Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, Singapura menjadi negara asal terbesar dalam deklarasi dan repatriasi harta bersih wajib pajak pada Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II.
"Mayoritas sebanyak Rp 56,96 triliun adalah pengungkapan wajib pajak yang memiliki harta di Singapura dengan jumlah peserta 7.997. Dari harta itu kami memperoleh Rp 7,29 triliun penerimaan pajak penghasilan (PPh)," ungkap Sri Mulyani dikutip dari Antara, Jumat (1/7).
Kemudian harta terbesar wajib pajak yang dideklarasikan dan direpatriasikan terbesar lainnya dalam PPS yakni berada di Kepulauan Virginia, Britania Raya sebesar Rp 4,97 triliun dari 50 wajib pajak, dengan PPh terkumpul Rp 601,9 miliar.
Ia melanjutkan, terdapat 432 wajib pajak yang melaporkan harta di Hong Kong sejumlah harta Rp 3,58 triliun dan terkumpul penerimaan Rp 440,71 miliar, serta ada 1.154 wajib pajak yang melaporkan harta Rp 2,76 triliun di Australia dan dibayarkan PPh senilai Rp 372,14 miliar.
Terdapat pula 332 wajib pajak yang melaporkan harta di Tiongkok sebesar Rp 1,51 triliun sehingga membayarkan pajak senilai Rp 180,6 miliar dan 442 wajib pajak melaporkan harta senilai Rp 1,18 triliun dengan nilai setoran pajak Rp 162,24 miliar.
Selanjutnya, Sri Mulyani menyebutkan, terdapat 399 wajib pajak yang berdomisili maupun memiliki harta di Amerika Serikat (AS), yang melaporkan harta Rp 1,27 triliun dan diterima PPh sebesar Rp 160,39 miliar. Serta 141 wajib pajak yang melaporkan harta di India Rp 417,47 miliar dengan pajak yang diterima negara Rp 59,01 miliar.
Dari pelaporan harta senilai Rp 342,7 miliar di Swiss oleh 45 wajib pajak, diterima pemasukan negara melalui PPS senilai Rp 49,1 miliar, serta 120 wajib pajak melaporkan hartanya di Britania Raya dengan nilai Rp 357,79 miliar dan pembayaran pajaknya tercatat Rp 42,48 miliar. [br]
Lebih lanjut, terdapat pula pelaporan harta bersih di Kepulauan Virgin, AS senilai Rp 326,21 miliar dan telah dikumpulkan PPh Rp 29,04 miliar, di Kanada senilai Rp 177,12 miliar dengan pembayaran pajak Rp 26,7 miliar. Lalu Kepulauan Cayman dengan harta yang diungkap Rp 147,05 miliar dan tercatat pembayaran pajaknya Rp 24,19 miliar.
Dari Filipina, total harta yang diungkapkan sebesar Rp 164,26 miliar dengan pembayaran pajak Rp 22,97 miliar, serta harta di Uni Emirat Arab senilai Rp 121,46 miliar yang dilaporkan dengan jumlah pembayaran PPh Rp 22,97 miliar.
"Adapun Kepulauan Virgin Britania Raya, Kepulauan Virgin AS, dan Kepulauan Caymen adalah wilayah suaka pajak alias tax haven," jelasnya. Sebagai informasi, tax haven merupakan negara yang menawarkan pajak rendah bahkan tanpa pemungutan pajak kepada perusahaan atau individu asing.
Tak Akan Ada Lagi
PPS alias tax amnesty jilid II sudah ditutup setelah diselenggarakan pada 1 Januari-30 Juni 2022. Pemerintah memastikan tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak.
Tax amnesty jilid II diikuti oleh 247.918 wajib pajak. Di antara mereka merupakan pengusaha, pegawai swasta, pedagang eceran, hingga pegawai negeri sipil (PNS).
Sri Mulyani mengatakan kalangan pengusaha/pegawai swasta mengungkapkan harta Rp 300,04 triliun, jasa perorangan lainnya Rp 59,16 triliun, perdagangan eceran Rp 13,66 triliun, PNS Rp 9,72 triliun dan real estat Rp 9,48 triliun.
"Jasa perorangan lain ini seperti dokter, lawyer, notaris, penyanyi, youtuber, pekerja pribadi itu. Pegawai negeri ada Rp 9,72 triliun dan yang bekerja di real estat Rp 9,48 triliun," kata Sri Mulyani.[br]
"Kami tidak akan memberikan lagi program pengampunan pajak," kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantor DJP Kementerian Keuangan, Jakarta Selatan, Jumat (1/7).
Tax amnesty jilid II ditutup dengan total PPh yang berhasil dikantongi negara senilai Rp 61,01 triliun. Terdapat 247.918 wajib pajak yang bergabung dengan harta bersih yang diungkapkan sebesar Rp 594,82 triliun.
Sri Mulyani menyebut selanjutnya pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan melakukan upaya kepatuhan dan penegakan hukum bagi seluruh wajib pajak dari data yang diperoleh.
"Ini tidak di dalam rangka untuk memberikan ketakutan, tapi saya ingin menyampaikan bahwa kita akan menjalankan undang-undang secara konsisten dan tentu setransparan dan akuntabel mungkin," tuturnya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa program tax amnesty jilid II bertujuan untuk menciptakan pajak yang adil. Bagi yang mampu, mereka diminta membayar pajak untuk membantu yang tidak mampu.
"Berbagai manfaat yang diperoleh yaitu membangun Indonesia. Jadi dalam hal ini pajak adalah terjemahan dari prinsip gotong royong, keadilan," imbuhnya.
Belum Puas
Sri Mulyani mengaku belum puas terhadap capaian negara yang memperoleh Rp 61,01 triliun dari program tax amnesty jilid II. Pasalnya tax ratio Indonesia disebut masih rendah.
"Kita sebagai policy maker terus memikirkan atau berikhtiar untuk terus memperbaiki pondasi pajak kita. Jadi kalau ngomong puas ya nggak pernah puas karena kalau sudah puas, tax ratio kita berarti sudah tinggi, (sekarang) tax ratio kita masih rendah," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebut, program tax amnesty jilid II merupakan salah satu ikhtiar untuk terus-menerus membangun pondasi pajak Indonesia yang kuat dan berkeadilan. Dia mengingatkan kepada jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bahwa tugasnya belum selesai dengan berakhirnya program ini.[br]
"Jadi saya sampaikan kepada teman-teman (DJP), tugas Anda nggak selesai dengan PPS karena masih panjang dan tax ratio di Indonesia masih termasuk yang terendah di asia maupun among peer kita. Jadi pasti kita belum puas, pasti belum dan kita akan terus menguji kepatuhan terus," tuturnya.
Dengan kondisi geografis yang tinggi, Sri Mulyani mengaku memperbaiki iklim perpajakan di Indonesia bukanlah hal yang sederhana. Melihat perbaikan dari negara tetangga juga merupakan tekanan tersendiri.
"Jadi ini merupakan tugas terus-menerus bagi DJP. Aku nggak boleh ngomong puas, kalau puas nanti langsung libur Pak Suryo (Direktur Jenderal Pajak) dan teman-teman. Ini sebuah hasil yang kita harapkan terus jadi pondasi bagi kita untuk memperbaiki kepatuhan jadi baik, lingkungan perpajakan jadi pasti, compliance jadi jauh lebih meningkat sehingga akhirnya tax ratio kita betul-betul mencerminkan apa yang kita sebut potensi penerimaan perpajakan Indonesia," bebernya. (Kps/detikFinance/a)