Ramallah (SIB)
Presiden Palestina Mahmoud Abbas bertemu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Ramallah, Tepi Barat. Dalam pertemuan itu, Abbas menuntut Israel melakukan gencatan senjata di Gaza agar tidak memakan semakin banyak korban jiwa. "Kami meminta Anda segera menghentikan mereka [Israel] melakukan kejahatan ini," kata Mahmoud Abbas, seperti diberitakan kantor berita Palestina WAFA, dilansir Reuters, Minggu (5/11). "Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan perang genosida dan kehancuran yang dialami rakyat Palestina di Gaza akibat mesin perang israel tanpa memerhatikan aturan hukum internasional," tukasnya.
Meski demikian, Antony Blinken tidak mengindahkan tuntutan tersebut. Dalam pertemuan dengan Abbas, Blinken hanya mengatakan bahwa warga Palestina tidak boleh dipindahkan secara paksa. Selain itu, AS juga disebut tetap berkomitmen mengirim bantuan kemanusiaan ke Gaza.
"Menteri menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan jiwa dan dimulainya kembali layanan penting di Gaza," kata pernyataan resmi Departemen Luar Negeri AS. "Juga menjelaskan bahwa warga Palestina tidak boleh dipindahkan secara paksa," sambung pernyataan tersebut.
Kunjungan Antony Blinken ke Palestina merupakan yang pertama bagi diplomat AS sejak perang antara Israel dan Hamas meletus pada 7 Oktober lalu.
Ia melakukan kunjungan ke Ramallah setelah bertandang ke Tel Aviv pada Minggu (5/11) pagi. Dari Tel Aviv, Blinken bergerak ke Ramallah dengan konvoi berkeamanan tinggi. Sebelum ke Tel Aviv dan Ramallah, Antony Blinken juga melakukan pertemuan dengan menteri luar negeri Yordania, Mesir, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, serta sekretaris jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada Sabtu (4/11).
Para menteri luar negeri itu juga menuntut Blinken agar Israel melakukan gencatan senjata dan setop melakukan kejahatan perang terhadap warga Palestina di Gaza. Namun, Blinken menolak permintaan gencatan senjata. Ia mengatakan Israel membela diri dari serangan yang dilancarkan oleh Hamas pada 7 Oktober lalu.
"Gencatan senjata sekarang hanya akan membuat Hamas tetap bertahan, mampu berkonsolidasi, dan mengulangi apa yang dilakukannya pada 7 Oktober," kata Blinken dalam konferensi pers, dilansir Reuters. "Tidak ada negara, tidak ada satu pun dari kita yang mau menerima hal itu," lanjutnya. "Jadi, penting untuk menegaskan kembali hak dan kewajiban Israel untuk membela diri."
Serangan Israel di Gaza, Palestina, terus bertambah hingga mencapai 9.500 orang. Dari total tersebut, 3.900 anak-anak dan 2.509 perempuan menjadi korban jiwa. Serangan Israel juga menyebabkan 55 masjid, tiga universitas, tiga gereja, dan lima gedung milik Kementerian Wakaf dan Agama di Gaza hancur lebur.
Mengenai kerugian di sektor layanan kesehatan, 16 rumah sakit, 32 pusat layanan primer, dan 27 ambulans rusak.
Bombardir
Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri Palestina Amal Jadou mengatakan Israel telah melakukan serangan bom ke Universitas Al-Azhar di Gaza. Serangan itu terjadi Sabtu waktu setempat.
Dikutip Al-Jazeera, Minggu (5/11), momen pemboman universitas Al-Azhar itu diunggah di akun X Jadou. Berdasarkan laporan Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera, yang berkuliah di Universitas Azhar, menyampaikan, pemboman itu terjadi pada Sabtu pagi.
Sementara itu, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) atau The Council on American-Islamic Relations --organisasi advokasi dan hak sipil muslim terbesar di AS-- juga menyampaikan sayap kanan Israel menghancurkan Universitas Al-Azhar di Gaza.
CIAR mengutuk peristiwa itu. Mereka menyoroti serangan Israel terhadap Universitas di Gaza, serangan di kamp pengungsian, dan serangan mematikan lainnya.
Selain itu, CAIR menilai serangan terhadap fasilitas PBB yang menampung pengungsi membuktikan bahwa komunitas internasional harus bertindak untuk menghentikan kampanye genosida oleh Israel yang menargetkan warga Palestina.
Setidaknya ada 15 orang tewas dalam serangan terhadap sekolah milik PBB yang berfungsi sebagai tempat penampungan di sebuah kamp pengungsian di jalur Gaza Utara yang diserang pada hari Sabtu. Fasilitas PBB lainnya juga menjadi sasaran Israel.
Serang Kamp Pengungsi
Israel juga kembali melakukan serangan di kamp pengungsi Al-Maghazi, di Gaza Tengah pada Sabtu malam. Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan, serangan itu mengakibatkan 30 orang tewas.
"Lebih dari 30 orang (yang tewas) tiba di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa di Deir Al-Balah dalam pembantaian yang dilakukan oleh pendudukan di kamp Al-Maghazi di Jalur Gaza tengah," kata juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf Al-Qudra dalam sebuah pernyataan, dilansir Aljazeera, Minggu (5/11).
Seorang juru bicara militer Israel mengatakan, mereka sedang menyelidiki apakah tentara sedang beroperasi di daerah tersebut pada saat pemboman terjadi.
Sementara itu dilansir AFP, pertempuran terus berkobar di Gaza meskipun terdapat seruan gencatan senjata dari negara-negara Arab dan warga sipil selama 30 hari. Seorang jurnalis menyebut serangan tersebut terjadi di rumah tetangganya.
"Serangan udara Israel menargetkan rumah tetangga saya di kamp Al-Maghazi, rumah saya di sebelahnya sebagian runtuh," kata Mohammed Alaloul, 37, seorang jurnalis yang bekerja untuk Badan Anadolu Turki, dilansir AFP, Minggu (5/11).
Alaloul mengatakan kepada AFP bahwa putranya yang berusia 13 tahun, Ahmed, dan putranya yang berusia empat tahun, Qais, tewas dalam pemboman itu, bersama saudara laki-lakinya. Istri, ibu, dan dua anak lainnya terluka.
Demo
Dilaporkan terpisah, ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Washington untuk menuntut gencatan senjata di Gaza di mana ribuan orang telah terbunuh dalam serangan Israel. Demonstrasi tersebut dilakukan pada Sabtu (4/11).
Dilansir Reuters, Minggu (5/11), para pengunjukrasa membawa plakat dengan slogan-slogan seperti 'Kehidupan Palestina Penting', 'Biarkan Gaza Hidup' dan 'Darah mereka ada di tangan Anda', ketika pemerintah AS terus menolak tuntutan untuk menyuarakan seruan gencatan senjata secara menyeluruh.
Para aktivis menyebut, rencana protes tersebut sebagai 'Pawai Nasional di Washington: Bebaskan Palestina' dan mengorganisir bus-bus ke ibu kota Amerika dari seluruh negeri agar para demonstran dapat hadir. Hal itu disampaikan kelompok koalisi ANSWER, yang merupakan akronim dari "Act Now to Stop War and End Racism", "Bertindak Sekarang untuk Menghentikan Perang dan Mengakhiri Rasisme."
"Apa yang kami inginkan dan tuntut sekarang adalah gencatan senjata," kata Mahdi Bray, direktur nasional Aliansi Muslim Amerika.
Demonstrasi tersebut merupakan salah satu demonstrasi pro-Palestina terbesar di Amerika Serikat dan salah satu demonstrasi terbesar di Washington dalam beberapa tahun terakhir.
Massa berkumpul mulai di Freedom Plaza dekat Gedung Putih pada sore hari sebelum protes dimulai dengan mengheningkan cipta ketika para demonstran mengangkat poster besar dengan nama-nama warga Palestina yang terbunuh sejak pembalasan besar-besaran Israel dimulai.
Tarik
Sementara itu, Turki mengatakan, pihaknya resmi menarik duta besarnya untuk Israel. Turki juga memutuskan kontak dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu sebagai protes atas pertumpahan darah di Gaza.
Dilansir AFP, Minggu (5/11), Ankara mengumumkan keputusan tersebut menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Turki. Dalam hal ini Turki memperbaiki hubungan yang rusak dengan Israel sejak dimulainya perang Israel dan Hamas bulan lalu.
Namun, Ankara memperkeras sikapnya terhadap Israel dan para pendukungnya di Barat, khususnya Amerika Serikat, ketika pertempuran meningkat dan jumlah korban tewas di kalangan warga sipil Palestina melonjak.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, Duta Besar Sakir Ozkan Torunlar dipanggil kembali untuk berkonsultasi.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel Lior Haiat menyebut, langkah tersebut sebagai langkah lain dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang berpihak pada organisasi teroris Hamas.
Pasukan Israel diketahui telah mengepung kota terbesar di Gaza ketika mencoba untuk menghancurkan Hamas sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober ke Israel. Serangan itu diklaim Israel menewaskan sekitar 1.400 orang yang sebagian besar warga sipil dan menyebabkan sekitar 240 orang disandera.
Sementara, Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas di Gaza mengatakan sekitar 9.500 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel.
Erdogan secara terpisah mengatakan kepada wartawan bahwa dia menganggap Netanyahu secara pribadi bertanggung jawab atas meningkatnya jumlah korban warga sipil di Jalur Gaza.
"Netanyahu bukan lagi seseorang yang dapat kami ajak bicara. Kami telah mengabaikannya," ujar Erdogan.
Dievakuasi
Di kesempatan terpisah, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, pemerintah berhasil mengevakuasi lima warga negara Indonesia (WNI) di Gaza Utara, Palestina.
Ia memastikan, kelimanya saat ini berada di tempat yang aman dan bakal segera dipulangkan ke Indonesia. “Jadi, satu keluarga, warga negara kita, satu bapak, tiga anak, dan satu istri sudah berhasil kami evakuasi,” ujar Retno setelah menghadiri aksi bela Palestina di Monas, Jakarta, Minggu (5/11).
“Saat ini berada di Mesir dan akan segera menuju ke Indonesia,” sambung dia.
Selain itu, kini pemerintah tengah berupaya untuk mengevakuasi satu keluarga WNI lainnya yang berada di Gaza Selatan. Retno menceritakan, proses evakuasi itu tak mudah karena konflik Palestina dan Israel masih berlangsung. Ia berharap proses evakuasi itu bisa berjalan lancar. “Mudah-mudahan kami akan dapat mengevakuasi satu keluarga lagi dari Gaza Selatan,” tutur dia.
Sementara itu, dalam pidatonya di depan massa aksi, Retno meyakinkan bahwa pemerintah mendukung kemerdekaan Palestina. “Atas nama pemerintah Indonesia, kami ingin menegaskan kembali dukungan Indonesia pada perjuangan bangsa Palestina,” sebut dia. (detikcom/Reuters/CNNI/AFP/kompas/d)