Jakarta (SIB)
Komisi II DPR yang membidangi urusan pemilu, bersama pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyepakati masa kampanye Pemilu 2024 dipangkas menjadi 75 hari. Kesepakatan itu diambil DPR, pemerintah, dan KPU dalam rapat konsinyasi saat masa reses.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menjelaskan, kesepakatan tersebut dilatarbelakangi sejumlah pertimbangan.
Menurut Saan, durasi masa kampanye dipersingkat untuk menghindari polarisasi di masyarakat imbas tahun politik sebagaimana yang terjadi pada 2019 dan 2014 lalu.
"Itu mayoritas fraksi, ya, meminta itu (75 hari). Pertama, menghindari polarisasi. Kampanye yang terlalu lama itu kan bisa menimbulkan polarisasi di masyarakat. Ini membahayakan dalam konteks keutuhan dan sebagainya. Ini introspeksi 2019 dan 2014, kan," kata Saan saat dihubungi, Minggu (15/5).
Lebih lanjut, Saan menyebut, pihaknya meminta pemerintah dan penyelenggara pemilu melakukan efisiensi produksi dan distribusi logistik pemilu. Salah satunya terkait pencetakan kertas suara. Saan melanjutkan, masa durasi kampanye yang singkat juga diharap akan lebih efisien di tengah situasi pemulihan pandemi.
"Terkait juga dengan efisiensi. Ini pemilu kita kan masih suasana pemulihan saat masa pandemi. Dan tentu belum stabil semua baik dari sisi ekonomi, sosial. Bahkan kita juga belum tahu pandemi ke depannya seperti apa, maka perlu juga dilakukan efisiensi dengan tidak mengurangi kualitas dari kampanye itu sendiri," ujar Ketua DPW NasDem Jawa Barat itu.
"Dalam rangka itu, kita juga minta pemerintah menyiapkan regulasi ya, terutama pengadaan dan distribusi logistik terkait dengan kandisasi seperti kertas suara, formulir, dan sebagainya," ujar Saan.
Pemerintah juga diminta menyiapkan regulasi terkait tahapan pemilu 2024. Saan menyebut, masih akan menunggu hasil simulasi pelaksanaan kampanye berdurasi 75 hari yang dilakukan oleh KPU.
"Kita minta pemerintah menyiapkan regulasi itu dalam rangka mendukung kampanye yang 75 hari itu. Nanti itu disimulasikan, nanti lihat simulasinya seperti apa, karena kan pemerintah juga ada usulan 90 hari," katanya.
Terkait persidangan atas sengketa yang muncul saat masa kampanye, Saan mengatakan pihaknya sedang menkonsultasikan ihwal itu dengan Mahkamah Agung. Dia berharap proses persidangan di PTUN dapat dipercepat terkait kasus kepemiluan 2024.
"Kami meminta KPU untuk mensimulasikan durasi masa kampanye 75 hari tapi dengan syarat nanti yang bersengketa di PTUN-nya bisa cepat selesai juga. Jadi dengan durasi masa kampanye 75 hari, terus ada sengketa, itu bisa disingkat waktunya soal penanganan sengketanya dengan Mahkamah Agung kan," katanya.
"Nah makanya untuk soal sengketa di PTUN, nanti DPR akan coba konsultasi dengan Mahkamah Agung," imbuh Saan.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR lainnya, Junimart Girsang. Dia menyebut masa durasi kampanye yang singkat berorientasi untuk mengefisienkan waktu dan anggaran.
"Dari hasil diskusi, kajian kami dalam konsinyering tersebut, Komisi II menyampaikan masa kampanye cukup 75 hari saja dengan pertimbangan efisiensi waktu dan anggaran. Masa kampanye tersebut, mengingat masih dalam masa dan/atau transisi pandemi ke endemi. Untuk kampanye, fisik 60 hari, virtual 15 hari," kata Junimart dihubungi terpisah.
Tak Pakai Sistem “E-Votingâ€
Saan memastikan pelaksanaan Pemilu 2024 tak menggunakan sistem pencoblosan elektronik atau e-voting. Menurutnya, saat ini masih ada sejumlah kendala untuk merealisasikan e-voting pada 2024.
"Kalau e-voting itu kan nggak mungkin ya karena kita memang masih banyak kendala. Kemungkinan kita menggunakan teknologi informasi, digitalisasi itu melalui beberapa tahapan, mungkin dari soal pemutakhiran data pemilih, verifikasi partai politik, dan hal lain, yang diupayakan kan soal rekapitulasi elektronik tapi ini kan membutuhkan payung hukum. Nah, nanti kita coba diskusikan gimana," kata dia.
Saan mengatakan, pihaknya telah meminta kepada KPU terkait tahapan pemilu apa saja yang dapat menggunakan sistem teknologi informasi. KPU saat ini memiliki sejumlah sistem teknologi informasi terkait kepemiluan seperti Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap).
"Kami juga sudah minta KPU, tahapan mana yang nanti bisa menggunakan teknologi informasi, kayak Sipol kan sudah pasti, terus nanti pemutakhiran data. Kemudian juga Sirekap," lanjutnya.
Disepakati Rp 76 T
Komisi II DPR juga menyepakati anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp 76 triliun. Kesepakatan itu diambil DPR, pemerintah, dan KPU dalam rapat konsinyering saat masa reses, Jumat (13/5) lalu.
"Disepakati sesuai usulan anggaran dari KPU sesuai tahapan total Rp 76.656.312.294.000," kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Junimart Girsang, saat dihubungi, Minggu (15/5).
Junimart mengatakan, anggaran pemilu 2024 dicairkan secara bertahap. Dia memerinci anggaran itu digelontorkan sebanyak Rp 8 triliun pada tahun ini.
Adapun pada 2023, anggaran dikucurkan sebesar Rp 23 triliun, sementara pada 2024 sebesar Rp 44 triliun.
"Tahun 2022 sebesar Rp 8.061.085.734.000, 2023 sebesar Rp 23.857.317.226.000, 2024 sebesar Rp 44.737.909.334.000," lanjut Junimart.
Untuk diketahui, keputusan yang diambil dalam rapat konsinyering masih belum bersifat resmi. Keputusan resmi akan diketuk palu dalam rapat kerja saat masa sidang DPR dibuka atau tak dalam masa reses. Rapat kerja itu melibatkan Komisi II DPR bersama pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu. (detikcom/f)