Jakarta (SIB)
Viral di media sosial potongan video menampilkan pria yang dinarasikan sebagai ketua majelis hakim sidang Ferdy Sambo membocorkan vonis untuk Sambo.
Komisi Yudisial (KY) menyebut perlu waktu untuk menelusuri kebenaran video tersebut.
"Penelusuran KY sedang berjalan. Video ini kan berupa cuplikan. Lalu diunggah oleh akun pseudonim, dan diposting media sosial Tiktok. Tentu ada aspek teknikalitas dari penelusuran yang memerlukan waktu," kata juru bicara (Jubir) KY, Miko Ginting, Jumat (6/1).
Miko tak memastikan kapan penelusuran akan selesai. Dia menduga bahan penelusuran pasti rumit.
"Nggak bisa dipastikan waktu definitifnya. Penelusuran dengan bahan dasar digital evidence yang di-upload di media sosial pasti kompleks," katanya.
KY pun menyebut ada kemungkinan untuk memanggil Hakim Wahyu yang disebut dalam video tersebut. Namun, KY tak ingin mengganggu proses persidangan dan kemandirian hakim.
"Terbuka kemungkinan untuk itu, tetapi lebih tepatnya saat ini bukan dalam konteks pemanggilan, melainkan minta keterangan dan informasi untuk melengkapi penelusuran KY. Dalam rangka itu, KY juga mesti sebisa mungkin tidak mengganggu kemandirian hakim dalam memeriksa dan memutus perkara," katanya.
Penjelasan Hakim Wahyu
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah melakukan klarifikasi ke Wakil Ketua PN Jaksel Wahyu Iman Santoso terkait video viral yang disertai narasi bocorkan vonis Ferdy Sambo.
Wahyu merupakan Ketua Majelis Hakim yang mengadili Sambo dkk dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat.
"Bahwa video hanyalah potongan atau editan yang ternyata setelah kami klarifikasi kepada beliau telah tidak secara utuh menampilkan pernyataan," kata Humas PN Jaksel Djuyamto kepada wartawan.
Dia mengatakan Djumyanto mengaku hanya menjelaskan secara normatif hukuman dalam kasus pembunuhan berencana.
Sebagai informasi, Sambo dkk didakwa dengan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
"Bahwa dalam pernyataan sebenarnya, beliau hanya berbicara secara normatif, yaitu terkait ancaman pidana pada pembunuhan berencana adalah pidana mati, seumur hidup maupun 20 tahun penjara," ujarnya.
Dia juga menyebut narasi dalam video viral itu sangat menyesatkan. Alasannya, proses persidangan saat ini masih di tahan pemeriksaan sehingga belum ada tuntutan apalagi vonis.
Tak Lagi Misteri
Sebuah buku setia menemani Ferdy Sambo menjalani proses hukum terkait kasus pembunuhan berencana mantan ajudannya, Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat.
Buku itu selalu digenggam Sambo sejak awal dirinya menjalani sidang etik profesi di Mabes Polri hingga sidang peradilan umum saat ini.
Kamis (5/1) malam, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), mantan Kadiv Propam Polri itu terlihat membuka buku hitamnya, saat hadir sebagai saksi di sidang perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus kematian Brigadir Yosua.
Duduk sebagai terdakwa ialah Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rachman Arifin.
Setelah buku hitam terbuka, Ferdy Sambo membacakan catatan kinerja Hendra Kurniawan, mantan Karo Paminal Divpropam Polri.
Untuk diketahui, Hendra dipecat Polri lantaran dinilai terbukti turut membantu Sambo mengaburkan penyidikan kasus kematian Brigadir Yosua.
"Kemudian yang mulia izin atas pertanyaan dari penasihat hukum. 15 tahun dia (Hendra) di sana (Divisi Propam Polri) kemudian 1,5 tahun saya bergabung bersama terdakwa Hendra ini. Dari data yang saya miliki ini memang cukup keras penegakan disiplin internal yang dilakukan oleh Biro Paminal," jelas Sambo usai ditanyai penasihat hukum Hendra, serta majelis hakim soal alasannya ragu menceritakan skenario kematian Yosua kepada Hendra.
"214 (penindakan) di tahun 2021 personel Polri ini sudah dilakukan operasi tangkap tangan ini prestasi karena tidak pernah terekspos karena ini terkait internal. Kemudian itulah yang menjadi penyebab saya khawatir dia tidak bisa mengikuti skenario saya," sambung Sambo sambil membaca isi buku hitam itu.
Sambo menyebut catatan kerja Hendra Kurniawan membuat dirinya ragu menceritakan skenario pembunuhan Brigadir Yosua di Duren Tiga.
Sambo kala itu berpikir ada kemungkinan Hendra enggan mengikuti skenario yang dibuatnya.
"Ada potensi untuk tidak mengikuti skenario saya sehingga saya tidak menyampaikan," jawab Sambo.[br]
Kasus Perintangan Penyidikan
Ada tujuh orang yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Para terdakwa tersebut masing-masing Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Irfan Widyanto, dan Arif Rachman Arifin.
Mereka didakwa dengan berkas terpisah. Para terdakwa didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (detikcom/c)