.
“Pembelian cash satu unit rumah yang berlokasi di salah satu cluster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur, dengan harga Rp 7,6 miliar. Satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan harga Rp 5 miliar,” ujar Asep.
Asep mengatakan ada pula penukaran uang ke sejumlah money changer dengan nilai miliaran rupiah. Penukaran uang itu diduga dilakukan dengan identitas orang lain.
“Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah,” tuturnya.
Asep mengatakan dugaan penerimaan gratifikasi tidak pernah dilaporkan Gazalba ke KPK. Aset-aset tersebut juga diduga tidak dilaporkan dalam LHKPN.
“Penerimaan gratifikasi tidak pernah dilaporkan GS pada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak diterima termasuk tidak dicantumkannya aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam LHKPN,” ucapnya.


TERKAIT KASASI EDHY PRABOWO
KPK sebelumnya menyebut salah satu gratifikasi itu terkait kasasi eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Namun, KPK belum menjelaskan detail berapa duit yang diduga diterima Gazalba terkait perkara Edhy Prabowo. Asep mengatakan Gazalba tak bisa menjelaskan detail dugaan gratifikasi yang diterimanya dari tiap perkara.
“Jadi begini, ada sejumlah uang dan beberapa perkara. Nah, ini tidak bisa dipilah dari satu yang berapa, mungkin karena sudah waktunya lampau, kemudian nilainya tidak bisa jelas diingat, sehingga kalau suap harus jelas suapnya dari perkara siapa, jumlahnya berapa, kapan diberikan, kapan diterima, siapa yang berikan, siapa yang menerima. Nah karena tidak jelas, hanya memang perkara yang ditanganinya adalah salah satu perkara Pak EP (Edhy Prabowo),” ucap Asep.


KASUS EDHY PRABOWO
Edhy Prabowo awalnya diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada November 2020. Saat itu, Edhy Prabowo baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta sepulang dari San Fransisco, Amerika Serikat.
KPK kemudian menetapkan Edhy sebagai tersangka bersama enam orang lainnya terkait suap ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Merekayang menjadi tersangka ialah mantan staf Edhy Prabowo, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi; staf istri Edhy Prabowo, Faqih; serta sespri Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, sebagai tersangka penerima suap.
Selanjutnya, ada Suharjito yang saat itu menjabat sebagai Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP). Dia ditetapkan sebagai tersangka penyuap Edhy.
Singkat cerita, Edhy Prabowo mulai diadili. Proses persidangan kemudian berjalan. Edhy Prabowo dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini Edhy Prabowo menerima uang suap Rp 25,7 miliar dari pengusaha eksportir benur.
Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau pengadilan tingkat pertama kemudian menjatuhkan vonis yang sama dengan tuntutan jaksa, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy juga dijatuhi hukuman tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 10 miliar dan pencabutan hak politik Edhy untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa pidana pokok.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta kemudian memperberat hukuman Edhy Prabowo dari 5 tahun menjadi 9 tahun penjara dan denda Rp 400 juta. Majelis hakim tingkat banding menyebut korupsi telah meruntuhkan sendi kedaulatan negara.
Edhy diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya, yaitu Rp 9,6 miliar dan USD 77 ribu. Bila tidak membayar dalam waktu satu bulan sejak putusan inkrah, harta Edhy disita dan dirampas negara. Bila hartanya tidak cukup, maka diganti 3 tahun kurungan. Hak politik Edhy juga dicabut selama 3 tahun.
Edhy kemudian melawan dengan mengajukan kasasi. MA menyunat hukuman Edhy Prabowo dari 9 tahun menjadi 5 tahun penjara. Meski begitu, MA tetap mewajibkan Edhy Prasetyo membayar denda Rp 9,6 miliar dan USD 77 ribu. Hak politik Edhy juga dicabut selama 2 tahun.
Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan anggota Gazalba Saleh dan Sinintha Sibarani. Sinintha menolak hukuman itu dan menilai kasasi harusnya ditolak.
KPK kemudian melakukan eksekusi terhadap Edhy Prabowo ke Lapas Klas I Tangerang. Eksekusi terhadap Edhy dilakukan pada April 2022. Kini, Edhy Prabowo telah keluar dari penjara. Dia mendapat pembebasan bersyarat sejak Agustus 2023. (**)



Baca Juga:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru