Sabtu, 15 Maret 2025

KPK Soroti Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Dana Bansos hingga Joki Skripsi

* Cecar Dirjen Dikti dan Rektor ITS
Redaksi - Kamis, 17 November 2022 09:25 WIB
541 view
KPK Soroti Perilaku Koruptif di Dunia Pendidikan, Dana Bansos hingga Joki Skripsi
Foto : net
Gedung KPK
Jakarta (SIB)

KPK mengungkap perilaku koruptif di dunia pendidikan. KPK membeberkan kasus mahasiswa korupsi dana bantuan sosial hingga kasus joki skripsi.

Hal itu disampaikan Deputi bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana dalam kegiatan pendidikan antikorupsi di Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Kalimantan Barat. Dia mengungkap jumlah uang yang dikorupsi para pelaku itu mencapai Rp 350 juta.

"KPK pernah menangani kasus di mana lima orang mahasiswa melakukan korupsi dana bantuan sosial sebesar Rp 350,5 juta. Hal ini menunjukkan bagaimana korupsi tidak hanya menyasar para petinggi di negeri ini saja melainkan sudah masuk ke lingkungan pendidikan yang seyogianya merupakan zona integritas," kata Wawan Wardiana dalam keterangannya, Jumat (11/11).

Tak hanya itu, Wawan menyebut, tindakan korupsi lainnya yang pernah dilakukan para mahasiswa adalah penggunaan joki tugas atau jasa pengerjaan tugas. Dengan menggunakan joki itu, mahasiswa telah melakukan kebohongan dan tidak jujur dalam dunia pendidikan.

"Dengan menggunakan joki, mahasiswa sudah melakukan kebohongan dan tidak jujur atas apa yang diperbuat. Sekarang yang terjadi nggak usah capek sekolah karena dapat gelar gampang (dengan jasa joki)," ucap dia.

Wawan juga mengungkap, jasa joki itu juga menyasar tugas akhir mahasiswa, yakni tesis dan skripsi. Dia menyebut, kata kunci 'Joki Skripsi' marak ditemukan dalam mesin pencarian Google.

"Fenomena pembuatan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi oleh pihak ketiga atau joki kian marak ditemui. Hanya dengan menggunakan kata kunci 'joki skripsi' di mesin pencarian Google, masyarakat akan mudah mendapatkan seluruh informasi, lengkap dengan biaya yang harus dikeluarkan," ungkapnya.[br]



Wawan menilai, secara tak sadar perilaku mahasiswa itu merupakan tindakan yang koruptif. Menurutnya, mahasiswa tak lagi memandang tugas akhir atau skripsi merupakan hal yang penting.

"Tanpa disadari fenomena tersebut merupakan bibit-bibit perilaku tindak pidana korupsi. Karya akademis yang seharusnya dibuat sebagai tolok ukur pemahaman mahasiswa kini tidak lagi dianggap menjadi hal krusial yang harus dikerjakan sendiri.

Berkaca dari kasus suap penerimaan mahasiswa yang menyeret Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani, dia menilai bibit korupsi di dunia pendidikan tersebut kian masif dan terstruktur. Dia menyebut adanya kelemahan pada sistem yang membuat sistem pendidikan berpotensi menjadi ladang koruptif. "Dalam beberapa kasus yang ditangani, KPK menemukan adanya kelemahan sistem yang kemudian rawan menjadi celah korupsi. Misalnya, kasus penerimaan mahasiswa baru mandiri (tanpa mekanisme dan aturan yang jelas) membuat salah seorang rektor terseret dalam kasus korupsi," sebut Wawan.

Dia menegaskan, perilaku koruptif di lingkungan perkuliahan antara lain dengan melakukan tindakan seperti mencontek, menitip absen, meniru tugas, membuat proposal palsu, memberi gratifikasi kepada dosen hingga melakukan mark up uang buku dan menyalahgunakan dana beasiswa. Oleh sebab itu, jika perbuatan itu terus dilakukan dia yakin tindak pidana korupsi bukan tidak mungkin bakal terjadi di masa depan. "Kalau hal ini dibiarkan dalam kehidupan sehari-hari tentu akan berkembang menjadi suap dan gratifikasi di masa depan. Dua kasus itu memiliki presentase 80% dari kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK," pungkas Wawan.



Cecar

Sementara itu, KPK memeriksa Plt Dirjen Diktiristek Kemendikbudristek Nizam dan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mochamad Ashari. Keduanya diperiksa sebagai saksi kasus suap yang menjerat Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani sebagai tersangka.

"(Didalami soal) peran dan kebijakan para saksi dalam proses penentuan kelulusan penerimaan mahasiswa baru," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (11/11).

Ali menyebut, keduanya juga dicecar soal mekanisme penerimaan mahasiswa baru. Selain Nizam dan Ashari, KPK telah memeriksa Riza Satria Perdana selaku dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Arif Djunaidy selaku dosen Departemen Sistem Informasi ITS.

"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan mekanisme penerimaan mahasiswa baru," kata Ali.[br]



Sebelumnya, KPK menetapkan Rektor Unila Karomani sebagai tersangka. Selain Karomani, KPK menetapkan Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryand, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan pihak swasta Andi Desfiandi.

Dalam OTT itu, KPK menyita uang tunai Rp 414,5 juta, slip setoran deposito dengan nilai Rp 800 juta, hingga kunci safe deposit box yang diduga berisi emas senilai Rp 1,4 miliar. Selain itu, KPK menyita kartu ATM dan buku tabungan berisi uang sebesar Rp 1,8 miliar.

KPK menduga Karomani aktif terlibat dalam menentukan kelulusan calon mahasiswa baru dalam Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Karomani mematok harga bervariasi untuk meluluskan mahasiswa, dari Rp 100 juta hingga Rp 350 juta. (detikcom/d)





Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru