Sabtu, 12 April 2025

Gubernur Kalteng Larang Warga Bawa Pusaka Khas Dayak Saat Unjuk Rasa

Redaksi - Senin, 16 Oktober 2023 11:05 WIB
270 view
Gubernur Kalteng Larang Warga Bawa Pusaka Khas Dayak Saat Unjuk Rasa
(Foto: dok Pemprov Kalteng)
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran melarang membawa senjata khas Dayak seperti tombak atau lunju, manda saat aksi penyampaian aspirasi. 
Jakarta (SIB)
Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran melarang masyarakat untuk membawa senjata tajam atau pusaka khas Dayak seperti lunju, mandau, atau duhung saat unjuk rasa.
Himbauan dan larangan tersebut merupakan upaya menjaga marwah dari benda-benda pusaka dan budaya Dayak Kalimantan Tengah.
"Menyampaikan aspirasi ataupun unjuk rasa dan sejenisnya adalah hak yang dilindungi Undang-Undang, apabila sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Membawa senjata tajam, terlebih itu benda-benda pusaka daerah, bukan pada tempatnya, dan bukan momentum yang relevan," ujar Sugianto dalam keterangan tertulis, Minggu (15/10).
Sugianto menyebut, benda atau senjata khas Dayak akan lebih arif dan bijak bila digunakan dalam acara-acara ritual adat maupun pameran kebudayaan. Sehingga, marwah dan kelestariannya tetap terjaga dan terhormat.
"Esensi dari penyampaian aspirasi adalah menyuarakan keinginan ataupun tuntutan, bukan mempertontonkan senjata-senjata khas Dayak yang sakral. Mari kita tempatkan pada rel yang tepat, kapan waktu dan momen yang relevan untuk menampilkan senjata atau benda pusaka kita," tambahnya.
Menurut Sugianto, Kalteng didominasi suku Dayak, serta menjunjung tinggi falsafah Huma Betang yang mencerminkan kebersamaan dan persatuan meskipun berbeda suku dan agama, hidup rukun berdampingan, damai dalam keberagaman. Sehingga, jangan sampai ada stigma negatif bahwa warga Dayak adalah suku yang anarkis.
"Warga Kalimantan Tengah adalah masyarakat yang terbuka, memaknai perbedaan sebagai suatu rahmat dan berkah, menjunjung tinggi adab dan kesantunan. Keluhuran budi warga Dayak umumnya, jangan sampai ada stigma bahwa warga Dayak Kalimantan Tengah adalah suku yang anarkis, hanya dikarenakan simbol-simbol yang kita pertontonkan bukan pada tempatnya" bebernya.
Tambah Sugianto, persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak selalu berjalan dengan baik. Terkadang timbul perbedaan pendapat antara pembuat kebijakan, pihak swasta, dan masyarakat yang menimbulkan riak-riak kecil.
Hal ini harus diselesaikan dengan penuh kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Sehingga, tidak menodai marwah dan adab yang telah dijunjung bersama.
"Demokrasi menghalalkan perbedaan pendapat dan saluran-saluran untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi itu telah disediakan ruang yang cukup dan dilindungi oleh Undang-Undang. Mari kita manfaatkan saluran itu dengan baik dan benar, tanpa menodai marwah adab dan budaya yang kita junjung tinggi bersama," ujarnya. (**)



Baca Juga:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru