Jakarta (SIB)
Tim Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisan Negara Republik Indonesia (Bareskrim) terkait dugaan penambangan tanpa izin dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP dan/atau pemegang IUP, IPR, atau IUPK atas nama mantan polisi berinisial IB (Ismail Bolong) BP dan RP dari penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"Benar kami telah menerima SPDP dari penyidik Bareskrim Mabes Polri berkas perkara atas nama IB alias Ismail Bolong, BP dan RP,"kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dihubungi SIB, Rabu (21/12).
Kapuspenkum Kejagung yang akrab disapa Ketut menjelaskan SPDP atas nama IB, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: SPDP/25/II/2022/Tipidter tanggal 23 Februari 2022.
Kemudian BP, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: SPDP/25/II/2022/Tipidter dan RP, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor: SPDP/25/II/2022/Tipidter.
Menurut Ketut, ketiganya saat ini sudah ditetapkan Penyidik Bareskrim Mabes Polri sebagai tersangka.
Adapun ketiganya disangka melanggar Pasal 61 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
Meski ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun sambung Ketut, Jaksa Peneliti menyampaikan bahwa berkas perkara atas nama Tersangka IB, Tersangka BP, dan Tersangka RP dinyatakan belum lengkap.
Seperti diketahui dalam sebuah video yang beredar di media sosial Ismail mengaku menjadi pengepul batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Saat itu, Ismail Bolong menjabat sebagai Satuan Intelijen dan keamanan (Sat Intelkam) Kepolisian Resor Samarinda.
Ismail mengaku menyetor uang Rp 6 miliar dalam tiga tahap, yakni September, Oktober, dan November 2021.
Uang itu bersumber dari penjualan batubara yang dikumpulkan sekitar Rp 5-10 miliar per bulan.
Setelah pernyataan itu beredar luas di media sosial, Ismail mengklarifikasi pernyataannya.
Ismail Bolong meminta maaf kepada Komjen Agus Andrianto dan menyatakan informasi dalam video yang beredar sebelumnya tidak benar.
Ia mengaku, pernyataannya yang pertama direkam di bawah tekanan bawahan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan. (H3/a)