Medan (SIB)
Besok (11/8), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan menjadwalkan sidang pembacaan putusan gugatan permohonan pembatalan dan pencabutan SK Gubernur Sumatera Utara terkait proyek pembangunan jalan dan jembatan tahun jamak Pemprov Sumut sebesar Rp 2,7 triliun.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Medan, Senin (8/8), diketahui, majelis hakim yang diketuai Baherman SH MH menjadwalkan putusan itu setelah sebelumnya sejumlah agenda sidang telah selesai dilalui.
Terakhir, sidang agenda sidang kesimpulan digelar pada Kamis (28/7) lalu.
Seperti diketahui persidangan gugatan dengan nomor perkara : 45/G/2022/PTUN MDN ini diajukan Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumut HM Nezar Djoeli ST dan Delia Ulpa selaku penggugat melawan Gubernur Sumatera Utara selaku tergugat.
CACAT HUKUM
Kuasa hukum penggugat, Rio Darmawan Surbakti saat dikonfirmasi membenarkan jadwal sidang putusan diagendakan pada 11 Agustus 2022.
"Ia jadwal sidang putusannya pada 11 Agustus 2022," ucap Rio.
Ditanya soal isi kesimpulan pihak penggugat dalam perkara ini yang dituangkan dalam konklusi yang diserahkan pada sidang sebelumnya, Direktur LBH PSI Sumut ini mengatakan pada intinya isi kesimpulan mereka adalah tetap berdasarkan gugatan, yakni penerbitan SK Gubernur Sumatera Utara No 188.44/935/KPTS/2021 tentang Penetapan Pekerjaan Rancang dan Bangunan (Design And Build) Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Di Sumatera Utara Untuk Kepentingan Strategis Daerah Provinsi Sumatera Utara dianggap cacat hukum.[br]
"Penerbitan SK tersebut menurut kami bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain itu, melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri No 77/ 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, juga melanggar Permendagri No.27/ 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022," urai Rio.
Selain itu, selama proses pembuktian di persidangan, penggugat mengaku yang mereka duga selama ini benar adanya.
"Ternyata apa yang kami duga selama ini, benar bahwa penerbitan SK yang akhirnya menjadi dasar dimulainya proyek senilai Rp2,7 T ini tidak melalui proses mekanisme yang harusnya dilaksanakan," urai Rio.
Sebagai contoh, lanjutnya, pada sidang pembuktian, pihak tergugat tidak ada mengajukan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebagai bukti di persidangan.
Sementara penggugat ada mengajukan dokumen KUA-PPAS tahun 2020 untuk dianggarkan di tahun 2021 sebagai bukti surat.
"Dalam proses penganggaran, mekanismenya harus melalui KUA-PPAS dan harus ada peraturan daerah sebagai payung hukum. Sementara dari dokumen KUA-PPAS, kita tidak lihat ada pembahasan terkait tahun jamak yang dilaksanakan ini. Sudah begitupun, seharusnya kriteria kegiatan tahun jamak ini juga harus ada peraturan daerahnya. Tapi pada pembuktian di persidangan kemarin, kita ajukan Perdanya, memang tidak ada di situ pembahasan kegiatan tahun jamak. Jadi proyek Rp 2,7 T ini semacam hanya berdasarkan nota kesepahaman saja antara Kepala Daerah dan pimpinan DPRD Sumut," pungkasnya.
Justru harusnya bila hendak melaksanakan sebuah proyek dengan anggaran megabesar seperti Rp 2,7 T ini, lanjut Rio seharusnya lebih mematangkan dalam proses penganggarannya agar tidak ada penyalahgunaan yang dikuatirkan ke depannya.
Atas itulah, Rio berharap agar majelis hakim mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan batal atau tidak sah Objek Sengketa berupa: Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/935/KPTS/2021 dan mewajibkan tergugat untuk mencabut objek sengketa SK Gubernur Sumut itu.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPW PSI Sumut HM Nezar Djoeli ST menyebut yang dilakukan PSI Sumut merupakan upaya menyelamatkan uang rakyat sebesar Rp 2,7 triliun.
Nezar menyebut, proyek multiyears tersebut terkesan dipaksakan dan dianggap menabrak sejumlah regulasi yang tidak sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku, sehingga digugat ke PTUN Medan.
"Kami melihat proyek tersebut tidak sehat dan tidak sesuai mekanisme serta proses penganggaran. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terutama rekan media dalam hal pemberitaan.
Semoga ke depan Sumatera Utara bisa lebih baik lagi," tutup Nezar.[br]
YAKIN TAK BERMASALAH
Sementara Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut Dwi Aries Sudarto melalui Bantuan Hukum Biro Hukum Pemprov Sumut Bambang kepada SIB, Selasa (9/8) mengatakan, kebijakan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menerbitkan SK Desain Rancang Bangun Jalan dan Jembatan dengan pagu Rp2,7 triliun tidak ada bermasalah.
"Ini kan masih dalam persidangan, jadi kita tinggal menunggu keputusan saja, dimana keputusannya diagendakan sejauh ini masih tanggal 11 Agustus 2022," katanya.
Dia mengatakan yakin apa yang mereka jawab ke PTUN Medan, bahwa kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi menerbitkan SK Desain Rancang Bangun dengan pagu Rp2,7 triliun untuk pembangunan jalan dan jembatan tidak ada bermasalah di sana, dan hal itu yang mereka pertahankan.
Disebutkan, mereka sudah berkonsultasi dengan berbagai pihak, baik dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) maupun Kementerian Dalam Negeri.
"Jadi kami masih berkeyakinan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tataran kebijakan yang benar dan pembangunan jalan dan jembatan tujuannya baik untuk masyarakat Sumatera Utara," tutupnya. (A17/A13/a)