Kuala Lumpur (SIB)
Kementerian Kesehatan Malaysia memerintahkan penarikan dua batch mi instan, satu diproduksi secara lokal dan satu lagi diimpor dari Indonesia. Ini dilakukan setelah otoritas Taiwan mengatakan produk tersebut mengandung zat pemicu kanker.
Sebelumnya pada hari Senin (24/4), Departemen Kesehatan Taiwan mengatakan bahwa mereka telah menemukan sejumlah "Ah Lai White Curry Noodles (Mi Kari Putih Ah Lai)" dari Malaysia dan sejumlah mi "Indomie: Rasa Ayam Spesial" dari Indonesia mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia.
Dilansir media Malaysia, The Star, Rabu (26/4), dalam pernyataannya, Dirjen Kesehatan Malaysia, Dr Muhammad Radzi Abu Hassan mengatakan bahwa produsen "Ah Lai White Curry Noodles" telah memenuhi standar kesehatan setempat, tetapi pihaknya telah mengeluarkan perintah penarikan untuk memastikan keamanan pangan. "Kementerian Kesehatan telah menginstruksikan produsen untuk secara sukarela menarik mi instan yang habis masa berlakunya pada 25 Agustus 2023, dari pasar lokal," katanya dalam pernyataan itu. Dr Radzi juga membenarkan bahwa mie "Indomie: Rasa Ayam Spesial" itu didatangkan dari Indonesia.
"Kementerian telah mengeluarkan perintah Tahan, Tes dan Rilis untuk produk-produk tersebut di semua titik masuk ke dalam negeri. Kementerian juga telah menginstruksikan perusahaan untuk secara sukarela menarik kembali produk tersebut dari pasar," ujar Dr Radzi.
Pihak PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah buka suara perihal temuan kandungan bahan karsinogen atau pemicu kanker bernama etilen oksida pada salah satu produk Indomie di Taiwan. Disebutkannya, pihaknya telah mengikuti ketentuan dari Badan Pengawas dan Obat Makanan (BPOM) RI maupun negara lain. Hal itu disampaikan oleh Direktur Indofood Fransiscus (Franky) Welirang.
Ia menyebut, produk mi instan yang diekspor oleh perusahaannya sudah sesuai dengan ketentuan negara tujuan. "Pada prinsipnya kami mengikuti ketentuan BPOM dan ketentuan FDA dari negara-negara pengimpor produk kami," ungkap Franky, Selasa (25/4).
Sebelumnya, mengacu pada siaran pers yang diterbitkan Senin (24/4), Departemen Kesehatan Taiwan, melakukan inspeksi acak terhadap 30 produk mi instan tahun 2023 di supermarket, toko, pasar tradisional, toko makanan Asia Tenggara, toko penjualan umum, dan importir grosir. Dari produk yang diuji, 25 produk merupakan barang diimpor dan lima dari dalam negeri.[br]
Dari inspeksi tersebut, mereka menemukan dua produk mi instan dengan kandungan kadar etilen oksida berlebihan. Kedua produk mi instan yang dimaksud adalah Indomie varian Rasa Ayam Spesial dari Indonesia dan Ah Lai White Curry Noodles dari Malaysia.
Pada bumbu mi instan produk Indonesia, ditemukan mengandung 0,187 mg/kg etilen oksida. Sedangkan pada saus mi instan dari Malaysia, ditemukan sebanyak 0,065mg/kg etilen oksida. Kementerian Kesehatan Taiwan memerintahkan agar produk-produk mi instan yang tidak memenuhi syarat segera ditarik dari rak-rak toko.
Lakukan Cek Sampling
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM mengecek seluruh produk mi instan dengan varian yang sama seperti yang ditarik di Taiwan. Menurut dia, BPOM bisa memastikan produk tersebut apakah juga beredar di Indonesia atau hanya untuk produk ekspor semata.
"Segera (BPOM) melakukan mitigasi terlebih sebelumnya juga pernah terjadi otoritas Singapura dan Hongkong menarik produk mi instan asal Indonesia," ujar Kurniasih lewat keterangan tertulis pada Rabu, (26/4).
Temuan dari otoritas Taiwan, Ketua DPP PKS ini melanjutkan jadi alarm dan masukan berharga. Selain itu, jika tidak beredar di Indonesia, BPOM tetap harus melakukan cek produk-produk yang sama karena sudah dua kali terjadi kasus di luar negeri.
Kuniasih juga meminta agar BPOM melakukan uji sampling keamanan untuk memastikan bahwa produk mi instan yang beredar di Indonesia aman dikonsumsi. "Berikan rasa aman kepada konsumen, salah satunya dengan melakukan uji sampling secara berkala dan diumumkan hasilnya ke publik sehingga masyarakat merasak terlindungi dalam mengonsumsi produk obat dan makanan," kata Kurniasih. [br]
Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini menjelaskan, meskipun standar keamanan pangan di masing-masing negara berbeda-beda, perlu dilakukan klarifikasi tentang hasil pengujian di Taiwan untuk menjadi masukan bagi BPOM.
Saat ini memang Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah World Health Organization (WHO)/ Food and Agriculture Organization (FAO) belum mengatur mengenai Etilena oksida atau EtO dan senyawa turunannya.
Sehingga terjadi standar yang sangat beragam di berbagai negara. "Meski begitu, kejadian di satu negara harapannya bisa menjadi masukan dan segera ditindaklanjuti agar rasa aman dalam mengonsumsi obat dan makanan di Indonesia bisa terjamin," ucap Kurniasih. (thestar/detiknews/Tempo/c)