Jakarta (SIB)
Ketua DPR Puan Maharani bersilaturahmi dengan ulama Tuan Guru Turmudzi Badarudin di Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Puan mengatakan silaturahmi diadakan dalam rangka melanjutkan tradisi hubungan baik dengan para ulama.
"Saya datang bersilaturahmi dengan Tuan Guru Turmudzi selain melanjutkan tradisi hubungan baik dengan para ulama yang diajarkan kakek saya Bung Karno, juga menyambung silaturahmi Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Puan dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/8).
"Pondok Pesantren Qomarul Huda Bagu ini memiliki sejarah besar dalam moderasi Islam dan demokrasi Indonesia. Di tempat inilah dulu pernah digelar Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 17-20 November 1997. Salah satu rekomendasi Munas tersebut adalah tentang kedudukan perempuan dalam Islam," sambungnya.
Puan juga menemui para santri Ponpes Qomarul Huda Bagu. Kehadiran Puan sendiri mendapat sambutan hangat dari para santri.
"Presiden Jokowi melalui Kepres Nomor 22 tahun 2015 telah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai hari Santri. Sebagai Presiden dari PDI Perjuangan telah membuktikan pengakuannya terhadap peran santri dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia," ungkap Puan.
"Pengakuan negara terhadap peran santri itu harus dibuktikan dengan kerja-kerja nyata kaum santri utamanya dalam menjaga Negara Pancasila dari berbagai rongrongan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain," sambungnya.
Dalam pertemuan itu, Tuan Guru Turmudzi Badarudin menjelaskan peran Pondok Pesantren Qomarul Huda dalam penyelenggaraan Munas yang monumental tersebut.
"Munas alim ulama itu seperti mengakhiri debat panjang tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam. Munas itu mengafirmasi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam, juga mengakui kelebihan-kelebihan tertentu pada diri perempuan saat menjadi pemimpin,'' jelas Tuan Guru Turmudzi.[br]
Tuan Guru Turmudzi diketahui merupakan salah satu alim ulama yang paling mendukung keputusan Munas tersebut. Ia kemudian memberikan poin-poin penting tentang relasi agama dan negara, terutama bagaimana peranan dan kedudukan kepemimpinan perempuan menurut sudut pandang Islam.
Adapun dalam Al-Qu'ran telah jelas menyebutkan betapa besar peran perempuan sebagai pemimpin. Tuan Guru Turmudzi kemudian mengutip firman Allah SWT, yakni QS al-Naml/27:23.
Ia kemudian menambahkan hak politik perempuan mendapatkan tempatnya dalam Islam diperlihatkan di Aceh. Selain itu, Aceh juga diketahui merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara sekaligus salah satu wajah Islam di Indonesia.
Menurut Tuan Guru Turmudzi, Alim ulama dan masyarakat Aceh tidak pernah menolak kerajaan dipimpin oleh seorang raja perempuan atau disebut ratu. Hal ini dibuktikan dengan empat perempuan yang pernah memimpin Kerajaan Aceh, di antaranya Sri Ratu Safiatuddin Tajul Alam (1641-1675), Sri Ratu Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678), Sri Ratu Zaqiyatuddin Inayat Syah (1678-1688), dan Sri Ratu Zainatuddin Kamalat Syah (1688-1699).
"Artinya, sekarang tidak ada lagi alasan untuk mempertentangkan kepemimpinan perempuan dalam Islam untuk bangsa Indonesia. Selain landasan agama sesuai fatwa alim ulama NU, pemimpin perempuan juga memiliki landasan sejarah seperti antara lain yang diperlihatkan di Aceh," ucap Tuan Guru Turmudzi.
"Ditambah lagi, ideologi Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara kita juga tidak melarang perempuan menjadi pemimpin," tambahnya. (detikcom/d)