Senin, 23 Desember 2024
Dunia Dihantam Krisis Bertubi-tubi

IMF: Ekonomi Global Makin Rawan

* Bank Dunia: Perang di Ukraina Picu Resesi Global
Redaksi - Sabtu, 28 Mei 2022 08:48 WIB
437 view
IMF: Ekonomi Global Makin Rawan
Foto : Istimewa
David Malpass dan Kristalina Georgieva.
Jakarta (SIB)
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) Kristalina Georgieva mengatakan ekonomi dunia saat ini berada di posisi yang sangat rawan. Pasalnya, saat ini ekonomi dihantam berbagai macam krisis.

Dunia belum juga pulih betul dari krisis ekonomi yang disebabkan Covid-19, kini sudah ada ancaman krisis dari perang yang terjadi di Eropa.

"Kita berada di ruang yang belum pernah dialami sebelumnya. Krisis demi krisis dalam dua tahun. Baru saja kita mulai pulih dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh Covid, kini kita dilanda perang di Eropa, sanksi dan konsekuensi mereka," kata Kristalina dalam wawancara dengan CNN, Jumat (27/5).

Sejak Oktober tahun lalu, IMF sudah dua kali menurunkan proyeksinya soal pertumbuhan ekonomi global. Kristalina menyatakan bisa saja IMF kembali menurunkan proyeksinya tahun ini.

Mengingat beberapa upaya pengetatan kondisi keuangan dan apresiasi mata uang Dolar. Hal itu dinilai dapat melemahkan perkonomian banyak negara berkembang dan miskin. Belum lagi perlambatan rantai pasokan yang drastis di China.

"Dan ketika kita melihat ke downgrade (penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi) terakhir, saya tidak akan meragukan bahwa mungkin ada downgrade lebih lanjut," ujar Kristalina.

Dia juga menyinggung soal kekhawatiran terjadinya fragmentasi ekonomi global. Bila hal ini terjadi rantai pasok global akan sangat terganggu. Akan terbentuk blok perdagangan baru dan pilihan mata uang cadangan yang baru.

"Jika kita melangkah sejauh itu, konsekuensinya akan buruk bagi orang miskin di negara miskin. Dampaknya juga akan terasa bagi kita semua karena standar hidup kita akan terpengaruh," ungkapnya.

Terakhir, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai 3,6% pada April lalu. Kristalina mengatakan meskipun bakal ada penurunan proyeksi lagi, dia yakin tidak sampai minus. Bila minus artinya, gelombang resesi akan terjadi di berbagai negara.

"Proyeksi kami untuk pergi ke wilayah masih sangat jauh, sangat tidak mungkin kita akan mengalami resesi global. Mungkin akan tetap ada resesi di beberapa negara tapi tak banyak," sebutnya.

Peringatkan
Terpisah, Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan invasi Rusia ke Ukraina dapat membuat harga pangan, energi, dan pupuk meroket. Hal ini memicu terjadinya resesi global.

Malpass mengatakan, sulit untuk melihat bagaimana cara menghindari terjadinya resesi. Disaat yang sama, lockdown di China membuatnya khawatir karena itu berpengaruh terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Pernyataan Malpass ini merupakan peringatan terbarunya atas meningkatnya risiko ekonomi dunia yang mungkin akan mengalami kontraksi.

"Saat kita melihat Produk Domestik Bruto (PDB) global, sulit sekarang untuk melihat bagaimana kita menghindari resesi.

Kenaikan harga energi dua kali lipat sudah cukup untuk memicu resesi dengan sendirinya," katanya, mengutip BBC, Jumat (27/5).

Bulan lalu, Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini hampir satu persen penuh, menjadi 3,2%.

PDB adalah ukuran untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Ini adalah salah satu cara terpenting untuk mengukur seberapa baik atau buruk kinerja ekonomi. PDB membantu sektor bisnis untuk menilai kapan harus memperluas dan merekrut lebih banyak pekerja atau sebesar apa berinvestasi.

Pemerintahan juga menggunakan PDB untuk membuat keputusan dalam segala hal mulai dari pajak hingga pengeluaran.

PDB juga adalah salah satu ukuran bagi bank sentral mempertimbangkan apakah akan menaikkan atau menurunkan suku bunga.

Malpass juga mengatakan, banyak negara Eropa masih terlalu bergantung pada Rusia untuk minyak dan gas. Bahkan ketika negara-negara Barat terus maju dengan rencana untuk mengurangi ketergantungan mereka pada energi Rusia.

Dia juga mengatakan, langkah Rusia untuk memotong pasokan gas dapat menyebabkan perlambatan substansial di Eropa.

Lebih lanjut, Malpass mengungkapkan harga energi yang tinggi sudah membebani Jerman, yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Eropa dan terbesar keempat di dunia.

Negara-negara berkembang juga terpengaruh oleh kekurangan pupuk, makanan dan energi. Malpass juga menyuarakan keprihatinan tentang lockdown di beberapa kota besar di China, termasuk di Shanghai merupakan pusat keuangan di China.

"China sudah mengalami beberapa kontraksi real estat, sehingga perkiraan pertumbuhan China sebelum invasi Rusia telah melemah secara substansial untuk 2022. Kemudian gelombang Covid-19 menyebabkan lockdown yang semakin mengurangi ekspektasi pertumbuhan untuk China," jelasnya.

Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan China mengalami pukulan lebih keras di lockdown kali ini dibanding pada saat awal pandemi.

Li menyerukan kepada para pejabatnya untuk memulai kembali aktivitas pabrik setelah lockdown.

"Kemajuannya tidak memuaskan. Beberapa provinsi melaporkan bahwa hanya 30% bisnis yang telah dibuka kembali.

Rasionya harus dinaikkan menjadi 80% dalam waktu singkat," kata Li.

Lockdown secara penuh atau atau sebagian diberlakukan di lusinan kota di China pada Maret dan April, termasuk penutupan panjang di Shanghai.

Langkah-langkah tersebut telah menyebabkan perlambatan tajam dalam kegiatan ekonomi di seluruh China. Dalam beberapa minggu terakhir, menunjukkan bahwa sebagian besar ekonomi telah terpengaruh, dari produsen hingga pengecer.

Makan Daun
Sementara itu, dilaporkan terpisah Presiden Abdel Fattah Al-Sisi mencetuskan agar warganya mengonsumsi dedaunan dari pohon seperti yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Hal itu sebagai upaya sinis untuk menenangkan warga Mesir soal kenaikan harga pangan beberapa waktu terakhir.

"Sisi mengatakan dirinya tidak khawatir jika seseorang akan mengatakan bahwa satu kilogram okra berharga 100 Pounds Mesir karena warga Mesir menyadari bahwa 'para Sahabat Nabi (SAW) terjebak dengan Rasulullah di pinggiran Mekah selama tiga tahun hingga mereka makan daun. Mereka tidak meminta makanan kepada Rasulullah atau agar Bumi meledak dari bawah mereka (dengan kekayaan)," demikian seperti disampaikan Al Jazeera Mesir via seperti dilansir Middle East Monitor, Jumat (27/5).

Sebelumnya pada Maret lalu, Mesir beralih ke IMF untuk ketiga kalinya dalam enam tahun untuk mengajukan pinjaman seiring negara itu bergulat dengan korupsi, pandemi Covid-19 global, dan sekarang invasi Rusia ke Ukraina.

Para analis memprediksi bahwa kenaikan lebih lanjut untuk harga bahan bakar dan makanan kemungkinan besar akan memicu kerusuhan sipil di Mesir, di mana sepertiga populasi hidup di bawah garis kemiskinan. (detikfinance/detikcom/d)

Sumber
: KORAN SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru
Ini Jadwal Resmi Libur Natal

Ini Jadwal Resmi Libur Natal

Jakarta (harianSIB.com)Sebagian masyarakat sudah mengambil cuti untuk libur merayakan Natal. Meski demikian, libur resmi Natal 2024 baru dim