Jakarta (SIB)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mewanti-wanti kemungkinan kasus cacar monyet di dunia akan bertambah. Hingga Sabtu (22/5), setidaknya sudah ada 92 kasus cacar monyet yang dikonfirmasi dan 28 kasus suspek dari 12 negara.
Ahli penyakit infeksi dari WHO, David Heymann mengatakan, kasus cacar monyet di beberapa negara tampaknya menyebar gara-gara aktivitas seksual. Seseorang diketahui bisa terinfeksi cacar monyet bila melakukan kontak fisik, terpapar cairan tubuh dari orang sakit.
"Apa yang tampaknya terjadi sekarang adalah cacar monyet masuk ke populasi sebagai bentuk penyakit seksual, sebagai bentuk penyakit genital. Menyebar seperti penyakit infeksi menular seksual sehingga kasus penularannya meningkat di dunia," kata David seperti dikutip dari Reuters, Minggu (22/5).
WHO dikabarkan tengah mengadakan pertemuan untuk membahas rekomendasi ahli menghadapi ancaman wabah cacar monyet. Penyakit ini diakui cukup mengancam, namun kemungkinan tidak akan sampai menjadi pandemi.
Orang-orang yang memiliki gejala demam dan atau timbul bintil-bintil berisi cairan diimbau agar melakukan isolasi.
Cacar monyet sendiri adalah penyakit menular yang endemi di wilayah Afrika. Cacar monyet biasanya hanya menimbulkan gejala ringan dan sudah tersedia vaksinnya.
"Ada vaksin yang tersedia, tetapi pesan yang paling penting adalah Anda dapat melindungi diri sendiri," pungkas David.
Waspada
Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengusulkan, agar pemerintah mewaspadai orang-orang yang baru datang dari negara-negara Afrika.
"Kita harus melihat bahwa dalam kasus ini tentu perlu screening di pintu masuk negara, terutama negara dengan kasus ini.
Tentu juga penting sekali dilakukan," ujar Dicky ketika dihubungi, Sabtu (21/5).
"Respons yang (perlu) dilakukan pemerintah harusnya mewaspadai, mengamati, melakukan screening ketat, terutama para pendatang dari negara yang endemik, seperti Afrika," lanjutnya.
Screening harus dilakukan supaya memberikan proteksi bagi warga Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar orang yang baru datang dari Afrika tidak terpapar ataupun membawa virus.
Ke depan, fungsi karantina, kata Dicky, harus terus ditingkatkan lagi. Sumber daya atau petugas karantina juga perlu disiapkan secara matang.
"Di bandara itu masker jadi penting banget baik untuk penumpangnya maupun petugas bandara itu sendiri," jelasnya.
"Setidaknya ada edukasi yang diberikan," lanjutnya.
Berkoordinasi
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo juga meminta pemerintah segera turun tangan dengan berkoordinasi dengan WHO.
"Kepada pemerintah untuk terus berkoordinasi dengan WHO sebagai otoritas kesehatan dunia untuk memantau ikut bertukar data," ujar Rahmad saat dihubungi, Sabtu (21/5).
Rahmad menyebut, pemerintah perlu meminta update dari WHO terkait perkembangan penyakit-penyakit menular di Eropa, khususnya cacar monyet.
"Bagaimana antisipasi dan bagaimana pengobatannya, saya kira pemerintah kita dorong untuk terus berkoordinasi dengan WHO," kata Rahmad.
Rahmad menyebut, masyarakat perlu waspada dan hati-hati. Antisipasinya dengan menerapkan pola hidup sehat.
"Gerakan masyarakat hidup sehat, gerakan pola makan sehat, itu menjadi ciri kita untuk menyikapi dan mempertahankan dari potensi tertularnya penyakit," jelasnya.
"Kita juga tidak perlu panik dan serahkan semua kepada pemerintah untuk meng-update segala sesuatu penyakit yang menular dan mewabah baik di luar pandemi, termasuk cacar monyet ini," sambungnya.
Cacar monyet (monkeypox) biasanya paling sering terjadi di daerah terpencil di Afrika bagian tengah dan barat. Kasus-kasus penyakit ini di negara lain sering dikaitkan dengan perjalanan pasien ke wilayah Afrika.
Juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril menegaskan belum ada laporan kasus cacar monyet. Meski begitu, pihaknya masih bakal terus memantau perkembangan situasi ke depan.
"Semuanya harus waspada tapi jangan panik yang berlebihan. Saat ini kita selalu memantau perkembangan penyebarannya di negara-negara yang sudah ada kasusnya," beber Syahril saat dihubungi, Sabtu (21/5). (DetikHealth/Detikcom/a)