Jakarta (SIB)
Pakar ilmu politik dan hubungan internasional dari University of Western Australia, Perth, Profesor Jie Chen, mengatakan Gerakan Kertas Putih (White Paper Movement) yang menentang pemerintahan di China akan berlanjut. Menurut Jie Chen, White Paper Movement ini memiliki beberapa perbedaan dibandingkan gerakan-gerakan serupa yang terjadi di China sejak 1990.
"Pertama, elemen-elemen dalam Gerakan Kertas Putih menentang legitimasi rezim Partai Komunis China (PKC) dan bangkitnya seorang diktator," ujar Profesor Jie Chen, Kamis (26/1).
Penyataan Profesor Jie Chen disampaikan dalam presentasinya secara live melalui video dari Perth. Yaitu dalam seminar 'Anti Government Protest in China: A Threat to the Regime?' yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) awal pekan ini.
"Selain itu, Gerakan Kertas Putih menandakan munculnya kebangkitan politik di kalangan masyarakat China generasi pasca-1990-an," kata Profesor Chen, yang pernah menulis buku 'The Overseas Chinese Democracy Movement: Assessing China's Only Open Political Opposition'.
Profesor Chen juga mengatakan kebangkitan politik pada generasi di atas telah membuat banyak pihak terkejut. Dan yang penting untuk dicatat, menurut Profesor Chen, Gerakan Kertas Putih itu terjadi tanpa adanya pengaruh dan dorongan dari gerakan demokrasi orang China seberang lautan (overseas Chinese democracy movement).
Inspirasi internasional dari gerakan yang berawal dari protes anti-lockdown tersebut justru datang dari tayangan Piala Dunia di Qatar, yang memperlihatkan kehidupan yang bebas dan bahagia tanpa lockdown ataupun masker.
Akhirnya, yang terpenting, dalam pandangan Profesor Jie Chen adalah, munculnya gerakan protes pada November 2022 menandai retaknya 'kesepakatan besar pasca-Tiananmen' antara masyarakat China dan rezim penguasa. Kesepakatan yang pada intinya merupakan penukaran hak politik rakyat dengan kemakmuran ekonomi itu tampaknya sedang menghadapi tantangan yang sangat penting.[br]
Profesor Jie Chen memprediksi protes serupa akan lebih banyak terjadi di sepanjang era pemerintahan Xi Jinping.
"Ini akan sangat bergantung pada kemampuan kepemimpinan baru China. Dapatkah tim kepemimpinan (Komite Tetap Polibiro) yang baru, yang terdiri dari Xi dan para kroninya itu, mengatasi tantangan dan krisis yang dihadapi China, sehingga kesepakatan besar pasca-Tiananmen dapat diperkuat kembali?" Profesor Chen menegaskan.
Sementara itu, Ketua FSI yang juga mengajar kajian China di Universitas Pelita Harapan, Johanes Herlijanto, mengatakan terjadinya Gerakan Kertas Putih di China pada November 2022 sangat menarik dan penting untuk dicermati.
"Pertama, rangkaian peristiwa di atas memperlihatkan bahwa kondisi internal Republik Rakyat China (RRC) ternyata masih dipenuhi berbagai permasalahan yang masih belum terselesaikan. Model pemerintahan otoriter PKC yang bersifat top-down dan mengandalkan pengawasan dan tekanan terhadap warga yang berbeda pendapat dengan penguasa ternyata bukan model yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang timbul dalam masyarakat," ujar Johanes Herlijanto.
Menurut Johanes, berbagai pernyataan yang disuarakan dalam protes di atas memperlihatkan bahwa rakyat China masih memiliki daftar kebutuhan yang belum terpenuhi, termasuk kebutuhan akan kebebasan dan sistem pemerintahan yang tidak bersifat diktator.
"Stabilitas itu hanya membuktikan keras dan kuatnya pengawasan dan pembungkaman terhadap suara yang berbeda dari pemerintah," tutur Johanes.
Namun, menurut Johanes, sebagaimana juga terlihat dari rangkaian protes pada Oktober dan November 2022, pengawasan dan pembungkaman ternyata tidak selamanya efektif. Sebaliknya, pengawasan dan pembungkaman itu malah menjadi salah satu sumber masalah yang melahirkan ketidakpuasan.[br]
"Lagi pula, seberapa pun kuat dan ketatnya pengawasan dan pembatasan bersuara, rakyat Cina, khususnya generasi muda yang sangat familiar dengan teknologi dan media sosial, dapat menemukan celah untuk menyampaikan suara mereka," pungkas Johanes Herlijanto.
Sedangkan menurut dosen pada Jurusan Hubungan Internasional Universitas Presiden, Muhammad Farid, isu yang dibawa Gerakan Kertas Putih telah bergeser dari isu keresahan terhadap kebijakan Zero Covid-19 menjadi isu kebebasan berekspresi.
"Demonstrasi di akhir 2022 kemarin adalah yang terbesar kedua setelah demonstrasi di Lapangan Tiananmen tahun 1989," kata Muhammad Farid. (detikcom/a)