Jakarta (SIB)
Panitia Khusus (Pansus) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tengah berusaha menggali berbagai informasi terkait dengan kasus BLBI.
Ketua Pansus BLBI Bustami Zainudin, dalam siaran persnya menyatakan, Pansus ingin lebih mendalami kasus BLBI dari sumber yang kompeten yang memahami tentang kronologis kasus BLBI.
Termasuk masukan dari Dr Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan (tahun 1998), yang juga hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPD RI hari Selasa (20/6) di gedung DPD RI, Senayan, Jakarta.
"Terima kasih kepada Bapak Fuad Bawazier yang menghadiri RDPU dengan Pansus BLBI DPD RI,” kata Bustami Zainuddin, sambil menambahkan bahwa tujuan utama RDPU adalah untuk mendapatkan informasi secara jelas serta mendalami permasalahan BLBI, karena Pansus BLBI DPD RI menemukan adanya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN ) berupa obligasi rekap senilai Rp47,78 triliun per September 2022.
Makanya, kasus BLBI ini bisa disebut sebuah perampokan pada negara.
Dalam kesempatan ini, Fuad Bawazier mengungkapkan, semasa menjadi Menteri Keuangan, pernah mengirim surat kepada Presiden Soeharto terkait dengan BLBI ini.
Dalam surat tertanggal 18 Mei 1998 terkait laporan BPPN menyimpulkan bahwa jumlah dana yang dipinjamkan kepada 54 bank yang berada di bawah BPPN (berarti hutang Pemerintah kepada Bank Indonesia) per tanggal 12 Mei 1998 berjumlah Rp109,5 triliun, dan hampir 50% atau Rp 53,4 triliun diberikan kepada 2 bank yaitu BDNI (Rp27,6 triliun) dan Bank Danamon (Rp25,8 triliun).
“Saya pernah kemukakan, merasa bahagia dengan langkah Panja BLBI (DPR) untuk mengusut kasus BLBI, namun sekarang juga tetap cemas bahwa langkah pengusutan akan bernasib sama dengan pengusutan BLBI sebelumnya yang kandas di tengah jalan,” kata Fuad Baazir.
Salah satu sebabnya, karena pihak yang diusut sangat kuat dengan kekuatan finansial yang mampu membiayai keputusan politik, dan melihat ada ketidakterbukaan mengenai data terkait dengan kasus BLBI ini.
Anggota Pansus Fahira Idris, Senator asal DKI menanyakan tentang pandangan Fuad Bawazier terkait dengan penyelesaian kasus BLBI saat ini yang ditangani oleh satgas BLBI. [br]
“Pencerahan yang luar biasa bagi kami anggota Pansus BLBI. Saat ini pemerintah membentuk Satgas yang arahnya lebih soft dalam penanganannya,” kata Fahira Idris sambil meminta tanggapan tentang langkah pemerintah dalam menyelesaikan BLBI melalui Satgas.
Juga menyangkut perbedaan perhitungan antara obligor dengan pemerintah.
“Apakah tidak menghambat penyelesaian nantinya,” tanya Fahira.
Senator dari Sumatera Selatan, Amaliah juga menggali informasi terkait bank penerima BLBI.
Dari banyak bank penerima, bank apa yang menerima paling banyak dana BLBI, dan apa alasannya mendapat paling banyak.
Anggota Pansus lainnya Eva Apita Maya juga menanggapi apa yang disampaikan Fuad Bawazier.
Sebab, yang terlibat dalam kasus BLBI ini adalah orang dengan kekuatan ekonomi besar yang bisa mengalahkan kekuatan hukum dan politik di negara ini. Bagaimana langkah untuk menghadapinya.
Tamsil Linrung, anggota Pansus dari Sulawesi Selatan menanggapi paparan Fuad Bawazier mengenai peran IMF dalam penyelesaian krisis tahun 1998.
“Saya melihat tidak ada historical dari IMF untuk menangani krisis sebagaimana yang kita alami di tahun 1998 sehingga bisa dikatakan bahwa ada kekuatan yang bermaksud tidak baik bagi Indonesia,” kata Tamsil.
Wakil Ketua Pansus BLBI Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim dari Kalimantan Selatan ingin menggali tentang bagaimana kaitan Budi Hartono dalam kasus BLBI.
Telah dikirim surat kepada Budi Hartono untuk mendapatkan penjelasan terkait dengan BLBI.
Fuad Bawazier menegaskan bahwa semua yang terkait dengan kasus BLBI adalah kasus pidana, sehingga perlu ketegasan dalam penyelesaian kasus ini secara hukum.
Sebab, sudah masuk dalam kategori kriminal. (H1/a)