Batam (SIB)
Erlita Sari, istri Wakil Wali Kota Batam Amsakar, diperiksa Polda Kepri terkait kerusuhan demo penolakan relokasi 16 kampung di Rempang. Erlita Sari diperiksa sejak Jumat (15/9) siang.
"Undangan Polda Kepri itu pukul 09.00 WIB. Dimulai pemeriksaan tadi pukul 11.00 WIB," ujar Amsakar ketika dikonfirmasi, dilansir detikSumut, Jumat (15/9).
Namun Amsakar tidak menemani istrinya sampai selesai diperiksa karena akan melaksanakan salat Jumat. "Karena mau jumatan pada pukul 11.15 WIB. Nah, saya ke rumah, makan, ngopi, lalu ke kantor. Lalu Ibu lanjut lagi ke Polda," ujarnya.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad membenarkan polisi tengah meminta keterangan sejumlah orang terkait kericuhan demo 11 September 2023.
"Jadi gini, saya sudah konfirmasi ke Dirkrimum Polda Kepri. Pascakejadian tanggal 11 September kemarin, semua yang diduga berkaitan diminta keterangan," kata Pandra.
Pandra menyebut polisi saat ini tengah mendalami orang di balik kerusuhan demo 1 September lalu. Hasil pemeriksaan sementara polisi dari beberapa pelaku yang diamankan itu terpancing postingan di medsos.
Utamakan Musyawarah
Sementara itu dilaporkan terpisah, PBNU turut mengamati konflik di Pulau Rempang dan meminta pemerintah mengedepankan musyawarah dalam penyelesaian konflik tersebut.
"PBNU meminta dengan sungguh-sungguh kepada Pemerintah agar mengutamakan musyawarah (syura') dan menghindarkan pendekatan koersif," kata Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (15/9).
Menurutnya persoalan tersebut kerap terjadi akibat kurangnya keterlibatan warga proses proyek pembangunan. Sehingga tidak terjalin komunikasi baik yang berujung konflik.
"Dalam pandangan PBNU, persoalan Rempang-Galang merupakan masalah yang terkait pemanfaatan lahan untuk proyek pembangunan. Persoalan semacam ini terus berulang akibat kebijakan yang tidak partisipatoris, yang tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses perencanaan kebijakan hingga pelaksanaannya. Hal ini kemudian diperparah oleh pola-pola komunikasi yang kurang baik," terang Yahya.
Jangan Jadi Korban
Yahya Cholil Staquf juga mengatakan, penyelesaian konflik di Pulau Rempang, Batam, harus menomorsatukan kesejahteraan masyarakat. Dia mengatakan, masyarakat jangan jadi korban atas proyek pembangunan pemerintah.
"Satu-satunya yang bisa saya sampaikan adalah kesentosaan masyarakat harus dinomorsatukan, tidak boleh masyarakat jadi korban," kata Yahya Staquf.
Dia juga mengingatkan tujuan awal dari investasi adalah guna menaikkan taraf hidup masyarakat. Terutama masyarakat di lingkungan investasi tersebut.
"Investasi itu harus dijadikan peluang sungguh-sungguh untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya masyarakat di lingkungan destinasi investasi itu sendiri," ujar Ketua PBNU tersebut.
Yahya menerangkan PBNU tidak diajak pemerintah dalam merumuskan kebijakan investasi tersebut. Sehingga PBNU bersama ormas lain kaget mengetahui konflik di Rempang.
"Kami tidak pernah diajak bicara. Jadi tidak pernah dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan ini. Kami tidak terlibat juga sama sekali dalam proses eksekusi dari kebijakan investasi itu sendiri," ungkap Yahya.
Seperti diketahui, Ketua PBNU Bidang Keagamaan Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur meminta pemerintah mengevaluasi proyek strategis nasional di Pulau Rempang. Dia ingin masyarakat setempat merasakan kemakmuran dari pembangunan tersebut.
"Pemerintah juga harus memberi santunan dan biaya pengobatan untuk warga yang menjadi korban dari tragedi kemarin dan mencegah penggunaan kekuatan yang berlebihan yang dilakukan oleh aparat gabungan ketika melakukan pengukuran lahan," ujar Gus Fahrur.
Selain itu, dia menyerukan agar aparat menghormati hak asasi warga. UUD 1945 dan Pancasila harus dijunjung.
"Aparat keamanan harus menghormati hak asasi warga negara atas tanahnya, terutama hak atas keadilan dan perlakuan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai amanat UUD 45 dan Pancasila," ujar dia. (detikcom/c)