Jakarta (SIB)
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo RI) mencatat sebanyak 7.836 laporan rekening ilegal terkait pinjaman online (Pinjol) hingga September 2023.
"Kami pun juga menerima berbagai laporan mengenai rekening-rekening yang dianggap ilegal atau gelap, dalam periode sampai 30 September itu jumlahnya setiap 7.836 jumlah laporan (rekening ilegal terkait pinjol)," kata Staf Ahli Menteri bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kemenkminfo R Wijaya Kusumawardhana dalam Forum Diskusi Denpasar 12 secara virtual, Rabu (4/10).
Wijaya mengatakan, jumlah rekening ilegal terkait pinjaman online tersebut masih banyak, namun, belum tercatat dalam sistem lantaran beberapa pihak enggan melaporkan. “Bisa jadi tidak melaporkan karena faktor internal mereka malu dan bisa juga karena ketidaktahuan," ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, Wijaya mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar mengintruksikan kepada perbankan agar penerbitan rekening baru harus memenuhi syarat-syarat literasi keuangan yang sehat. Selain itu, ia mengatakan, sosialisasi juga perlu dilakukan dari pemerintah dan komunitas masyarakat.
"Dan kami juga apresiasi pertemuan ini diharapkan juga bisa membantu kami untuk kemudian meningkatkan edukasi kepada masyarakat untuk beranilah melaporkan data transaksi," ucap dia.
Selidiki
Sementara itu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Direktur Investigasi pada Sekretariat KPPU Gopprera Panggabean mengatakan, KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut. Ia menerangkan, penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas.
Penyelidikan awal ini berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjaman online (pinjol) berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat.
Dari penelitian, KPPU menemukan terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen.
"Khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman," kata dia dalam keterangan resmi, Rabu (4/10).
Gopprera menambahkan, KPPU menemukan penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. KPPU menilai, penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Untuk itu, KPPU menjadikan temuan ini ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif. Penyelidikan dilakukan guna memperjelas identitas terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap penyelidikan. (Kompas/c)