Rabu, 05 Februari 2025

Jaksa KPK Cecar Bupati Langkat soal Rp 6 M dalam Plastik di Rumah

* Hakim Tegur Abang Bupati Langkat Agar Terbuka
Redaksi - Selasa, 31 Mei 2022 09:57 WIB
402 view
Jaksa KPK Cecar Bupati Langkat soal Rp 6 M dalam Plastik di Rumah
(Zunita Amalia/detikcom)
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin tiba-tiba mengucapkan sumpah saat menjadi saksi di sidang penyuapnya, Muara Perangin Angin. 
Jakarta (SIB)
Jaksa KPK mencecar Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terkait uang yang diterimanya senilai Rp 6 miliar. Uang itu diterima dari kakaknya Iskandar Perangin Angin yang merupakan kepala desa.

Awalnya, jaksa KPK bertanya mengenai utang piutang antara Iskandar dengan Terbit. Menurut Terbit, kakaknya pernah meminjam uang Rp 7 miliar, namun tidak tahu untuk apa uang tersebut.

"Ada nggak bukti utang piutang?" tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/5).

"Kalau bukti antara saya sama saudara saya, saat itu dia katakan jaminan-jaminan. Tapi ada yang dititipkan ke saya berupa surat-surat sertifikat," jawab Terbit.

Terbit mengaku mencatat utang piutang itu di kuitansi. Namun, dia tidak tahu saat ini keberadaan kuitansi itu.

Menurut Terbit, Iskandar sudah membayarkan utang sebesar Rp 6 miliar. Uang itu, kata Terbit, diantarkan ke rumahnya saat dia tidak ada. Uang itu diletakkan di dekat meja di ruang terbuka rumah Terbit.

"Ada dekat meja itu ada tumpukan uang," kata Terbit.

"Saudara nggak kaget itu tiba-tiba ada uang? Nggak ada yang konfirmasi?" tanya jaksa. Terbit mengaku tidak kaget.

"Saat itu saya nggak tahu. Esok harinya Iskandar datang dari belakang bilang 'ini semalam saya antarkan uang ini'. Di situlah saya baru tahu," kata Terbit.

Terbit mengaku tidak kaget dengan adanya uang Rp 6 miliar di dekat meja ruang tamunya. Dia mengaku awalnya mengira uang itu milik anaknya Dewa Perangin Angin yang baru menarik uang perusahaannya.

Uang dari Hasil Proyek
Iskandar yang sebelumnya menjadi saksi juga mengatakan hal serupa. Iskandar mengaku meletakkan uang Rp 6 miliar itu di dekat meja di rumah Terbit Rencana.

"Saat ada pencairan (proyek) saya antarkan ke rumahnya, dia tidak ada si rumah. Saya taruh uangnya di dalam rumahnya di ruang tamu sudut," ucap Iskandar.

Menurut Iskandar uang Rp 6 miliar itu berada dalam kantong plastik. Ada 7 buah kantong plastik.

Dalam sidang ini, duduk sebagai terdakwa adalah Direktur CV Nizhami, Muara Perangin Angin. Muara didakwa memberi suap senilai Rp 572 juta ke Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Jaksa mengatakan suap diberikan agar Terbit memberikan paket pekerjaan di Dinas PUPR Langkat dan Disdik Langkat ke perusahaan Muara.

Uang suap diberikan Muara ke Terbit melalui Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abadi, Suhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. Mereka adalah orang kepercayaan Terbit.

Tegur
Sebelumnya, Majelis hakim memperingatkan abang Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin, Iskandar Perangin Angin, ketika bersaksi. Hakim menegur karena Iskandar ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan jaksa.

Awalnya, jaksa KPK mengkonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) Iskandar yang mengatakan dia membantu adiknya Terbit Rencana Perangin Angin untuk mengatur 3 dinas di Langkat, yakni Dinas PUPR, Dinas Pendidikan, dan Dinas Perkim.

"Saksi bantu adik Anda, bupati, supaya nggak ada ribut-ribut. Itu gimana maksudnya tahu ada ribut?" tanya jaksa KPK.
"Kata kadis," ujar Iskandar.

Iskandar mengaku di Langkat kerap ada demonstrasi. Di juga mengaku pernah menjadi jembatan antara kadis dengan beberapa orang di sana yang mengancam sejumlah kepala dinas (kadis).

"Saat itu pernah kepala dinas menyatakan kan ada putra-putra daerah datang ramai-ramai ke kadis, terus saya datang menjembatani supaya nggak ada ancam-ancam," katanya.

Iskandar mengatakan dia membantu Terbit dengan cara berkoordinasi dengan 3 dinas yang kerap ribut. Dia juga mengaku Terbit menyetujui inisiatifnya yang ingin berkoordinasi dengan kepala dinas.

"Iya (Terbit menyetujui)," katanya.

"Apa yang dikatakan Terbit saat itu?" tanya jaksa lagi.

Iskandar mengaku lupa. Dia juga mengaku tidak tahu saat ditanya jaksa soal cara membantu Bupati Langkat nonaktif.

Hakim ketua Djuyamto lantas mengambil alih. Djuyamto mencecar bagaimana cara dia berkoordinasi dengan kepala dinas, padahal Iskandar adalah kepala desa.

"Majelis ingatkan kembali Saudara ditanya JPU itu sumbernya BAP yang majelis katakan sejak awal dan saudara yang katakan ini jawaban Saudara sendiri. Kalau jawaban sendiri tolong Saudara itu di sini punya tugas mulia, ingat itu.

Jadi saksi punya tugas mulia kalau saudara mau terangkan apa adanya," kata hakim.

Hakim meminta Iskandar tidak menutup-nutupi. Dia meminta Iskandar berbicara apa adanya.

"Saudara kalau hadir di sini jangan punya pikiran bela siapa-siapa, penuhi aja kewajiban Saudara jadi saksi apalagi Saudara sudah disumpah, selaku orang agama Islam kalau menyangkut kesaksian nggak hanya di sini, nanti di akhirat ditanya.

Apalagi kalau Saudara tahu Surat Yasin ayat 65, jelas?" ucap hakim.

"Ngomong aja di sini, biar sidang cepat selesai. Mari ngomong apa adanya di sini, ditanya begitu aja, itu pertanyaan mendasar," imbuh hakim.

Dalam sidang ini, duduk sebagai terdakwa adalah Direktur CV Nizhami, Muara Perangin Angin. Muara didakwa memberi suap senilai Rp 572 juta ke Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Suap diberikan agar Terbit memberikan paket pekerjaan di Dinas PUPR Langkat dan Disdik Langkat ke perusahaan Muara.

Uang suap diberikan Muara ke Terbit melalui Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abadi, Suhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. Mereka adalah orang kepercayaan Terbit. (detikcom/a)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru