Jakarta (SIB)
Indonesia Police Watch (IPW)menilai Undang-Undang Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberikan kewenangan penyidikan tunggal kepada Otortas Jasa Keuangan (OJK) bertentangan dengan KUHAP.
IPW menilai jika OJK mendapat kewenangan tunggal penyidikan maka perlu adanya pengawasan dari orang luar.
"Penyerahan kewenangan penyidikan kepada penyidik OJK kan bertentangan dalam KUHAP, karena dalam KUHAP disebutkan penyidik adalah penyidik Polri dalam kasus tindak pidana umum dan tindak pidana khusus maupun kasus korupsi, apabila dalam kasus investasi keuangan menyangkut kasus korupsi, kejaksaan juga kewenangannya diambil alih," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, Sabtu (7/1).
Sugeng memandang perlu adanya aturan peralihan jika memang kewenangan penyidikan tunggal OJK itu diterapkan.
"Oleh karena itu, harus dibuatkan suatu aturan peralihan dalam peraturan ini yang dapat mengcover proses pemberian kewenangan kepada OJK tidak bertentangan KUHAP dan peraturan seperti UU kejaksaan maupun KPK," katanya.
Dia juga mengatakan perlu adanya pengawasan di OJK. Selain itu, penyidikan OJK juga harus dilandasi dengan kode etik.
"Apabila OJK menjadi satu-satunya penyidik dalam pelanggaran hukum jasa sektor keuangan maka harus dilengkapi juga institusi pengawasannya, apakah ada pengawasan internal terkait proses penyelidikan dan penyidikan yang juga menyimpang. Jadi harus dibentuk satuan pengawas internal atas penyelidik dan penyidik OJK, juga harus dibuat pengawas eksternal atas OJK, kemudian kode etik harus dibentuk regulasi kode etik bagi penyelidik dan penyidik OJK," ucapnya.
Meski begitu, Sugeng menilai pemberian kewenangan penyidikan ini memperhatikan sejumlah kasus yang ditangani polisi yang terkadang mendapat hambatan.
Karena itu, menurutnya, OJK diberikan kewenangan tunggal untuk melakukan penyidikan.
"Saya melihat bahwa DPR dan pemerintah memperhatikan kasus-kasus penanganan oleh kepolisian terkait dengan pelanggaran hukum dalam dana investasi masyarakat yang mengalami hambatan di kepolisian menjadi suatu pertimbangan penyidikan khusus penyidikan di dalam PPSK diserahkan kepada OJK," ucapnya.
"Menurut saya, ini harus menjadi perhatian yang serius dari kepolisian karena bisa saja dinilai bahwa kewenangan penyidikan penuh oleh kepolisian di dalam KUHAP dalam menyidik tindak pidana perbankan, investasi, jasa keuangan dialuihkan karena ada pertimbangan profesionalisme, integritas," sambungnya.
Dia berharap dengan adanya UU PPSK ini kasus-kasus terkait keuangan bisa segera diselesaikan. Selain itu, beberapa kasus yang berhenti penyidikannya bisa diungkap lagi.
"Di dalam penyelidikan ini, walaupun ada penyidik kepolisian berkoordinasi tetapi kendali ada pada OJK, sehingga memang diharapkan penanganan kasus-kasus dalam pelanggaran investasi seperti investasi bodong, kasus mahkota properti yang menyeret Raja Sapta Oktohari bisa dilaporkan kembali ke penyidik OJK, supaya bisa terungkap," kata Sugeng.
Sugeng kemudian juga menyarankan juga agar kewenangan penyidikan terhadap OJK ini diatur rinci dalam UU PPSK.
Peluang Koruptif
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani berbicara soal peluang koruptif terkait kewenangan tersebut.
Arsul mengatakan UU tersebut bisa diubah apabila dalam penindakannya ada perilaku koruptif.
"Kita beri kesempatan dulu OJK-nya. Kalau ternyata juga ada yang berperilaku koruptif, ya, maka kita ubah saja UU-nya. Bahkan cabut kewenangannya," kata Arsul kepada wartawan, Minggu (8/1).
Arsul lalu menyinggung Komisi XI DPR yang bermitra secara langsung dengan OJK.
Menurutnya, kewenangan itu diberikan kepada OJK dengan anggapan lembaga itu lebih memadai dibanding yang lain di dunia keuangan, perbankan, dan pasar modal.
"Saya lebih melihatnya teman-teman Komisi XI yang membahas RUU-nya berangkat dari keyakinan bahwa SDM OJK yang memang tiap hari menggeluti dunia keuangan, perbankan dan pasar modal punya kapasitas yang lebih memadai dibanding lembaga lain yang tidak berspesialisasi di dunia tersebut untuk menangani kejahatan-kejahatan yang timbul," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Namun Arsul tak heran jika ada keraguan terhadap jajaran OJK.
Pasalnya, Arsul menilai selama ini OJK tutup mata terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi seperti yang membelit Jiwasraya dan Asabri.
"Cuma wajar kalau tetap ada keraguan terhadap mentalitas jajaran OJK, mengingat selama ini OJK juga tutup mata terhadap kasus-kasus dunia pasar modal, keuangan dan perbankan sehingga kemudian meledak seperti Jiwasraya, Asabri, dan lain-lain," katanya.
Untuk diketahui UU PPSK disahkan DPR pada 15 Desember 2022. UU itu memberikan kewenangan bagi OJK untuk menyidik tindak pidana sektor jasa keuangan.
Redaksi telah meminta tanggapan kepada Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengenai kewenangan penyidikan tunggal di sektor keuangan ini, namun belum mendapatkan respons. (detikcom/a)