Kamis, 06 Februari 2025

Jokowi Respons Usul Luhut soal TNI Bisa di Kementerian: Belum Mendesak

Redaksi - Sabtu, 13 Agustus 2022 10:07 WIB
396 view
Jokowi Respons Usul Luhut soal TNI Bisa di Kementerian: Belum Mendesak
([ANTARA/Gilang Galiartha]
Ilustrasi Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers seusai meninjau pengembangan kelapa genjah di Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (11/8/2022). Jokowi mengatakan penempatan perwira aktif TNI di kementerian atau lembaga non-kementerian belum men
Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons usulan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal revisi UU TNI Yang menambahkan pasal tentang penempatan perwira TNI agar bisa bertugas di kementerian/lembaga.

Jokowi memandang penempatan TNI di kementerian belum mendesak.

"Ya saya melihat, masih kebutuhannya saya lihat belum mendesak," kata Jokowi dalam keterangan pers di Sukoharjo seperti dalam video di akun YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (11/8).

Jokowi kembali menegaskan soal kebutuhan yang belum mendesak saat ditanya lagi mengenai usulan tersebut.

"Kebutuhannya sudah saya jawab, kebutuhannya kan saya lihat belum mendesak," ujar Jokowi.

Usul Revisi
Sebelumnya, Luhut mengusulkan revisi UU TNI. Salah satu pasal yang diusulkan Luhut adalah penempatan TNI agar bisa bertugas di kementerian/lembaga.

"Sebenarnya saya sudah mengusulkan untuk perubahan UU TNI. UU TNI itu ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam, bahwa TNI boleh ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan Presiden," kata Luhut dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD seperti ditayangkan di akun YouTube PPAD TNI, Jumat (5/8).

Luhut mengatakan aturan itu nantinya bakal membantu pengaturan tentang tugas perwira TNI. Dia berharap TNI AD bisa lebih efisien.

"Itu sebenarnya akan banyak membantu, tidak perlu banyak bintang-bintang di angkatan darat. Jadi angkatan darat bisa lebih efisien," ujar Luhut.

Luhut mencontohkan perwira TNI tak bisa ditugaskan di kementerian yang dipimpinnya. Menurut Luhut, baru anggota Polri yang bisa ditugaskan di sejumlah kementerian.

"Karena seperti di tempat saya, itu tidak bisa perwira aktif TNI yang masuk, yang bisa adalah Polri. Karena Polri bisa ada begitu, sama di perhubungan di mana-mana," ujar Luhut.

"Jadi saya berharap TNI dalam hal ini dengan Kemhan nanti kalau bisa supaya masukkan satu pasal ini kepada perubahan UU TNI sehingga sebenarnya TNI nanti bisa berperan lebih lugas lagi dan perwira TNI kan tidak semua harus jadi KSAD. Bisa saja tidak KSAD tapi dia kementerian seperti yang kita lihat teman-teman dari luar," sambung Luhut.[br]



KEMUNDURAN
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai usulan Luhut juga mengancam demokrasi dan sebagai kemunduran terhadap reformasi di tubuh TNI.

"Usulan tersebut justru kontradiktif dengan upaya reformasi TNI, sebab melibatkan kembali TNI ke urusan sipil sama saja dengan mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru," kata peneliti senior dari Imparsial sekaligus Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, Jumat (12/8).

Al Araf menuturkan, pada era Orba, TNI turut campur dalam urusan sosial dan politik. Dia berpendapat kondisi tersebut mengakibatkan terganggunya profesionalitas TNI dalam menjalankan tugas utama di bidang pertahanan.

"Di masa lalu, TNI (dahulu ABRI) tidak hanya terlibat dalam urusan pertahanan, tetapi juga ikut campur dalam urusan sosial-politik.

Alhasil, struktur pemerintahan sipil di pusat maupun di daerah serta di parlemen banyak diisi oleh militer aktif, yang tentu berpotensi mempengaruhi profesionalitasnya dalam menjalankan tugas utamanya sebagai alat negara bidang pertahanan," ujar Al Araf.

Al Araf melanjutkan, wacana perwira aktif TNI menduduki jabatan sipil juga dinilai bertolak belakang dengan agenda reformasi. Al Araf menyampaikan, jika wacana tersebut terealisasi, negara gagal melanjutkan amanat reformasi.

"Sebab mencabut doktrin dwifungsi ABRI justru merupakan salah satu agenda penting dari agenda reformasi 1998. Pasal 47 UU TNI telah mengatur dengan jelas ketentuan-ketentuan perihal penempatan TNI aktif pada jabatan sipil," sebut Al Araf.

Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari PBHI, Imparsial, KontraS, YLBHI, ICW, Elsam, Public Virtue Institute, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, SETARA Institute, ICJR, Centra Initiative, LBH Malang, HRWG menyampaikan 7 poin penolakan isu TNI kembali ditugaskan di kementerian-kementerian. (detikcom/a/f)




Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru