Jakarta (SIB)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik pidato dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke 27 di Sharm El Sheikh, Mesir.
Pidato Ma'ruf dinilai sebagai sebuah ironi.
"Walhi menilai bahwa pidato Wakil Presiden yang menyebut berbagai pihak belum mengimplementasikan ambisi aksi iklim pasca COP26 Glasgow sebagai fakta sekaligus ironi," ujar Walhi dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (11/11).
Menurut Walhi, pemerintah Indonesia belum serius menjalankan tindakan menjaga iklim. Hal itu dapat dilihat dari kebijakan yang belum mengarah pada pengurangan emisi.
"Sebuah ironi karena pemerintah Indonesia juga menjadi bagian dari pihak yang belum secara serius dan ambisius mengimplementasikan aksi iklim. Kebijakan dan aksi iklim Indonesia belum mengarah pada peta jalan pengurangan emisi berdasar rekomendasi berbasis sains dan masih mengakomodir berbagai solusi palsu," katanya.
Dalam pidatonya, Ma'ruf juga menyebut enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia sebagai salah satu langkah nyata lead by example. Namun, menurut Walhi Indonesia bukan negara dengan NDC terkuat.
"Namun sayangnya, Indonesia tidak termasuk dari empat negara dengan kategori stronger NDC target," sebutnya.
Atas hal tersebut, Walhi menyayangkan pidato Ma'ruf di (KTT) Iklim COP27. Sebab, pidato Ma'ruf tidak menggambarkan kerusakan lingkungan di Indonesia.
"Walhi menyayangkan pidato penting di depan lebih dari 190 pemimpin dunia tersebut alpa memotret kerusakan ekologis hingga krisis iklim yang terjadi di Indonesia," pungkasnya.
Jawaban Ma'ruf
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut pidatonya di COP27 adalah bentuk solusi.
Dalam pidatonya ia menekankan negara lain untuk melakukan tindakan terhadap masalah iklim.
"Saya kira justru KTT COP di Mesir itu jangan hanya sekadar penyampaian ambisi, keinginan-keinginan tapi justru solusi. Justru solusi. Solusi untuk menghadapi yang ada kita hadapi ini," ujar Ma'ruf kepada wartawan di Pondok Cabe Udim, Tangerang Selatan, Jumat (11/11).
Menurut Ma'ruf, setiap negara harus turut memberikan kontribusi dalam permasalahan perubahan iklim. Negara maju, kata Ma'ruf, harus turut berperan dalam permasalahan perubahan iklim.
"Saya kira intinya di situ ya, itu pembicaraan di KTT memang seperti itu. Artinya jangan sampai, harus burden sharing, jangan sampai burden shifting. Berbagai beban bukan memindahkan beban. Jadi negara-negara miskin (jangan) disuruh nanggung beban akibatnya dari negara maju. Ini sebenarnya negara maju harus mengambil peran," tutur Ma'ruf.
Ma'ruf menilai, belum ada kemajuan penanganan masalah iklim setelah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021 lalu.
Oleh karena itu, pada COP ke-27, ia menekankan komitmen di Glasgow untuk dilaksanakan dengan baik.
"Karena setelah Glasgow belum ada kemajuan apa-apa. Ini yang kita dorong supaya komitmen Glasgow itu kemudian diimplementasikan dalam bentuk kegiatan yang lebih nyata," ungkap Ma'ruf.
Dirinya juga mengatakan, dalam COP ke-27, komitmen dari Pemerintah Indonesia dalam usaha penanganan krisis iklim telah disampaikannya.
Salah satu yang disampaikan adalah komitmen Indonesia menjaga sektor kehutanan, penggunaan biodiesel, hingga penggunaan mobil listrik.
"Saya sampaikan komitmen Indonesia seperti ini. Mengenai kehutanan, biodiesel, mobil listrik. Indonesia punya komitmen ya, dengan sendiri itu sampai 31 persen dan Kalau dibantu internasional menjadi 41 persen lebih," pungkas Ma'ruf. (detikcom/d)