Depok (SIB)
Pembina Rohani Kristen (Rohkris) SMAN 2 Depok Mayesti Sitorus, mengaku sebagai pihak yang memfoto siswa yang viral dinarasikan tidak diberi ruangan untuk berkegiatan. Mayesti mengaku, mengirimkan foto itu di grup alumni SMAN 2 Depok.
"Yang foto ya saya, dikirim di grup. Kita punya grup alumni, siswa-siswi alumni, angkatan 37, 36, 35," kata Mayesti saat ditemui di SMAN 2 Depok, Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, Jumat (7/10).
Mayesti mengatakan, foto itu diambilnya saat siswa Rohani Kristen akan melakukan 'Saat Teduh', yang merupakan kegiatan doa pagi bagi siswa Kristen setiap Selasa hingga Jumat.
"Jadi waktu itu kita mau mengadakan 'Saat Teduh' pagi di sekolah. Setiap hari Selasa sampai hari Jumat karena Senin upacara. Nah, harapan saya ada saat-saat begitu kita punya ruangan," katanya.
"Kita kan maklumlah keadaan sekolah, nggak apa apa, tapi mana kita tempat? Terus OB bilang 'ibu di atas'. Pergilah kami ke atas langsung kami mulai kegiatan Saat Teduh," imbuh Mayesti.
Mayesti pun mengungkap alasannya mengambil foto tersebut. Dia berharap, sekolah mempersiapkan tempat untuk siswa melakukan kegiatan Rohani Kristen agar tidak mengganggu jam pelajaran siswa. "Namanya hati nurani, karena sering walaupun jarang terjadi.
Tapi saya maunya prepare, standby, itu harapan saya tetap ada (kelas), tapi nggak ada tempatnya. Kalau pakai MG (multiguna) makan waktu, jam 07.00 WIB anak-anak sudah mulai belajar kan. Antisipasinya nanti anak-anak dimarahin sama gurunya 'kenapa terlambat?', mungkin guru nggak tahu peristiwa apa yang terjadi pada saat itu," tutur dia.
Dipakai
Merespons hal tersebut, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bidang Humas SMAN 2 Depok, Asep Panji Lesmana, menyebut biasanya kegiatan Rohani Kristen memakai ruangan multiguna di lantai bawah. Namun di hari itu ruangan multiguna dipakai untuk meletakkan seragam kelas X sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan. "Tapi sebenarnya kalau ruang multiguna di bawah itu tiap hari nggak kita kunci, pagi-pagi emang anak-anak Rohkris bisa masuk. Jadi sama sekali kami pun walau ruangan terbatas kami sediakan," kata Asep.
Ia menyebutkan, memang belum ada tempat yang difasilitasi dengan sistem lengkap untuk kegiatan rohani. Kendati demikian, pihak sekolah terus berupaya menyediakan.[br]
"Tapi kalau tempat yang representatif, yang lebih baik lagi belum. Tapi pada intinya kami sudah melakukan yang terbaik menurut kami, bahwa ada tempat yang khusus setiap hari itu dipergunakan," lanjutnya.
Asep meluruskan bahwa kejadian, Jumat (30/9) yang diviralkan tidak seperti yang beredar. Ia mengakui ada kesalahan pada jadwal pembukaan kunci oleh petugas kebersihan.
"Kita tidak melakukan diskriminasi, bahwa hal itu memang ada human error OB-nya telat membuka, dan itu pelaksanaannya menit per menit hanya 15 menit. Kalau OB telat 5 menit mungkin sudah dimulai (Saat Teduh). Tapi kan manusiawi, OB-nya pun sudah kita klarifikasi memang beliau tidak membuka grup WA-nya gitu," kata Asep.
Bantah Diskriminasi
Kepala SMAN 2 Depok, Wawan Ridwan juga membantah mendiskriminasi siswa Rohani Kristen di sekolahnya. Wawan menegaskan, tidak ada praktik diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu di SMAN 2 Depok.
"Tidak ada praktik diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu di SMAN 2 Depok," kata Wawan dalam keterangan tertulis, Jumat (7/10).
Wawan mengatakan, seluruh aktivitas keagamaan di SMAN 2 Depok sudah terfasilitasi dengan baik. Menurutnya, tidak ada larangan apa pun untuk mengadakan kegiatan agama di SMAN 2 Depok.
Wawan juga menepis isu pembubaran ekstrakurikuler, khususnya Rohani Kristen. Dia menjelaskan, saat itu semua ekstrakurikuler di SMAN 2 Depok memang dihentikan sementara lantaran ada kegiatan Penilaian Tengah Semester (PTS).
"Kegiatan ekstrakurikuler yang dimaksud ditujukan kepada seluruh ekstrakurikuler tanpa terkecuali selama kegiatan PTS berlangsung. Hal itu dilakukan agar seluruh siswa-siswi fokus pada kegiatan PTS. Jadi tidak pernah ada pernyataan dari staf kesiswaan seperti yang tertulis bahwa akan membubarkan ekstrakurikuler, terlebih secara spesifik kepada Rohkris," tutur Wawan.
Ditindak
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom MTh, merespons dugaan diskriminasi agama yang terjadi di SMAN 2 Depok. Dia mendorong Dinas Pendidikan Pemprov Jawa Barat bertindak tegas.
Awalnya, dugaan diskriminasi terhadap kegiatan kerohanian siswa-siswi Kristiani di SMAN 2 Depok ramai di media sosial. Dalam foto yang beredar, tampak siswa-siswi yang sedang melakukan kegiatan kerohanian di lorong sekolah dengan duduk di lantai.
Pendeta Gomar Gultom menyayangkan perlakuan diskriminatif itu.[br]
"Saya sangat menyayangkan terjadinya perlakukan yang sangat diskriminatif terhadap siswa-siswi beragama Kristen di SMA Negeri 2 Depok, yang sedang ramai diperbincangkan di jagat maya beberapa hari terakhir ini. Saatnya Dinas Pendidikan Jawa Barat mengambil tindakan tegas kepada staf sekolah ini, yang bahkan berniat membubarkan Rohkris hanya karena meminta izin untuk menggunakan ruangan dalam rangka pembinaan rohani mereka dalam konteks ekstrakurikuler," ujar Gomar kepada wartawan, Jumat (7/10).
Dia juga meminta agar kepala sekolah ditindak. Pasalnya, menurut informasi yang ia terima, Kepala SMAN Depok mengancam guru yang memberikan informasi kepada wartawan.
"Hal sama kepada kepala sekolah yang mengancam memindahkan guru-guru yang memberikan informasi tentang perlakuan diskriminatif tersebut kepada wartawan," ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa perlakuan diskriminatif ini bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dalam UU tersebut, siswa berhak mendapat pembinaan budi pekerti sesuai dengan agama yang mereka anut.
"Perlakuan diskriminatif tersebut sangat bertentangan secara diametral dengan semangat Undang-Undang Sisdiknas yang mengamanatkan perlunya peserta didik menerima pembinaan budi pekerti sesuai dengan agamanya," ujarnya.
Dia mengatakan, kejadian ini menambah panjang daftar perlakuan diskriminatif kepada para murid nonmuslim. Tak terkecuali para penganut agama lokal.
"Perlakuan diskriminatif seperti ini menambah daftar panjang dari perlakuan negara yang sangat diskriminatif terhadap siswa-siswi nonmuslim di negara tercinta Indonesia, termasuk penganut agama-agama lokal," tuturnya.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar praktik diskriminasi seperti ini dihentikan, semata-mata untuk mencapai masyarakat yang adil dan berbudi luhur.
"Saya mengimbau negara untuk segera menghentikan praktek-praktek diskriminatif seperti ini, demi menggapai masyarakat yang adil, cerdas, dan berbudi pekerti luhur," jelasnya.
Viral
Diberitakan sebelumnya, viral unggahan di media sosial yang menarasikan siswa SMAN 2 Depok, Jawa Barat, diduga dilarang memakai ruang kelas untuk kegiatan Rohani Kristen (Rohkris). Para siswa disebut mengalami diskriminasi dan harus memakai tangga atau lorong sekolah untuk kegiatan Rohani Kristen. Unggahan itu juga disertai foto yang memperlihatkan sejumlah siswa tengah duduk dan berdiri di tangga dan lorong sekolah. Ada yang mengenakan baju olahraga, ada juga siswa yang mengenakan seragam putih abu-abu. (detikcom/H1/a)